“Mengharapkan orang yang tidak pernah menginginkan kehadiran kita terkadang memang melelahkan.”- Alona Zealinne Artharendra
•••
“Devano.”
Alona mencekal pergelangan tangan Devano. Membuat lelaki itu mau tidak mau harus menghentikan langkahnya. Dengan malas Devano berbalik. Menatap Alona yang tidak terlihat seperti Alona yang satu bulan lalu ia kenal. Ralat. Sebenarnya Devano menyadari jika beberapa hari belakangan Alona mulai berubah.
Jika biasanya gadis itu akan sangat menyebalkan dan mengejar Alzean hingga ke ujung dunia sekalipun. Maka sekarang gadis itu berbeda. Alona yang sekarang terlihat lebih pendiam dan sedikit menyedihkan. Namun Devano memilih acuh. Mungkin perubahan mood yang terjadi pada wanita. Pikirnya.
“Apa?!”
“Gue---”
Devano melirik pergelangan tangannya yang masih di genggam oleh Alona. Lalu tanpa berperasaan lelaki itu menepis dengan kasar tangan gadis di depannya. Bahkan sebelum Alona meneruskan ucapannya Devano sudah terlebih dahulu melangkahkan kakinya menjauhi gadis itu.
“Gue masih suka sama Lo!” Dengan sekali tarikan nafas Alona berhasil mengucapkan kata-kata yang mungkin akan memalukan untuk di dengar.
Benar. Selama ini Alona masih mencintai Devano. Sejauh apapun dirinya berlari. Hatinya masih tetap tinggal untuk Devano. Bayangannya menunggu Devano. Tubuhnya enggan pergi. Namun pikirannya yang sudah tidak waras hendak melupakan lelaki itu dengan cara berpacaran dengan lelaki yang hanya ingin membalas dendam padanya.
Bodohnya, Alona malah menjadikan lelaki itu sebagai pelampiasan. Dan tanpa di duga lelaki itu memutar balikan permainannya. Sekarang bukan hanya menyesal. Alona juga menerima akibat dari semua perbuatannya. Cinta, orang tua, saudara, sahabat, teman. Alona kehilangan semuanya. Hanya tinggal dirinya sendiri. Dan sekarang dengan lancang gadis itu mengharapkan Devano.
Langkah Devano terhenti. Hanya untuk sekedar melirik gadis di belakangnya. Lalu setelahnya lelaki itu kembali berjalan menuju ruangannya tanpa menghiraukan Alona.
Tidak. Lebih tepatnya memilih untuk tidak menghiraukan. Devano mendengar dengan jelas pernyataan Alona. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terekam jelas dalam pendengarannya. Namun hatinya masih enggan terbuka. Apalagi untuk gadis yang telah banyak melukainya seperti Alona.
Alona menghembuskan nafasnya pelan. Devano masih belum mempercayainya. Semua orang mungkin akan sulit menaruh kepercayaan setelah mengetahui sifatnya. Selama ini Alona terlalu jahat. Dan sekarang dirinya menerima akibatnya. Begitu banyak penyesalan. Namun tak ada seorangpun yang percaya.
Seorang Alona Zealinne Artharendra sudah berubah. Takdir membawanya pada penyesalan yang begitu dalam. Orang tuanya sudah membencinya. Sahabatnya tak lagi percaya padanya. Dan Devano Blade? Lelaki yang menjadi cinta pertamanya mungkin tak akan pernah membuka hati untuknya.
“Devan.” Itu Keral. Lebih tepatnya Keral Adijaya. Seorang berandalan yang entah karena apa bisa menjadi sahabat Devano.
Devano menoleh pada lelaki yang entah sejak kapan sudah berjalan di sebelahnya. “Kenapa?”
“Katanya bakal ada murid baru?”
Dan tepat setelah Keral mengatakan itu, Devano secara tiba-tiba menghentikan langkahnya. Membuat Keral yang masih menatap padanya juga ikut berhenti. Lantas mengikuti arah pandang Devano.
Diujung koridor terlihat seorang gadis berjalan beriringan bersama lelaki paruh baya berpakaian formal. Keduanya terlihat akrab. Juga beberapa kali tertawa bersama entah sebab apa. Dan bersamaan dengan itu, Keral menyadari jika Devano mulai merasa tegang.
Tatapan Devano terkunci pada dua orang yang mulai mendekat kearahnya. Lelaki itu adalah Ayahnya, Anandra Blade. Dan gadis di sampingnya ...
“Besok anak dari temen bisnis Ayah bakal pindah ke sekolah kamu. Ayah harap kamu bisa jaga calon tunangan kamu dengan baik.”
Tiba-tiba Devano teringat akan ucapan ayahnya kemarin. Mungkinkah gadis itu adalah calon tunangannya? Entah mengapa tiba-tiba Devano menjadi gelisah. Tangannya mengepal tanpa sadar. Bola mata berwarna hitam kecoklatan itu secara refleks menoleh pada Alona yang masih menatapnya dari kejauhan.
Tatapan mereka bertemu. Sorot mata Alona menunjukkan pengharapan. Devano tidak mengerti. Namun dirinya seolah enggan mengalihkan pandangannya. Membuat Keral yang melihatnya mengerutkan kening bingung.
“Dev!”
Tidak ada jawaban.
“Devano!”
Devano baru mengalihkan pandangannya dari Alona setelah mendengar panggilan Keral untuk yang kedua kalinya. Detik itu juga dirinya sadar jika Anandra dan gadis yang di bawanya sudah berada di hadapannya.
Devano menggeleng. “Gue kenapa, sih?!”
Next or stop?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA ( AL SERIES 2)
Random"Mengharapkan orang yang tidak pernah menginginkan kehadiran kita terkadang memang melelahkan." - Alona Zealinne Artharendra