6. Kemajuan

451 55 6
                                    

Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis

Don't forget to VoMent
Happy Reading!!!

Alice berjalan malas ke arah tempat tidurnya sambil mengusak rambutnya yang masih basah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice berjalan malas ke arah tempat tidurnya sambil mengusak rambutnya yang masih basah. Ponsel yang sebelumnya ia lempar asal ke atas tempat tidur sesaat setelah ia pulang tadi, terlihat berkedip beberapa kali dan menarik perhatian. Satu tangannya pun terulur untuk meraih benda pintar yang akhirnya membuat keningnya mengerut. Ada pemberitahuan beberapa pesan masuk dari nomor  asing yang belum tersimpan di kontaknya.

Decakan kesal sontak keluar dari bibirnya sesaat setelah ia membuka pesan yang ternyata dikirim oleh sosok yang seenak jidat mengganggu ketenangannya. Abian, biang erok itu mengirimkan runtutan pesan yang menyuruh Alice agar menyimpan nomor poselnya. Dalam rentetan pesan itu Abi juga bilang akan menjemput Alice besok.

"Cowok gila. Siapa juga yang mau dijemput." gerutunya. 

"Alice, lagi apa nak? Makan malam dulu yuk, sayang." 

"Ya, sebentar mah. Al ngeringin rambut sebentar." Alice kembali melempar ponselnya asal ke atas tempat tidur tanpa membalas satupun pesan yang Abi kirimkan. Setelah selesai mengeringkan rambutnya, Alice pun turun dan menemukan ibunya yang terlihat sedang duduk di meja makan dengan segelas teh hangat di hadapannya.

"Mama baru pulang?" 

"Iya. Jalanan macet banget. Ampun deh Al, masa dari Bekasi ke Jakarta Barat hampir dua jam sih. Kan ngga masuk akal. Pusing mama."  Kartika menyesap teh hangatnya sambil memejamkan mata. Wanita berusia 39 tahun itu terlihat lelah, blous dan rok yang ia kenakan tadi pagi juga masih terpakai walau kondisinya sudah lecek sana-sini.

"Mama ngga nyetir kan?"

"Tenang aja, hari ini yang hampir gila si Hanny kok. Makanya besok mama kasih dia libur." Kartika terkekeh sementara Alice diam-diam merasa lega. Ibunya sungguh pekerja keras, tapi kadang lupa kalau dirinya juga manusia yang perlu istirahat.

"Kamu makan dulu nih. Mama bawain iga bakar. Pak Gusti yang bikinin langsung pas mama bilang mau langsung pulang ke rumah." Alice hanya berdehem singkat dan menyendok makanannya dalam diam. Tidak repot-repot menawari mamanya makan karena sudah pasti jawabannya sudah. Mamanya seharian ada di resto, tidak mungkin belum makan. Apalagi ada Hanny, pegawai yang sudah ikut dengan Kartika sejak lama.

"Mama tadi dikasi tips-tips dari pak Gusti buat bikinin kamu iga bakar sendiri di rumah. Katanya kalo kamu lagi pengen banget, bisa tetep makan iga bakar yang rasanya mirip sama yang dia buat. Tapi boro-boro, mama liat kompor aja males banget rasanya." Alice tersenyum tipis mendengar ucapan ibunya. Pipinya gembung karena terlalu banyak daging dan nasi yang ia kunyah.

"Harusnya catet aja, nanti bi Siti yang buatin."

"Udah, ada di Hanny catetannya. Nanti mama suruh fotoin buat dikasi ke bi Siti." Kartika menyesap teh hangatnya lalu mendesah lega. "Eh iya, tadi kata bi Siti kamu tadi dianter pulang sama cowo. Bener?" sambar Kartika lagi mengisi waktu makan Alice. Gadis itu juga mengangguk santai sebagai jawaban.

Alice in A TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang