13: Money, Power, and Control

1.9K 352 395
                                    

Terdiam. Semua orang terdiam. Kedatangan San yang tiba-tiba itu tidak hanya mengejutkan Theo Levine Cassanova, melainkan Jennie dan Rosé juga. Pasalnya, diantara mereka tidak ada yang meminta San untuk datang. Pun, kabar mengenai Jennie yang katanya tak bisa berjalan karena jatuh itu juga tidak diberitahukan kepadanya. Tapi dengan gagah beraninya ia datang ke sini, menguji batas kesabaran Levine yang dipikirnya ayah Jennie.

Levine sendiri tak banyak berkomentar. Tapi dari sorot matanya yang tajam, Jennie dapat menilai, bahwa ketenangan suaminya itu sudah terusik sejak pertama kali San menginjakkan kaki di kediaman mereka.

"All the staff and maids, come back now!" Perintah Levine kala menghubungi seorang kepala penjaga. Dia masih berdiri di dekat pintu utama, memperhatikan sosok San yang sudah berjalan menghampiri istrinya.

"Tapi Tuan, bukankah kami sedang diliburkan?"

"How dare you ask me that? Just come back! Seorang pria asing sudah masuk ke dalam kediamanku!"

Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Levine pun langsung mematikan panggilannya sepihak.

Saat ini, mansion yang Levine tinggali tidak sepenuhnya bebas dari penjagaan, melainkan masih ada dua orang bodyguard yang berjaga di luar, tepatnya di pos penjaga dekat gerbang. Tiga orang sniper juga memantau dari atap, mengawasi dengan cermat setiap gerakan di sekitar area mansion.

Namun, untuk menjaga kenyamanan Jennie dan menghindari perhatian orang luar, Levine memilih untuk tidak mengatur pengamanan seketat di Villa Blackstone Manor. Para bodyguard yang dipekerjakannya di mansion bahkan diinstruksikan untuk tidak mengeluarkan senjata atau melakukan tindakan kekerasan terhadap kenalan istrinya. Kalaupun perlu mencegat, mereka hanya diperbolehkan mengusir dengan cara yang sopan saja.

Jika ia tahu San dan Rosé akan datang seperti ini, seharusnya ia memperingati bodyguard nya dari awal untuk jangan menerima orang lain masuk. Tapi karena nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi? Dari pada merutuki penyesalannya, ia lebih memilih untuk duduk di meja makan, merusak suasana yang sedang berusaha diromantisasi oleh San.

"Jennie nya sakit, Om?"

Levine yang sedang sibuk mengoleskan selai coklat di selembar roti, tampak meliriknya dengan sinis. "Stop calling me with that fucking word. I'm not your Om." jawab Levine dingin.

"Don’t be too harsh, Daddy." Jennie menegur dengan nada rendah, mengundang seluruh atensi Levine untuk hanya menatapnya.

"This little girl..."

Levine berucap dengan lirih, nyaris tak bersuara. Rasa geram dan kekesalannya tampak kentara, namun Jennie sama sekali tak berinisiatif untuk meredamnya. Ia justru lebih tertarik pada sebuket bunga mawar yang telah berada di pangkuannya sejak beberapa menit yang lalu.

"Hari ini, aku tidak berulang tahun. Hari valentine juga tidak. Tapi kenapa kau memberiku bunga?"

"Ingin saja. Memangnya memberi bunga harus di hari-hari spesial? Aku bisa memberimu hadiah apapun, kapanpun."

Kemudian San melirik sekilas ke arah bunga yang Jennie pegang. "Kau suka tidak?"

Wanita itu mengangguk dengan semangat. "Suka!"

San tampak tersenyum lebar. "Nice to know it." ucapnya sambil mengusap kepala Jennie.

Di ujung meja, tatapan tak mengenakkan mulai mengarah pada mereka. Tapi tak ada yang menyadari hal itu selain Rosé. Dari awal, gadis berambut pirang tersebut memang sangat tertarik untuk melihat reaksi Levine. Apakah dia akan marah, apakah dia akan mengatakan sesuatu yang mewakili kecemburuannya. Namun ternyata, Levine tidak se-ekspresif itu. Dia hanya diam dengan wajah yang selalu datar, seolah tindakan San pada Jennie barusan bukan apa-apa.

𝐌𝐑. 𝐂𝐀𝐒𝐒𝐀𝐍𝐎𝐕𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang