Bab 10

1K 153 24
                                        

Dengan perasaan kesal, Gita kembali ke mejanya. Ia melemparkan berkas-berkas yang ia bawa dengan kasar ke atas meja kerjanya.

Ia menghela nafasnya. "Serba salah mulu gue!" Gerutunya. Ia kesal lantaran sedari tadi, Gracia selalu saja menyudutkan nya.

Bos nya itu sangat menjengkelkan baginya, jika tidak karena biaya operasi ibunya, dan uang kompensasi kontrak kerjanya, ia juga tidak mau bekerja dengan wanita tua itu.

Tak lama, seorang wanita datang ke mejanya seraya tersenyum ramah padanya. "Hai git, siang. Kamu sibuk ga? Kalau ga aku mau ajak kamu makan siang, ini kan udah jam istirahat. " Tanya wanita itu.

Gita sempat menatap langit sekilas, mencoba mencari jawaban. "Saya ga bisa" Singkatnya.

Seketika wajah wanita tadi langsung terlihat lesu. "Sekali ini aja git, pliss" Bujuknya.

Gita menghela nafasnya, ucapan Gracia tadi malam masih terngiang-ngiang di fikirannya. "Saya ga bisa phi, maaf" Ujarnya lagi.

Seketika wanita yang di panggil nya phi tadi langsung membalikkan badannya lemah. "Yaudah gapapa deh git. Maaf banget ganggu waktu kamu" Ujar wanita itu.

Gita tak tega. Ia jadi merasa bersalah melihat wajah murung wanita itu. Dan akhirnya dengan fikiran yang matang ia menjawab. "Oke, tapi ga bisa lama ya phi. " Ujarnya.

Wajah wanita itu kembali tersenyum kala mendengar ucapan Gita. Ia kemudian kembali membalikkan badannya menghadap ke arah Gita. "Yaudah Ayo ke kantin!" Ujarnya dengan penuh semangat seraya menarik lengan Gita.

Sedangkan yang ditarik hanya bisa pasrah saja. Nama gadis itu 'Sisca Silfiana'. Setelah berhasil menarik Gita untuk ikut makan bersamanya, ia langsung mendudukkan Gita di salah satu meja kosong disana.

"Kamu tunggu disini bentar ya. Biar aku pesenin. Mau pesan apa?" Tanya Sisca. Sedangkan yang ditanya hanya diam saja.

Gita bukannya tak mau menjawab, tapi ia risih ditatap terus menerus oleh karyawan lainnya. "Bebas aja phi. Yang penting ga lama" Ujarnya.

Sisca mengangguk. "Oke, tunggu bentar ya" Ujarnya.

______

Disisi lain, Wijaya baru saja tiba di kantor milik sang putri. Ia dengan langkah tegasnya masuk ke dalam ruangan sang putri.

Gracia yang tengah sibuk dengan pekerjaannya pun, kini atensinya teralihkan dengan pintu ruangannya yang tiba-tiba saja terbuka.

"Eh yah, tumben banget kesini? " Tanya Gracia.

Wijaya tersenyum "Ayah cuman mau liat anak ayah aja. " Ujarnya.

Gracia mengangguk. "Ayah udah makan? " Tanya Gracia dan hanya dibalas gelengan oleh Wijaya.

"Yaudah kita ke pantry aja yuk, kebetulan Gracia juga mau makan" Ajaknya.

"Gausah ge, ayah disini aja. Kamu tolong beliin ayah aja ya. Ayah lagi males ke pantry, pasti rame" Ujarnya.

"Yaudah ayah tunggu disini bentar ya. " Ujar Gracia seraya mematikan layar komputernya. Tak lupa ia juga menyimpan pekerjaannya.

Gracia kemudian berjalan ke arah pantry sendiri. Namun, alangkah terkejutnya ia saat masuk kesana. Baru saja selangkah ia menginjakkan kaki di pantry ini, tapi ia sudah disuguhkan pemandangan yang sangat tidak menyenangkan.

Gracia yang notabenya gambang emosi itu pun berjalan ke arah meja dua orang yang tampaknya kini sedang tertawa itu.

Brakkk

Dengan kasar ia menggebrak meja itu. Membuat seisi pantry kaget dibuatnya. Sorot matanya tajam, wajahnya datar, tangannya mengepal.

Plakk

Dengan kesadaran yang penuh, ia berjalan mendekati Gita lalu menamparnya. Gita terdiam, ia masih mencoba mencerna semua ini. Sedangkan Sisca, sudah terkejut dibuatnya.

"E-eh bu"

"Diem, saya ga suruh kamu bicara! " Balas Gracia dingin.

Ia kemudian dengan kasar menarik dagu Gita, agar wajah gadis itu menghadap ke arahnya. "Emang ga bisa di percaya ya kamu! Heran saya. Kamu ga pernah bisa di andelin. Di suruh kerja malah enak mesra-mesraan disini. Kamu tuh di gaji! Miskin ga usah sok belagu!" Hinanya.

Seketika seluruh ruangan itu kaget di buatnya. Begitu juga dengan Gita yang langsung melototkan matanya tak percaya dengan ucapan Gita barusan.

"Kamu tu–"

Belmu sempat Gracia menyelesaikan omongannya, ia sudah lebih dulu di potong oleh Sisca. "Ini kan udah waktunya istirahat bu, apa ga boleh kami istirahat?" Tanya Sisca tak kalah dingin.

Tatapan Gracia kini beralih menatap ke arah Sisca. "Kamu diem! Kalau kamu mau ke kantin yaudah pergi sendiri. Ga usah ajak-ajak dia!" Marahnya.

Sisca tersenyum miring. "Apa hak ibu ngelarang dia buat deket sama saya?" Tanyanya.

Dan dengan percaya diri Gracia menjawab. "Saya bosnya, selagi dia dikantor, dia harus menuruti perintah saya" Ujarnya.

"Tap–"

"Udah Stopp!! Saya yang salah disini. Saya ga mau orang lain kena imbasnya gara-gara saya"

"Dan buat ibu, saya bukannya ga bisa di percaya. Ibu ga tau apa-apa, yang ibu tau cuman luarnya saya aja, ibu ga tau dalam nya saya gimana. Jadi saya mohon bu. Stop bertingkah jadi yang paling tahu tentang kehidupan saya. " Lanjutnya lalu beranjak pergi dari sana.

Gracia terdiam, ia sadar emosinya terlalu berlebihan. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa mengontrol emosinya. Ia merutuki dirinya sendiri karena kebodohannya itu.

"Denger sendiri kan bu!" Ujar Sisca yang berhasil membuyarkan lamunannya.

**

Gita bingung, perasaan nya campur aduk, kesal, marah, semuanya menjadi satu. Ia tak tahan untuk tidak menangis. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk melampiaskan segala keluh kesahnya dengan pergi ke rooftop kantor itu.

Namun naasnya, nasib buruk menimpanya. Di perjalanan, ia tak sengaja bertemu Wijaya yang ingin pergi ke toilet.

Ia mencoba memutar balikkan badannya, tapi Wijaya sudah lebih dulu memanggilnya. "Gita!" Teriaknya.

Seketika tubuhnya gemetar. Ia mulai berbalik ke arah belakang, menatap Wijaya yang kini semakin mendekat ke arahnya dengan senyum miringnya.

"Masih berani ya kamu deketin anak saya! Udah berapa kali saya bilang, stop berhubungan dengan Gracia kalau ga mau keluarga kamu menderita!"

"Orang miskin kayak kamu ini bisa apa hah!"Lanjutnya.

Gita terdiam, ia juga sebenarnya sangat menghindari bertemu dengan  Gracia ini. Tapi takdir malah berkata lain. Dan akhirnya ia mencoba menarik nafasnya dalam, mencoba menetralkan wajahnya agar tak terlihat panik. " Saya ga pernah buat coba deketin anak bapak. Lagian dia juga sudah punya tunangan. "Ujarnya.

Mendengar itu Wijaya semakin tersenyum. "nah itu kamu tau, jadi stop deketin anak saya. Kamu tu cuman bagian dari sampah negara!" Hinanya.

Gita masih terdiam mendengar caci makian yang tertuju padanya itu. Ia tidak kuat, sebenarnya ia ingin menangis, tapi ia tak mau terlihat lemah di depan laki-laki tua bangka ini.

Sedangkan Gracia dan Sisca termenung mendengar ucapan Wijaya barusan. Gracia dan Sisca berniat ingin menyusul Gita. Gracia ingin mencoba meminta maaf atas perlakuannya pada gadis yang lebih muda darinya itu.

Tapi malah sebuah fakta tak terduga yang ia dapatkan. "Yah.. Gracia Kecewa sama ayah.. " Batinnya.
















































Done ya gess. Selamat membaca semoga suka. Maafkan typonya dan maafkan mood author yang suka berubah ubah ini. Sebenernya yak author lebih suka baca daripada buat cerita kek gini. Tapi demi kalian yaudah lah. Moga suka aja deh



Can I Have You? (Gregit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang