“Kamu bisa melakukan apapun untuk tujuanmu. Tetapi ingat, jangan pernah menjatuhkan siapapun.”
- Alona Zealinne Artharendra
•••
Devano termenung di depan meja belajarnya. Selepas mengantar Alona pulang setengah jam yang lalu, entah mengapa perasaannya menjadi aneh. Seperti merindukan namun baru bertemu. Ada rasa ingin menemui Alona kembali dan bertengkar dengannya. Namun Devano sadar. Dirinya tidak bisa menemuinya untuk saat ini. Bisa-bisa Alona menjadi terlalu percaya diri dan mengira bahwa dirinya menyukainya.
Apalagi ketika mengingat percekcokan yang terjadi di perjalanan tadi. Bibirnya tanpa sadar membentuk senyum tipis. Sangat tipis hingga mungkin tidak ada yang menyadari. Akhir-akhir ini entah mengapa Alona selalu memenuhi pikirannya hingga membuat pekerjaannya menjadi sedikit terganggu. Haruskah Devano menyalahkan Alona? Atau otaknya sendiri? Entahlah.
“Eyow! My brother, Devano!”
Devano langsung menoleh begitu mendengar suara yang mungkin familiar di telinganya. Dan benar saja. Matanya menangkap sosok lelaki yang sudah lama tidak ia temui. Lebih tepatnya karena terhalang jarak. Juga karena perbedaan kota yang mereka tinggali. Selebihnya karena Devano malas meladeninya.
Dia Zico Blade, sepupu Devano yang masih memiliki marga yang sama dengannya. Berdasarkan wajah, mereka memang sama-sama tampan dan memiliki sedikit kemiripan. Namun dari sifat, mereka tentu seperti langit dan bumi. Devano cenderung lebih pendiam dan tidak banyak bicara, sedangkan Zico lebih banyak bicara. Dan sialnya Devano baru sadar jika Zico akan tinggal di rumahnya selama seminggu karena kedua orang tuanya memiliki pekerjaan di luar kota. Tentu saja hal ini menjadi ... kebahagiaan? Tentu saja tidak. Ini adalah penderitaan paling nyata dalam hidup Devano. Di satukan dengan Zico menurutnya sama saja dengan mengurus bocah berusia lima tahun. Sama-sama menyebalkan!
“Dev! Dev! Tau gak?” Tanpa aba-aba dan persetujuan Devano terlebih dahulu, Zico langsung naik dan duduk di meja belajar sepupunya itu.
“Apa?” Walaupun masih meladeni Zico, namun Devano terlihat tidak memiliki minat sedikitpun untuk mendengarkan ceritanya. Terbukti dengan dirinya yang kembali mencatat beberapa hal penting di bukunya.
“Elah! Gak usah belajar dulu!” Zico berseru. Membuat Devano langsung memberikan tatapan tajam padanya. Apalagi saat dirinya menutup buku-buku di hadapan lelaki tampan itu dan menyimpannya dengan rapi di sudut meja. “Dengerin gue, Dev.”
Wajah Zico terlihat lebih serius. Membuat Devano agak tertarik dengan apa yang akan di katakan sepupunya itu. Kepala Zico juga sudah celingak celinguk entah memastikan apa. Yang pasti saat ini rasa penasaran Devano semakin menjadi. Jarang-jarang Zico menjadi sangat serius seperti ini. Yang Devano tau, hidup Zico hanya di penuhi oleh tawa tanpa duka apapun. Bahkan tak jarang dirinya iri dengan kehidupan lelaki seusia dengannya itu.
Setelah memastikan tidak ada seorang pun yang melihat atau memata-matai mereka. Baru Zico kembali menatap Devano. Sebenarnya aksi celingak celinguk yang ia lakukan ini tidak ada gunanya. Karena tidak ada yang akan mencari tau pembahasan mereka. Lagipula siapa yang akan kepo dengan pembicaraan anak muda menyebalkan seperti Zico?
“Gue udah punya pacar!”
Wajah Devano langsung datar seperti biasa. Entah bagaimana bisa dirinya merasa penasaran dengan pembicaraan Zico? Daripada lebih lama menghadapi lelaki menyebalkan itu. Akan lebih baik jika dirinya kembali meneruskan catatannya. Besok ada beberapa pekerjaan yang harus ia kumpul. Juga tugas sekolah yang cukup rumit.
“Lo gak kaget gitu?”
Devano memutar kedua bola matanya malas. “Enggak.”
“Harusnya Lo kaget. Soalnya pacar gue cantik. Apalagi Lo gak punya pacar, ‘kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA ( AL SERIES 2)
Random"Mengharapkan orang yang tidak pernah menginginkan kehadiran kita terkadang memang melelahkan." - Alona Zealinne Artharendra