Chapter 4

202 54 28
                                    

"Anak itu emang kebangetan!" gumam sang kepala keluarga pagi ini.

Jaehyun baru tahu kalau Jeno tidak pulang semalam saat bertanya pada Bi Darmi sepulang dia dari pertambangan. Terlebih mengetahui Jaemin juga belum pulang ketika mencari Jeno, semakin membangkitkan gejolak amarah dalam dirinya.

Segelas kopi hitam dalam cangkir bening yang hanya diminum separuh, terabaikan. Jaehyun bersiap-siap ingin pergi lagi.

"Tuan, Anda tidak sarapan dulu?" tanya Bi Darmi mencegah. Dia cukup tak tega melihat muka Jaehyun seperti orang yang kurang istirahat cukup, karena Jaehyun pun baru sampai di rumah belum lama ini.

"Saya mau cari istri kedua saya," balasnya tegas sarat kemutlakan. Langkah lebarnya membawa Jaehyun ke garasi mobil. Mengendarai kendaraan beroda empat itu meninggalkan kediamannya diselimuti aura tak mengenakkan sejak tahu kedua istrinya tak di rumah—terutama istri keduanya.

....

"Masak apa lo, wangi bener, sampe masuk ke kamar baunya?"

Jeno melirik sekilas kehadiran Donghyuck yang berada di depannya, yang cuma terhalang pantry di tengah-tengah mereka. "Nasi goreng kimchi sama telur dadar doang. Kamu belum belanja bulanan ya, Hyuck?"

"Hm, nggak sempet. Kadang lupa juga," jawabnya diiringi tawa garing.

Jeno menghela napas sebelum akhirnya menyodorkan semangkuk besar nasi goreng kimchi dan sepiring telur dadar yang sudah diiris terbagi dua potongan kepada Donghyuck.

"Sehabis pulang kuliah nanti biar aku yang mampir belanja," ujarnya sembari membawa dua gelas susu hangat menuju meja makan. "Kamu juga nggak pernah minum susu, Hyuck? Masih bungkusan rapi banget di lemari, untung nggak kadaluarsa."

Donghyuck terkekeh renyah oleh komentaran Jeno tentang dapurnya. "Ya, mau gimana lagi, nasib anak rantau ya gini. Makan aja kadang kalo inget, kalo enggak, ya nggak gimana-gimana," tututnya kembali tergelak.

"Nggak lucu. Kamu tau kuliah di kota orang kenapa nggak terapin pola hidup sehat? Nggak sempetnya tuh dari mana? Kamu pulang kerja kan bisa mampir sebentar ke swalayan, cari bahan makanan yang sehat kalau paginya nggak sempet ke pasar atau ke tukang-tukang sayur."

"Keburu capek, Jen. Pikiran udah nggak karuan mau cepet-cepet rebahan."

Jeno merotasikan bola matanya malas. Diambillah telur dadar di piring lalu ditaruh di atas mangkuk nasi goreng kimchi milik Donghyuck. "Mau secapek apapun itu, 'kan bisa diusahain? Lagian jarak swalayan sama apartemen kamu juga deket, nggak usah mentingin capeknya, tapi pentingin kesehatan kamu. Kasihan keluargamu di rumah kalo tau anaknya sakit."

"Iya dah iya, bawel banget lo. Beneran kayak udah punya istri gue anjay."

"Bukan istri, tapi temen yang ngingetin!"

Donghyuck tersenyum tipis, tak lagi membalas perkataan Jeno. Dia sibuk memakan sarapannya dengan tenang, meski terselip sedikit rasa sakit bersemayam di hatinya.

Di tengah keheningan mereka menikmati sarapan, bel apartemen Donghyuck berbunyi. Membuat keduanya saling tatap seolah bertanya siapa gerangan yang bertamu pagi-pagi sekali.

"Gue bukain dulu. Palingan petugas sampah." Setelah meminum susunya separuh, Donghyuck beranjak meninggalkan ruang makan.

Namun, tak lama kemudian Donghyuck balik lagi, dan kali ini rautnya menunjukkan kepanikan. Membuat Jeno bergegas berdiri lalu menghampiri Donghyuck untuk bertanya.

Hanya saja langkahnya langsung terhenti begitu melihat satu presensi yang ikut hadir di dalam apartemen Donghyuck.

Dia ... Na Jaemin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RhapsodicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang