13

45.7K 2K 7
                                    

13

Untunglah Azalea punya foundation mahal yang bisa menkover dua bekas merah yang sengaja Xavier tinggalkan di lehernya.

Ternyata, salah satu alasan mengapa Xavier memilihkan kampus ini untuk Azalea adalah karena Xavier melewati jalan ini saat berangkat ke kantornya. Itu jika Azalea masuk pagi. Xavier tak mengatakan apa-apa tentang bagaimana Azalea pulang.

Setelah mobil Xavier pergi tadi pagi, Azalea membuka cincin nikahnya dan menaruhnya ke dalam kalung yang dia pakai. Azalea tak mau menjadi perhatian orang-orang sebagai mahasiswi yang sudah menikah.

Azalea mendapatkan teman pertamanya, di jurusan yang sama, bernama Camilla. Mengingatkan Azalea pada sahabatnya, Camellia. Meski dari segala hal mereka berbeda kecuali nama yang hampir mirip, Azalea sudah senang hanya karena nama itu.

Kampus ini diisi oleh orang-orang dari keluarga kaya. Termasuk Camilla. Dia memiliki mobil mewah berwarna merah, mengingatkan Azalea pada mobil Rosaline yang hancur.

Ah, Azalea rindu berat pada teman-temannya.

"Di sini, kalau lo salah dalam memilih teman, lo bakalan terjerumus ke pergaulan bebas." Camilla berbisik di sampingnya saat mereka duduk di bangku koridor, memandang mahasiswa-mahasiswi yang tak lagi bisa dibedakan mana MABA mana yang sudah senior. Pakaian mereka mahal-mahal. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Seperti mahasiswi yang diam-diam Azalea pandangi sekarang, rambut ikalnya itu terlihat seperti alami, tetapi sebenarnya hasil catokan di salon terkenal.

Bedak para mahasiswi di sini terlihat alami sekali. Tak ada mahasiswi yang tidak berdandan. Bahkan beberapa mahasiswa berwajah mulus, aktif menggunakan skincare khusus laki-laki.

"Pergaulan bebas?" Azalea mendekatkan mulutnya di telinga Camilla. "Narkoba, seks bebas?"

Camilla mengangguk sembari menaruh telunjuk di depan bibir. "Jangan keras-keras. Lo juga jangan buka-bukaan soal hal ini ke yang lain. Pokoknya jangan. Mereka itu rata-rata anak pejabat. Bisa bayar hukum kalau nggak rame kasusnya."

Azalea mengernyit. Masa sih Xavier melemparkannya ke universitas seperti ini? Laki-laki itu sengaha, ya? "Tapi lo buka-bukaan ke gue?"

"Soalnya gue yakin lo anak baik-baik." Camilla mengedipkan mata. "Sulit cari teman yang tepat di sini. Oh, ya. Nanti lo pulang sama siapa? Dijemput? Gue sendirian, sih, mau nebeng? Nebeng, ya! Gue kesepian di mobil."

"Serius?" Azalea menimbang-nimbang. Xavier juga tak mungkin menjemputnya dan tak membahas sopir. Artinya menyuruh Azalea pulang sendiri. "Boleh! Makasih, ya!"

Camilla berdiri dan menariknya. "Kelas berikutnya."

Tempat mereka duduk berada di dekat kelas berikutnya. Langkah Azalea terhenti ketika seseorang di ambang pintu kelas menghalang tepat di depan Azalea. Camilla bahkan bisa lewat, tetapi Azalea tidak laki-laki dengan tindik di satu telinganya itu sengaja menghalau jalannya beberapa kali. Setiap Azalea ke kanan, laki-laki itu ke kiri. Menghalangi jalan Azalea, dengan sengaja mencari perhatiannya.

"Cewek yang waktu, kan. Ternyata lo kuliah di sini?"

Laki-laki yang di supermarket! Azalea teringat perkataan Camilla tadi. Benar, kan, aura laki-laki ini seperti laki-laki yang senang dengan pergaulan bebas? Azalea pura-pura saja tidak mengingatnya.

"Siapa, ya?" Lalu Azalea menunduk setelah menggumamkan itu, berniat memasuki kelas karena Camilla telah menarik tangannya dari dalam kelas, tetapi laki-laki bertindik itu menghalangi jalan Azalea.

"Nama gue Levin. Tahun ketiga alias semester lima." Levin mengedipkan matanya, membuat Azalea bergidik. "Salam kenal."

"Bisa minggir nggak? Teman gue nggak nyaman." Camilla berbicara di belakang Levin.

"Dia nggak bilang nggak nyaman." Meski Levin bicara pada Camilla, laki-laki itu tetap memandang Azalea dengan senyuman. "Memangnya lo bodyguard-nya?"

Camilla melepaskan tangan Azalea. Tangan Camilla menarik lengan Levin ke punggung, menarik paksa laki-laki itu hingga tubuh bagian depan Levin menghantam dinding.

Azalea membelalak. Apa Camilla jago bela diri? Tetapi yang terpenting sekarang adalah dia menghadapi Levin. Bagaimana jika pulang kuliah nanti, Levin bersama teman-teman nakalnya menghadang mereka, lalu menyiksa Camilla dan Azalea?

Itu akan menjadi hal mengerikan lainnya selain akan dibunuh Xavier seperti dalam novel!

"Udah, Illa!" Azalea memegang lengan Camilla, menarik pelan perempuan itu yang masih menahan Levin ke dinding. Laki-laki itu terlihat meringis dan tak bisa lepas dari Camilla.

"Ya udah. Kalau lo yang bilang." Camilla baru melepaskan Levin hingga laki-laki itu meringis kesal. Camilla menarik tangan Azalea menuju bangku bagian tengah. "Yuk."

Azalea melirik Levin diam-diam. Laki-laki itu sedang menepuk-nepuk baju bagain depannya sembari tersenyum miring pada Azalea. Azalea segera membuang muka.

Lihat itu. Tampang Levin seperti tampang-tampang laki-laki nakal yang suka menghamili anak orang, lalu kabur tanpa mau tanggung jawab.

[]


a.n:

Baca lebih cepat di karyakarsa: kandthinkabout https://karyakarsa.com/kandthinkabout

AZALEA - My Psychopath Husband is Male Lead, but I am an ExtraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang