I. Hujan di Hari yang Suram

583 34 0
                                    

Langit berwarna kelabu saat hujan turun deras di siang hari kota kecil itu. Berdiri sebuah panti asuhan tua di pinggiran kota, atap-atap berderak seiring tetesan air yang menghantam genting, menciptakan simfoni melankolis yang menyatu dengan suara anak-anak yang bermain di dalam gedung.

'Heaven Orphanage' nama tempat tersebut, disebut panti asuhan surga namun dengan dindingnya yang kusam dan jendela-jendela berdebu, tampak seakan menjadi bagian dari kenangan masa lalu yang terlupakan. Meskipun bangunan itu tampak rapuh, di dalamnya hidup anak-anak yang penuh semangat yang berusaha menemukan kebahagiaan di tengah kerasnya kehidupan. 

Suasana di dalam panti terasa hangat meskipun di luar hujan mengguyur tanpa henti. Anak-anak berlindung dari cuaca dingin, mencari kehangatan dari perapian tua di ruang tamu. Mereka bermain dengan riang, menciptakan dunia kecil mereka sendiri di tengah-tengah keterbatasan. Suara tawa dan canda anak-anak memantul di dinding-dinding usang, membawa sedikit keceriaan di tempat yang sering kali dihantui oleh bayangan masa lalu.

Panti asuhan ini, meskipun tampak sederhana menyimpan kisah-kisah pilu tentang anak-anak yang harus bertahan hidup dalam keadaan yang tidak bersahabat. Di bawah perlindungan panti, mereka bermimpi tentang dunia di luar sana yang mungkin lebih baik.

Pintu kayu usang dengan ukiran indah itu terbuka, menampakkan dua orang wanita paruh baya yang dikenal anak-anak sebagai ibu pengurus, satu pria tua yaitu pengelola panti asuhan dan empat anak yang berjalan was-was kedalam ruangan. Seluruh perhatian anak-anak panti otomatis beralih pada keempat anak tersebut. 

Anak yang paling kiri terlihat gelisah dengan pakaiannya tertutup, anak disebelahnya memiliki senyum yang manis menyapa beberapa anak panti yang sempat bertatapan dengannya, dan dua lainnya terlihat pemalu terbukti dengan genggaman tangan yang sangat erat dan terus menunduk seolah lantai lebih nyaman dipandang daripada yang lain.

"Selamat sore anak-anak, kita kedatangan teman baru. Nah, bagaimana kita berkenalan terlebih dahulu," ucap salah satu dari dua ibu paruh baya, yakni Ibu Margaret.

Sontak seluruh anak panti dengan serentak membuat formasi lingkaran setengah dan memberikan atensi penuh pada teman baru mereka. Ibu Margaret tersenyum hangat kemudian ia mengelus pundak anak lelaki yang paling kiri, meski sempat terkejut akhirnya anak itu memberanikan diri.

"A-aku D-dohoon..." Dohoon berkenalan dengan suara yang pelan. Ibu Margaret memakluminya, memahami karakter Dohoon dari latar belakang kehidupan yang sebelumnya telah ia ketahui. 

Ibu Margaret tersenyum penuh pengertian kepada Dohoon, mengangguk dengan lembut. "Selamat datang, Dohoon. Kami senang kamu bisa bergabung dengan kami di sini," sambutnya dengan nada yang ramah dan menciptakan suasana yang santai. 

Kemudian Ibu Margaret beralih ke anak yang berada di sebelah Dohoon, yang terlihat riang dan penuh semangat. "Bagaimana denganmu?"

Anak itu mengangkat kepalanya sedikit, melemparkan senyum cerah yang memancarkan kehangatan. "Halo semuanya! Aku Jihoon," katanya dengan nada ceria yang menenangkan. "Aku senang bisa bertemu dengan kalian semua."

Beberapa anak panti membalas senyuman Jihoon dengan senyuman malu-malu, sementara yang lain mulai berbicara di antara mereka sendiri dengan penuh antusias dengan kehadiran Jihoon. Ibu Margaret kemudian menoleh ke dua anak yang berada di belakang Jihoon, yang tampak lebih pendiam dan tertekan.

"Sekarang, mari kita berkenalan dengan dua anak manis ini," lanjut Ibu Margaret, mengarahkan perhatian ke arah dua anak terakhir.

Anak yang lebih tinggi dengan tatapan penuh keraguan dan tangan yang terus menggenggam erat tangan anak lelaki disebelahnya, maju selangkah ke depan. Ia menatap lantai dengan intens, suaranya nyaris tak terdengar saat ia memperkenalkan dirinya. "H-halo, aku Hanjin," katanya, suara yang hampir tak terdengar tapi menyiratkan harapan untuk berteman.

Fall +TWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang