Pintu gerbang terbuka dengan derit roda yang berat. Suara mesin Ferrari yang khas meraung di kejauhan, mengalun dengan ritme yang tak tertandingi. Para maid segera membuka pintu dan berbaris rapi, membungkuk dalam penghormatan saat Levine, sang pemilik rumah yang dikenal luas di dunia kriminal, tiba.
Levine turun lebih dulu, sebelum berpindah ke sisi lain mobil untuk mengeluarkan Jennie yang sudah tak sadar.
"Biar kami bantu, Tuan." tawar seorang kepala keamanan.
"Tidak usah, kalian kembalilah bekerja." ucapnya sembari berjalan masuk ke dalam mansion, langkahnya mantap dan penuh otoritas. Para maid dan staf lainnya segera menyingkir dengan cepat, memberi jalan bagi Levine yang membawa Jennie dengan mudah di lengannya.
Tak dapat dipungkiri, kebersamaan mereka itu mengundang banyak tanda tanya bagi orang-orang yang tengah melihatnya. Para pelayan dan staf yang biasanya sibuk dengan tugas masing-masing, kali ini berhenti sejenak, menatap penuh keheranan. Selama ini, Levine dan Jennie sangat jarang terlihat bersama. Kalaupun mereka bersama, pertemuan itu hampir selalu berujung pada pertengkaran sengit yang menggema di seluruh mansion.
"Apa sekarang mereka sudah berbaikan?"
"Berbaikan? Kurasa, tidak ada kata berbaikan di kamus mereka," jawab seorang maid dengan nada skeptis, matanya masih terpaku ke arah tangga yang baru saja dinaiki Levine.
Seorang maid senior pun menanggapi, "Sudahlah, berbaikan atau tidak berbaikan, itu urusan mereka. Yang jelas, persiapkanlah diri kalian untuk menghadapi hari esok, karena Nona Kim, sudah kembali lagi ke rumah ini. Tiga bulan yang lalu, sebelum dia kabur, dia pernah memecahkan aquarium berisi ikan-ikan mahal menggunakan guci antik peninggalan dinasti Joseon. Jadi, besok tidak menutup kemungkinan, akan ada barang-barang berharga lagi yang menjadi korban kekesalannya. Dia benar-benar monster penghancur barang."
"Jika benar begitu, lalu kenapa Tuan Levine mau menikahinya?" tanya seorang maid muda yang tampak bingung. Dia baru bekerja di rumah itu beberapa minggu.
"Kalau soal itu, aku tidak tahu. Tapi pernikahan mereka sudah berjalan kurang lebih satu tahun."
Beralih ke tempat lain, kini Levine tampak sedang membuka sepatu Jennie dengan cekatan. Ruangan itu remang-remang, hanya diterangi cahaya lampu meja yang redup. Jennie yang sedang mabuk terkulai lemah di sofa, rambutnya yang acak-acakan menutupi sebagian wajahnya.
"Look at how weak you are. Kau hanya minum dua botol, tapi kau sampai hampir di giring oleh pria untuk melakukan one night stand. Apa selain badanmu yang pendek, pikiranmu pendek juga?!"
Jennie yang sudah pusing, makin pusing mendengarnya.
"Stop membawa-bawa tinggi badan! Jika kau begitu tak suka kepadaku, kenapa kau malah sok pahlawan datang ke sana? Memangnya aku pernah memintamu menjagaku? Tidak 'kan? If I end up 'sleeping' with him, I'm really-really okay with that. Because you know what? He's my boyfriend!"
Levine tersenyum sinis, matanya menyipit tajam. "And I'm your husband. I own you. Did you hear that?"
"....."
"Aku tidak peduli dia siapamu atau seberapa besar kau mencintainya. Tapi saat ini kau adalah nyonya Cassanova, my wife, Levine's wife and you need to listen to what your husband says." lanjut Levine lagi, wajahnya mendekat ke Jennie dengan sorot mata penuh dominasi. Setiap kata yang keluar dari mulutnya bagaikan perintah yang tak bisa ditolak.
"Setelah ini, kau tidak boleh minum dengan siapapun kecuali denganku. Kau juga tidak boleh meninggalkan rumah ini tanpa izin dariku lagi."
Jennie mengangkat kepalanya, menatap Levine dengan tatapan penuh keberanian. "Bukankah kau tahu, bahwa aku tidak suka diatur?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐑. 𝐂𝐀𝐒𝐒𝐀𝐍𝐎𝐕𝐀
Romance"Silahkan pulang larut malam dan bertingkahlah seperti gadis nakal. Tapi jika kau tidur dengan lelaki lain, kau tahu, aku tidak akan tinggal diam saja 'kan, Sayang?"