Dengan langkah yang cepat Gita berlari masuk kedalam rumah sakit. Sedari tadi fikirannya tak tenang, air matanya juga berjatuhan.
"Dokter, Dokter!! Suster!!"Teriaknya.
Dan tak lama, datanglah seorang suster sambil membawa tandu rumah sakitnya. Ia juga dengan segera menggendong tubuh ibu pantinya itu, lalu menaruhnya diatas tandu.
"Maaf mba, mba tidak diperbolehkan masuk. Biar ini menjadi tugas kami dan pihak kedokteran!"
"Tapi sus! Saya harus memastikan kondisi ibu saya!"Teriak Gita histeris, dengan air mata yang terus mengalir.
"Kami tau mba, tapi maaf. Mba tidak bisa masuk, kami janji akan berusaha semaksimal mungkin!"Ucap sang suster meyakinkan.
Gita dengan wajah yang frustasi mengangguk. Ia mengusap wajahnya kasar lalu memilih untuk duduk di kursi depan ruang IGD itu.
*
Disisi lain. Gracia baru saja keluar dari ruang pemeriksaan bersama Ve dan Sean. Ia sebenarnya tadi sedang makan malam bersama Sean, tapi tiba-tiba saja Sean kembali mendapat telfon dari Ve yang katanya tak sengaja menabrak orang.
Dan karena hal itulah, sekarang Gracia jadi terjebak diantara ibu dan anak ini.
"Bunda kok bisa nabrak orang sih! Terus kabur gitu aja! Sean ga suka bund! Gimana nantinya kalau ternyata orang yang bunda tabrak itu punya tanggung jawab besar! Gimana jadinya kalau orang yang bunda tabrak itu tulang punggung keluarga! Bunda ga mikir!"Marah Sean yang baru saja keluar dari ruang pemeriksaan.
Untung saja rumah sakit itu sepi, jadi tak ada yang mendengar ucapan sean barusan.
Ve dengan wajah bersalahnya pun menatap sang anak. "Bunda minta maaf sayang. Bunda bener-bener panik. Fikiran bunda juga lagi ga jernih"Ucapnya.
Sean menghela nafasnya kasar, mencoba meredakan emosinya. Ia sadar kalau ia terlalu berlebihan sampai membentak sang ibunda.
"Sean minta maaf bund. Sean kesulut emosi"Ucapnya.
"Udah-udah yan. Nanti kita cari tahu sama-sama, siapa korban tabrakannya"Ucap Gracia sambil mengusap-usap punggung Sean.
Sean mengangguk, begitu juga dengan Ve. Mereka kemudian melanjutkan langkahnya. Tapi, Gracia tak sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya tengah duduk menangis di kursi dekat ruang IGD.
Entah kenapa, melihat itu hatinya terasa sakit. Dan entah dorongan darimana, ia mulai berjalan menghampiri orang itu.
"Bentar yan. Kalo kamu mau pulang, pulang aja dulu. Aku ada urusan bentar. Permisi Tante"Pamitnya, dan tanpa menunggu jawaban dari kedua orang itu, ia langsung pergi dari sana.
*
"Git"Panggilnya, saat ia berhasil mendekat ke arah orang itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Gita.
Gita yang tadinya tengah membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya pun, kini mengalihkan pandangannya kearah seseorang yang tiba-tiba saja memanggilnya.
Ia awalnya kaget, melihat siapa yang kini berdiri di depannya. Tapi tak lama, saat ia tiba-tiba saja mengubah raut wajahnya di depan Gracia.
"Mau ngapain kesini! Belum puas Cici hina aku! Masih mau hina aku lagi! Cici belum puas liat aku menderita!"Ucapnya tiba-tiba.
Gracia yang mendengar itu tentu kaget. Ia tersentak mendengar ucapan Gita, tapi, bukannya rasa iba itu semakin bertambah, kini rasa iba itu mala berubah menjadi emosi yang meluap.
"Kamu ya git, saya kesini niatnya baik! Saya cuman mau nanya keadaan kamu!"
"Dan satu lagi! Bukannya kamu yang yang buat hidup saya menderita! Jadi sekarang kenapa kamu yang marah sama saya!"Kesal Gracia sambil menatap tajam wanita yang kini berada di hadapannya.
Emosinya semakin meluap, dadanya naik turun. Tatapannya juga tak kalah tajam. "Cici kalo ga tau apa-apa lebih baik diam! Udah cukup ya ci keluargaku dihina-hina! Aku tahu aku anak yang sama sekali ga ada orang tua! Aku tau aku anak yang ga berasal dari kalangan yang kaya! Tapi bukan berarti aku ga punya harga diri ci! Aku juga punya hati!"Ucap Gita.
Gracia yang mendengar itu terdiam. Ia bingung, apa maksud dari ucapan Gita barusan. Sejak kapan Gracia menghina keluarganya, dan sejak kapan juga Gracia merendahkan keluarganya.
"Apa mak–"Belum sempat Gracia menyelesaikan kata-katanya, Sean tiba-tiba saja datang bersama Ve di sampingnya, melerai keduanya.
"Udah-udah! Kalian ga malu apa! Ini rumah sakit!"Lerai Sean.
Gita yang tadinya tengah menatap tajam Gracia pun, kini langsung memalingkan wajahnya saat sean menghampiri mereka.
"Dia yang mulai duluan!"Ucap Gracia.
Gita yang mendengar itu, rasanya ingin kembali membalas ucapan Gracia. Tapi tak bisa karena Ve tiba-tiba saja memeluk tubuhnya.
Grepp
Gita melototkan matanya tak percaya, begitu juga dengan Sean dan Gracia yang melihat kejadian itu.
"Jangan menyelesaikan semuanya dengan emosi. Tenangkan diri kamu dulu"Ucap Ve sembari mengelus lembut surai rambut Gita.
Sedangkan Gita?
Entah kenapa rasa nyaman tiba-tiba saja menyelimutinya. Ia merasa sudah lama sekali mengenal Ve, tapi ia tak ingat kapan dan dimana. Sehingga ia hanya bisa diam merasakan kenyamanan yang baru saja ia rasakan.
Perlahan, saat Gita sudah mulai tenang, Ve melepaskan pelukannya. Ia menatap lembut mata coklat milik Gita, kemudian tersenyum sambil mengusap air mata yang mengalir dari wajah gadis itu.
"Kamu cantik. Jangan nangis lagi ya"Ucapnya. Dan entah apa yang terjadi pada Gita, ia tiba-tiba saja mengangguk bak anak kecil yang menurut pada orang tuanya.
"Kamu tenang, ceritain ke kita apa yang kamu alamin. Ga usah takut, kita bukan orang jahat kok"Lanjutnya, masih dengan senyum yang sama.
Gita perlahan mulai tenang, nafasnya juga mulai teratur. Dan wajahnya juga mulai kembali datar seperti biasanya. "Maaf saya ga bisa"Ucapnya.
Dan Ve, entah kenapa ia merasa kecewa mendengar jawaban Gita, padahal ia sangat berharap gadis itu mau berbagi cerita dengannya.
Tapi apalah daya, Ve juga baru mengenal Gita, ia juga tidak bisa memaksa Gita untuk bercerita jauh lebih dalam tentangnya (Gita).
"Yaudah gapapa, tapi apa boleh saya tahu nama kamu?"Tanya Ve, masih dengan senyumnya.
"Gita"
"Nama panjang kamu?"
"Gita Arina Shalsabila "
Lagi-lagi, Ve hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar mendengar jawaban singkat dari Gita. Tapi, ia tak pernah melunturkan senyuman dari wajahnya.
"Yaudah Gita, kalo gitu kita pulang dulu ya, semoga apapun yang menimpa kamu sekarang. Semua masalahnya, cepat terselesaikan"Ucap Ve.
"Aamiin, Makasih Tante"Ucapnya.
Singkat, tapi berhasil membuat Ve tersenyum mendengarnya. Entah kenapa wanita paruh baya itu, merasa senang bertemu dengan Gita, ia juga merasa nyaman dekat dengan gadis itu.
"Entah kenapa saya merasa kamu sangat dekat dengan saya. Saya juga merasa nyaman saat kamu disisi saya. Saya harap saya bisa ketemu kamu lagi kedepannya"Batinnya sembari menatap Gita yang kini mengalihkan pandangannya dari wajahnya (Ve).
Gueee kembalii guyss hehe.
Maap yaa kemarin Author lagi banyak banget kegiatan hehehe.
Kemarin juga auhtor sempat ikut PTA (PENERIMAAN TAMU AMBALAN) pramuka. Makanya auhtor ga bisa up+ pegang hp. Maap yaaa semuanyaaa.Semoga sukaaaa
Maafkan juga typonya.
Jangan lupa vote dan komennya ya biar auhtor lebih semangat buat up-nya ThankYouu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Have You? (Gregit)
Ficção AdolescenteHanya karangan dan Imajinasi Author semata. Warning! Jangan di bawa ke dunia nyata! Bisakah Gita memiliki Gracia? Yang derajatnya jauh di atasnya? Atau malah, ia yang harus melepaskan Gracia, demi masa depannya?. Yang penasaran Boleh di bacaaa