Membeku, selalu seperti itu. Setiap kali Levine mendekat atau menghapus jarak di antara mereka, Jennie selalu kehilangan kata-kata untuk disampaikan. Aura intimidatif Levine yang begitu kuat seakan membuatnya lupa, bahwa ia adalah gadis pembangkang yang seharusnya tidak tunduk semudah ini. Ia harus melawan. Paling tidak, untuk melindungi dirinya sendiri.
Namun, ketika kedua tangannya terangkat untuk mendorong bahu Levine, tangan itu justru ditahan dan dipindahkan untuk mengalung indah dileher sang lelaki.
"Girl, don't you realize something?" lirih Levine sembari menatap Jennie lekat-lekat. "Hari ini kau bersikap seenaknya padaku. Saat di luar tadi kau mendorongku, dan saat masuk ke kamar ini, kau menggeserku. Lalu, kemudian apa? Kau mengumpat padaku dua kali 'kan? Pertama di mobil, dan kedua di villa. Apa kau berani seperti itu karena aku hanya diam, atau karena kau sudah merasa paling jagoan, uhm?"
Jennie tak menjawabnya, ia justru balik bertanya dengan wajah menantang. "Lalu kau mau apa? Kita bertengkar?!"
Levine tertawa kecil. "Bertengkar di mana? Di sini?" tanya nya sembari melirik sekilas tempat tidur mereka. "That's a stupid thing, Baby Girl. Bukan itu yang di lakukan orang-orang di atas ranjang."
Levine pun kembali mendekat, hingga Jennie dapat merasakan pipi mereka bersentuhan. Sentuhan itu begitu pelan dan lembut sampai akhirnya berhenti ketika Jennie mendengar Levine mengirup wangi rambutnya kuat-kuat.
Masih dalam keadaan pipi yang saling menempel, Levine tampak berbisik di telinga Jennie. "My own smell is like this too, but why do I prefer smelling it on you?"
Menarik dirinya dari sang gadis, Levine pun tampak memperhatikannya dengan serius. Sementara Jennie yang berbaring di bawahnya hanya bisa tertegun.
"I already told you, my mouth is too sweet now."
"And what did you expect? That we would kiss?"
"Couldn't we?"
Sebenarnya jika Levine ingin mengedepankan ego, ia bisa saja mencium Jennie tanpa izin. Toh, yang kemarin juga seperti itu. Tapi untuk yang kali ini, Levine ingin mendengar sendiri izin itu keluar dari mulut Jennie. Ia ingin melihat, apakah di sini hanya dirinya pihak yang merasa tertarik.
"It's... just... a kiss, right?" tanya Jennie memastikan. Tangannya juga masih mengalung di leher Levine walaupun sebenarnya ia merasa enggan.
"Not like the kiss you imagined. Maybe I'll bite you too. Then, explore your mouth with my tongue and not just kissing you on the lips."
Penjelasannya itu pun membuat Jennie memalingkan wajah. "Minggir. Aku takut." ucapnya dengan nada pelan. Tangannya yang semula berada di leher Levine, perlahan mulai terlepas.
"Belum pernah melakukan hal-hal semacam itu?" tanya Levine kemudian.
"Belum."
"Mau belajar?"
Ia terus bertanya dengan nada lembut sampai akhirnya Jennie bersedia menatapnya kembali.
"Mau mengajariku?"
Di lihat dari karakternya, Levine tahu benar kalau Jennie tak akan memberinya izin secara gamblang. Tapi di balik pertanyaan itu, Levine mengerti. Bahwa Jennie ingin mencoba hal itu dengannya walau terbalut rasa ragu.
"I will teach you. But after you learn and good at it, don’t ever do it with another man. Understand?" tanya Levine dengan nada tegas.
"Yeah."
"Yeah what?"
"I understand, Daddy."
"Ouh, fuck! This personal assistant..."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐑. 𝐂𝐀𝐒𝐒𝐀𝐍𝐎𝐕𝐀
Romance"Silahkan pulang larut malam dan bertingkahlah seperti gadis nakal. Tapi jika kau tidur dengan lelaki lain, kau tahu, aku tidak akan tinggal diam saja 'kan, Sayang?"