4

50.5K 2.5K 13
                                    

4

Kejadian kemarin pagi, di mana Azalea meloncat ke punggung Xavier, berakhir dengan Xavier yang berhasil membanting Azalea ke sofa. Xavier memang sempat berjalan kembali ke sofa hanya untuk menjatuhkan Azalea di sana.

Xavier adalah suami yang tak peduli dengan Azalea. Bahkan untuk urusan memasak Xavier hanya akan memasak untuk dirinya sendiri. Untung saja Azalea bisa memasak sekadar telur dadar.

Dua cara yang Azalea lakukan kemarin pagi itu tak ada hasilnya. Dia tak bisa berhadapan dengan tipe laki-laki seperti Xavier. Tipe laki-laki Azalea adalah penyabar. Makanya, jika laki-laki yang berhadapan dengan Azalea membuatnya sebal, maka Azalea akan menjadi lebih menjengkelkan dari laki-laki itu.

Xavier itu wajahnya saja yang datar saat bicara dengan Azalea, mulutnya tidak. Pedas dan banyak menegur!

Tak ada yang bisa berjalan dengan baik. Azalea sudah berniat untuk bersikap anggun seperti Elena agar Xavier tertarik padanya. Di cerita Possessive, Xavier tak pernah melukai Elena secara fisik, tetapi melukai Elena secara mental dengan sikap posesifnya itu. Karena mental Azalea tahan banting, dia yakin bisa melewati lika-liku yang dihadapi Elena di novel itu.

Azalea memang bertekat untuk menjadi perempuan yang tenang, anggun, dan berwawasan luas seperti Elena, tetapi saat memasuki ruang kerja Xavier, Azalea malah berbaring di sofa sambil menekuk satu kaki dan kemudian memainkan game online di ponselnya.

Sulit menjadi Elena. Tersisa satu cara lagi. Cara yang paling ampuh agar dia tak mati setelah cara-cara sebelumnya gagal, yaitu membuat Xavier dan Elena tidak pernah bertemu untuk selamanya.

Karena jika mereka berdua bertemu, maka tinggal menghitung waktu saja Azalea akan mati.

Xavier membuka kacamatanya dan menatap Azalea dengan tatapan datar yang menyembunyikan segala ekspresi. "Keluar dari ruangan saya." 

"Nggak mau. Bosen gue sendirian di kamar," kata Azalea tanpa melirik laki-laki itu, tetapi karena pandangan mata manusia luas, dia masih bisa melihat apa yang Xavier lakukan, yaitu memijit pangkal hidung. 

"Ini sudah peringatan ketiga, Azalea."

Tak mengindahkan perkataan Xavier, Azalea mengubah posisi menjadi telungkup. Kedua ibu jarinya terus menggeser layar ponsel. Kedua kaki belakangnya terangkat dan terayun bergantian. "Gue mau kuliah. Kuliahin gue, dong. Lama-lama gue jadi boneka beneran kalau cuma terkurung di penthouse lo."

"Biasanya kamu juga foya-foya ke mal. Belanja. Dari kemarin diam aja di rumah?"

"Percuma ke mal, tapi sendirian! Makanya gue mau kuliah. Biar bisa dapat circle pertemanan baru. K. U. L. I. A—"

"Belakangan ini kamu berbeda dari biasanya. Apa karena cara sebelumnya gagal, kamu jadi pakai berbagai cara yang bertolak belakang dengan kamu yang dulu?" Xavier sudah berada di samping Azalea dan merampas ponsel milik perempuan itu. "Handphone kamu saya sita. Main game nggak baik buat kamu."

"NO! Itu temen gue satu-satunya!" Azalea berdiri dan berusaha merampas ponselnya yang diangkat Xavier tinggi-tinggi. "Siniin! Gue panjat lo, mau?!"

Xavier menaikkan alis. "Coba saja kalau berani?"

Azalea mengernyit. Dia terdiam sesaat. Memikirkan apa yang kira-kira ada di benak Xavier saat ini. Bukankah Xavier telah melihat betapa nekatnya kemarin Azalea melompat ke punggung laki-laki itu seperti monyet gila?

Xavier kembali ke kursinya dan duduk di sana. "Handphone kamu. Saya aktifin mode anak-orang tua. Jadi, mulai sekarang apa pun yang kamu lakukan akan saya batasi."

"Memangnya gue anak lo?" Azalea menghentakkan kaki kanannya ke lantai. "Lo masih anggap gue bocah? Memangnya, sebelum sebelumnya yang gue berusaha deketin lo dengan pakaian seksi," tentu ini dilakukan Azalea asli, "apa artinya semua itu?"

"Kan saya sudah bilang, nggak tertarik dengan bocah bau matahari."

Azalea menggeram. Bocah bau matahari itu hanya julukan untuk Azalea dari Xavier karena di mata laki-laki itu Azalea adalah bocah hanya karena perbedaan umur enam tahun. Meski Azalea memakai parfum satu ember di badan, Xavier tetap menjulukinya bocah bocah bau matahari. Tipe perempuan Xavier adalah perempuan anggun, dewasa, dan tenang seperti Elena. Elena bahkan lebih tua satu tahun dari usia Xavier. Perbedaan sifat Azalea dan Elena bagaikan langit dan bumi.

Hanya dengan hotspant denim dan kaos putih oversize yang sedikit menerawang hingga bra hitamnya sedikit tercetak, Azalea mendekati Xavier yang tengah sibuk dengan dua ponsel. Dia membelakangi Xavier dan Xavier menghentikan aktivitasnya. Azalea mendaratkan bokongnya di paha Xavier dan segera mengalungkan tangannya di leher laki-laki itu.

Bibir Azalea yang hanya dilapisi lip balm, maju sesenti dengan sensual sambil mengedipkan mata."Ummach."

Sang suami hanya menatapnya datar, tetapi entah kenapa tak segera melempar Azalea ke lantai.

"Kok diem? Baru sadar dengan kecantikan gue, Mas suami?" tanya Azalea sembari mengedipkan sebelah matanya sekali lagi. Kedua tangannya turun, meraba-raba dada Xavier yang hanya terbalut kaos hitam untuk memegang dada laki-laki itu. Kapan lagi?

Namun, tangan Azalea terlalu turun. Hingga dia tak sadar memegang sesuatu berbentuk aneh yang terbungkus celana dan membuat perempuan itu membeku.

Xavier mengernyit. Ada sedikit kemarahan di ekspresinya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Uwah!" Azalea yang sempat nge-freeze akhirnya sadar dan mengangkat kedua tangannya seperti baru saja ditodong pistol oleh polisi. "G—gue kira ngapain lo naruh ulekan gede di situ ...? Ternyata anu...." Azalea menyengir kaku. "Hehe. Nggak sengajar Beneran!"

[]

AZALEA - My Psychopath Husband is Male Lead, but I am an ExtraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang