Sahabat (2)

385 33 25
                                    

Haechan dibuat panik sebab Mark menelponnya beberapa kali dan sialnya handphone miliknya tidak aktif. Haechan berlari dari rumahnya ke rumah Mark, meski rumah mereka sampingan tapi bayangkan Haechan harus berlari dari atas kamarnya naik lagi ke tangga rumah Mark.

Cklek!

“Anjing! Ada apa woi!” teriak Haechan dengan nafas tersengal senggal.

“GUE DITERIMA!!!”

“Hah?”

“Gue nembak cewek, chan. Dan gue diterima!”

Deg

Kaki Haechan lemas, bukannya kabar itu harusnya membuat Haechan senang? Tapi kenapa hatinya sakit mendengarnya? Bahkan Mark begitu senang meloncat-loncat diatas ranjang karena cintanya diterima.

Mark menghampiri Haechan kemudian memeluknya, Haechan menyunggingkan senyumnya merasa bodoh saat ini.

“Gue seneng banget, chan! Dia tipe gue banget! Gue ga nyangka bakalan diterima!”

Saat Mark melepaskan pelukannya, Haechan langsung tersenyum kecil. Meski hatinya sakit ia tidak boleh egois, Mark berhak mendapatkan yang terbaik untuk dirinya.

“Cantik ga?”

“Cantik! Nih fotonya!”

Mark mengeluarkan ponselnya kemudian memperlihatkan foto seseorang perempuan, Mark membawa Haechan duduk dilantai kamar menghadap balkon. Haechan menyandarkan punggungnya di sisi ranjang berdampingan dengan Mark yang sibuk memperlihatkan foto pacarnya itu.

 Haechan menyandarkan punggungnya di sisi ranjang berdampingan dengan Mark yang sibuk memperlihatkan foto pacarnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Namanya siapa?” Tanya Haechan

“Nindi, cantikkan? Tipe gue banget Chan!”

Haechan mengangguk anggukkan kepalanya, matanya tak lepas dari foto itu. Telinganya mendengar curhatan Mark bagaimana ia menembak Nindi disebuah museum, jika dibayangkan akan sangat romantis.

“Dia satu kampus sama kita, jurusan psikologi.”

“Oh”

“Nanti gue kenalin sama Nindi, gue mau pendapat lo. Kemarin udah gue kenalin sama mama dan mama bilang cocok wkwk, jadi gue mau minta pendapat lo juga.”

Haechan terdiam, jemarinya bertautan entah kenapa hatinya panas mendengar fakta itu. Ingin sekali ia mengatakan yang sejujurnya tapi ia tak ingin hal itu akan membuatnya kehilangan Mark dan persahabatan mereka hancur begitu saja.

Haechan menoleh kesamping menatap Mark yang juga menatap dirinya, “buat apa pendapat dari gue?”

“Ya, kita kan satu selera.”

“Kalo gue bilang—

Haechan menjeda ucapannya, bibirnya keluh untuk berbicara.

—gue ga setuju? Emang lo mau tinggalin dia?”

collection of stories  (Markhyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang