BAB VIII[REVISI]

61 28 11
                                    

Cahaya pagi menyapa lewat jendela megah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya pagi menyapa lewat jendela megah itu. Aku terbangun. Ini benar-benar bukan mimpi. Seorang pelayan berdiri di samping ranjangku, dia menyapa.

"Selamat Pagi Pangeran,"

Aku terdiam. Aku masih bingung harus bersikap bagaimana.

"Ada yang perlu saya bantu?"

Aku masih terdiam menatap pelayan itu.

"Anu saya panggil Tuan Arthur ya,"

Pelayan itu pergi meninggalkan ku. Tak lama Arthur datang ke kamar ku.

"Selamat Pagi Archer!"
Arthur berbicara sembari menghampiri ku. Senyum nya merekah.

"Apa kau sudah benar-benar sehat?"
Arthur bertanya memegang keningku. Aku mangangguk. Rasa hangat itu selalu datang dari Arthur. Dia kakak yang baik.

"Sudah,"
Aku menjawab hendak turun dari ranjang.

"Eh.. kau sudah bisa jalan?"
Arthur menahan ku.

Aku menggangguk.

"Sini ku bantu,"
Arthur memegang tanganku. Aku terharu, seseorang membantu ku berjalan. Aku selalu mengingat saat kaki ku tertatih-tatih dipukul ayah.

"Archer, mengapa kau menangis?"
Arthur menyadari air mataku menetes.

Aku berusaha menggeleng dan tersenyum kepada Arthur. Ku pijakan kaki mungil bersih milik Archer ini.

"Kau pasti bisa Archer!"
Aku melangkah perlahan menuju cahaya pagi yang menembus jendela kaca di kamarku.

"Kaki ku tidak apa-apa ka,"
Mendengar itu Arthur segera memelukku. Dia terlihat sangat bahagia.

Arthur sangat menyayangi Archer seperti nya.

◇◇◇

Setelah tubuhku bersih, pelayan segera menyiapkan baju untukku.

"Hari ini kau mau pakai baju warna apa Pangeran?"

"Biru," jawabku asal.

Tak lama pelayan itu memberi sepasang baju kepadaku. Aku tidak mengerti cara memakai nya. Baju itu rumit, sama seperti yang Arthur pakai.

"Anu, aku tidak tau cara pakai nya." Ujarku kepada pelayan itu. Pelayan itu menghampiri ku, perlahan-lahan memakaikan baju itu padaku.

"Pangeran ini pertama kalinya lagi aku memakaikan mu baju, saat itu kau selalu menolak tawaran ku. Alasannya kau sudah besar dan malu,"

"Lihatlah Pangeran Arthur sudah lima belas tahun, masih saja minta dipakaikan baju. Saat itu sikap mu sungguh tertukar dengan Arthur, di umur mu kau sangat terlihat dewasa sedangkan kakakmu masih bersikap kanak-kanak,"

"Selesai."
Pelayan itu menghentikan penggerakannya. Aku berjalan menuju cermin. Kulihat pantulan diriku disana.

"Woahh"
Pakaian ini sungguh berat. Tapi aku menyukai nya.

2 Lives [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang