Pagi yang cerah mengawali semangat anak laki-laki yang membara bagaikan api, sesuai dengan namanya, Blaze.
Blaze yang selalu mencolok sangat menyukai seragam musim panas. Dia bisa dengan mudah menggulung tangannya sampai ke bahu, membawa sandal ke sekolah, dan lebih mudah bergerak kesana-kemari. Blaze anak yang aktif, bisa dibilang hiperaktif. Dia punya 200% energi yang bisa dikeluarkan selama satu hari atau mungkin lebih. Buktinya saat ini dia sudah berteriak-teriak di dalam kelas sambil menunggu guru datang.
"Woyyy!!! Minjem kipas napa, gerah banget ini raja!!" Blaze berteriak sambil mengibaskan topi merahnya mencoba mendapat hembusan angin.
Teman-temannya di sekitar mengejeknya bahwa dia tidak keren, "yah gimana ini master api kalah sama panas."
"Yahhh, cemen lu Blaze!!"
"Mana katanya tahan 55°C? Ini belum sampe 35°C, kocakk!!"
Mendengar ejekan itu semua Blaze tidak terganggu, dia malah membalikan ejekan teman-temannya, "diem lu makhluk setengah jadi, liat napa seragam lu udah 3 kancing kebuka," balasnya sarkas.
"Idih parah banget lu otak api. Mending lah kita buka kancing, wajar panas... tuh lu liat kebelakang, si muka pucet masih pake dasi anjay, hahahahaha. Teladan banget ya lu Ais?"
Blaze menengok ke belakang, mengikuti teman-temannya yang tertawa melihat Ais, siswa dengan wajah pucat yang selalu diam seribu bahasa dan tertinggal karena tidak memiliki teman.
Blaze diam melihat sosok remaja itu. Wajahnya yang pucat bagai tembok putih nan mulus terlihat begitu kontras dengan pantulan cahaya matahari yang sedikit keemasan. Mata birunya yang tenang seperti air meninggalkan kesan haru bagi Blaze yang selalu tersenyum dan tertawa tanpa beban.
Jadi dia masih sendirian..
Sejenak dia bergumam sendiri, tidak mengeluarkan ejek dan tawa seperti teman-temannya yang lain dan hanya menatap Ais dari kejauhan.
— Kantin
Blaze hari ini tidak membawa bekal, jadi dia harus pergi ke kantin sendirian karena teman-temannya tidak asik, tidak mau berbagi dengannya.
"Gebetan aing yang bikinin, ogah ah beli roti aja sono," begitulah kira-kira alasannya.
Blaze tidak mau memikirkan masalah bekal itu. Jika dia punya uang, maka lebih baik langsung beli saja bukan?
"Bu, roti sosis satu, pizza mini satu, ultra mimi satu!" Blaze dengan cekatan memotong antrian orang-orang dan langsung membayar makanan yang baru saja dia ambil.
"Ya tong, 14 ribu," jawab si ibu kantin tidak kalah cepat.
"Nih bu, seribunya lagi air gelas."
"Iya tong. Ambil dua."
Setelah dia selesai membayar, matanya mencari tempat untuk makan. Kalau dia kembali ke kelasnya juga makanannya tidak akan habis semua. Membayangkannya saja dia tidak ingin hal itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Boy (少年レイ) | Boboiboy Temperduo song-fiction
Hayran KurguTeringat kembali, suara bising jangkrik di musim panas dan dirimu yang tidak pernah kembali. Gantungan kunci kita yang terlempar berdenting dengan rel membawanya ke ruang hampa yang abadi. Wajah pucat mu yang kontras dengan teriknya hari itu, membi...