BAB XVIII[REVISI]

56 18 9
                                    

Aku terduduk melihat kenyataan di depanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terduduk melihat kenyataan di depanku. Ini pemandangan yang menyakitkan. Menatap Papa yang tengah memeluk tubuh Mama yang terlihat kaku. Menciumi dahi, pipi, mata istrinya. Tak henti berbisik,

"Anke, bangun. Bangun Ratuku. Bangun...." Suara Papa semakin serak dengan air matanya mengalir deras.

Mama, tubuh itu tidak bergerak lagi. Bukankah semalam Mama sudah terlihat sehat?

"Archer!"

"Ya Mama?"

"Archer tau tidak? Mama sangat lelah hari ini." Mama menghampiri Archer kecil yang tengah asyik membaca.

"Istirahat Ma,"

"Mama pasti lelah harus menghandiri banyak undangan setiap harinya." Archer kecil menutup bukunya dan menghampiri Mama.

"Terimakasih Archer, tapi kau tahu lelah Mama bisa hilang dengan hanya melihat Archer yang menggemaskan." Mama mencubit pipi ku pelan.

"Mengapa bisa ma?" Archer kecil bertanya, bagaimana mungkin rasa lelah bisa hilang hanya karena melihat seseorang.

Mama berjongkok menyetarakan tingginya dengan Archer kecil.

"Karena Mama sangat mencintaimu Archer."

Bayangan dan memori bersama Mama melintas di benakku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku Mama lah yang pertama mencintaiku. Memberiku rasa hangat yang selalu kubutuhkan.

Aku menangis menahan sesak untuk mempercayai apa yang telah terjadi hari ini.

...

Berita meninggalnya Ratu Anke Veagance dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Aku terdiam menatap kesibukan istana. Banyak sekali orang penting yang berdatangan untuk mengucapkan dukacita kepada Raja Amor. Pemakaman Mama tidak akan dilaksanakan sebelum Arthur menginjakan kakinya di Istana.

"Yang Mulia, Pangeran Arthur sudah sampai." seorang prajurit memberitahuku. Aku mengangguk lalu menoleh kepada Pablo, agar upacara pemakaman segera dilaksanakan.

Prajurit yang tersisa dikerajaan mengangkut peti jenazah Ratu Anke menuju Katerdal tempat upacara pemakaman dilaksanakan. Peti jenazah Ratu Anke melewati kerumunan masyarakat yang tampak diam berbaris di sepanjang jalanan Istana. Diikuti kereta kuda yang berisi aku, Arthur, dan Papa. Arthur masih menggunakan baju zirah, wajahnya kusut berantakan. Dia belum mengatakan satu patah katapun saat menginjakan kaki di Istana. Kami sama-sama merasa berduka karena kehilangan satu-satunya perempuan di kehidupan kami.

Sesampainya di Katerdal, Royal Vault. Upacara pemakaman Ratu Anke Veagance dilaksankan. Upacara dipimpin oleh Raja Amor Veagance IV dengan Uskup Agung yang sedang memberi berkat terakhir. Mahkota, Bola dan Tongkat Kerajaan dikeluarkan dari peti mati dan diletakkan di altar. Aku sebagai Raja yang baru meletakkan Camp di peti mati milik Mama. Lalu Papa mematahkan tongkat jabatan yang berwarna putih untuk melambangkan akhir masa pengabdiannya kepada mendiang Ratu.

2 Lives [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang