BAB 9

110 5 0
                                    

         Jeffandra di sini sekarang. Di satu meja yang sama dengan Ciara, berdua dengan gadis itu. Menikmati nuansa pesta pertunangan Adelard Antonio Laurence dan Bleza Amargatha. Tidak, tidak. Ciara yang menikmati tapi tidak dengan Jeffandra. Sudah lihat pemberontakan halusnya untuk pergi dari sini tadi, kan? Cowok itu benar-benar tidak bisa terlibat ke dalam pesta dan segala rangkaian yang termasuk di dalamnya. Ini benar-benar memuakkan. Tapi tadi itu memalukan. Jeffandra seperti baru saja kehilangan harga dirinya meski pun Antonio hanya tak sengaja melucutinya. And as you can see, dia tertahan di ruang ini lagi. Ruangan yang tadinya benar-benar tidak ingin Jeffandra tapaki sama sekali jika bukan karena kepiawaian putrinya Antonio.

         “Kamu gak mau minum, Kak?” Ciara mengangkat gelasnya, menunjukkan itu pada Jeffandra, seolah menawarinya untuk minum bersama. Ekspresi di wajahnya masih segar seperti sebelum-sebelumnya. Tentu saja karena putri Antonio tidak tahu menahu apa yang terjadi di belakangnya dan dia tidak terlibat di sana. “Ini enak, lho.” Menyesap red juice di genggaman tangannya, menawari sekali lagi dengan ekspresi ceria tanpa dibuat-buat. “Kamu harus coba.”

         “I'm not thirsty.” Jawaban yang diucap Jeffandra. Tidak ada raut tersinggung yang bahkan Jeffandra harap akan turut di reaksi gadis itu selepasnya. Dia malah semakin lebar tersenyum dan semakin gencar juga melakukan pendekatan dengan Jeffandra melalui interaksi yang sedang dibangunnya.
         
        “Kalau gitu ngemil. Sayang banget kalau makanan sebanyak ini enggak disentuh sama sekali,” lanjut Ciara lagi. “Kamu belum makan apa-apa, kan, sejak pagi?”

         Jeffandra mendengkus. Jamuan di meja memanglah sangat-sangat banyak bahkan beragam bagi Jeffandra yang rasanya asing saat menemukannya. Tapi tidak ada satu pun makanan atau bahkan minuman yang menarik nafsunya di sana. “I'm not hungry.”

        Mata bulat Ciara semakin membulat saat membola. “Serius? Emangnya perut kamu enggak bunyi gitu, Kak? Masa iya enggak lapar, sih.” Ciara cepat meralat ucapannya saat menatap Jeffandra kembali. “Maksud aku... enggak ada rasa lapar sedikit pun, gitu?”

        Jeffandra mengangguk yakin. “I can even live without food for a day if you want to know.”

        Mata Ciara membulat lagi. “Wah....” Kagum padanya. “Kalau aku sih bisa enggak makan nasi. Tapi kalau enggak makan apa pun .... ” Ciara mengembuskan napasnya keras bersama bibirnya yang mencebik selepasnya. “Aku rasa aku bisa pingsan.”
       
        Jeffandra terkekeh singkat, itu adalah tanggapan sarkas jika pernyataan putri Antonio benar-benar kosong untuk didengarkan. Tapi gadis itu justru semakin mengembang tersenyum seolah-olah ucapannya memang menghibur bagi Jeffandra. Meski pun dia tidak berniat menghibur.

        But it's okay. Jeffandra mungkin bisa bilang jika dia tidak tertarik dengan lontaran kata-katanya. Akan tetapi, gestur gadis itu, dan setiap ekspresi yang tercipta di sana, Jeffandra tidak munafik jika dia tertuju pada itu sejak tadi.

       Jeda cukup lama digunakan Ciara untuk menelisik sekitar, masih bersama senyumannya. Seneng banget, ya, bisa lihat Papa sama Mama kita udah saling bertunangan?” keantusiasan gadis itu masih kentara hingga kini bahkan ketika Antonio dan Bleza tidak sedang di hadapannya.

          “Ya.” Jeffandra menjawab sekenanya, sebenarnya—tidak dengan benar-benar menggunakan emosinya lagi karena cowok itu sungguh muak sekarang. Jeffandra mulai bosan dengan hiruk-pikuk pesta ini. Rasa ingin menghilang dan tenggelam itu semakin kuat menancap dalam dirinya.

        Namun sedikit bertabrakan dengan egonya, lagi-lagi. Jeffandra justru menyandar punggungnya ke kursi dengan tidak hentinya menatap aktivitas Ciara saat dia mulai meminum red juice atau memakan camilannya. Berbagai macam pikiran spontan  memenuhi kepalanya yang berisik detik itu.

        Jeffandra tahu putri Antonio tidak bodoh. Sikap memanjakan dari kakaknya yang mungkin membuat gadis itu jadi seperti ini. Bervibes positif padanya, apa mungkin sebenarnya juga pada orang-orang yang ditemuinya? Ciara sepertinya tidak sedikit pun menganggapnya mengancam sebagaimana Antonio merasa terancam. Meski pun itu hanya manipulasi.

        Oh wait....Will you dance with me?” Jeffandra tidak boleh terjebak. Kita tidak akan tahu jika anaknya bisa saja lebih picik dan manipulatif dari sang ayah.

        “Now?”  jawab Jeffandra pada ajakan Ciara. Gadis itu sudah berada di hadapannya dengan mengasongkan tangan. Oh... dia mencibirnya, mengikuti Jeffandra yang terkadang menggabungkan dua bahasa ketika berucap. Terdengar dari nada bicara dan juga ekspresi mencibir di wajahnya.
    
        “Kapan lagi? Lagunya terus berputar.”

         Well, Jeffandra memang sial. Dengan mudahnya, dia mengabulkan ingin sang Tuan putri. Jika pun itu dengan hoodie yang sengaja dia tudungkan ke kepalanya, fuck that. Cowok itu menarik pinggang Ciara cepat dan terakhir, memintanya untuk melingkarkan tangan di leher, sehinga hanya hidung keduanya yang bersentuhanlah yang menjadi jarak untuk keduanya.

***

         Jeffandra kacau. Mungkin sebentar lagi beranjak menggila. Beberapa menit lalu, di kekhidmatan acara berdansanya dengan Ciara, Jeffandra mendapatkan telepon dari Steven. He said urgently. Untuk itu, Jeffandra pergi dari Ciara dan segera menjawab panggilan. Sial, dia berakhir di sini. Setelah kabar tidak mengenakan yang dibawa Stev, lalu setelah sebelumnya sempat melihat sang mama yang ternyata sedang berpelukan mesra dengan Antonio, kepala Jeffandra rasanya ingin meledak sekarang.

         Tuts yang ditekan dengan sembarang adalah bentuk pelampiasannya, oh tidak... Jeffandra ingin membanting pianonya hingga hancur. Napasnya memburu hebat di ruangan gelap ini. Menjambak rambutnya, Jeffandra sungguh-sungguh muak dengan semuanya.

       Stev bilang, William hari ini tidak lagi hanya membuat kekacauan. Pria itu makin membuat ulah dengan melukai orang tongkrongannya. Seperti ucapan Steven hari lalu, kekhawatirannya terjadi. William mungkin belum melukai secara lebih, tapi itu pasti akan terjadi cepat lambat jika si brengsek itu tidak segera diringkus.

         Jeffandra benci mengakuinya, tapi dia tidak mau William sampai tertangkap. Not only. Tidak hanya dipenjarakan, Jeffandra ingin William sengsara, hukumlah sesadisnya atau mati sajalah sekalian karena ketidakbergunaannya. Fuck dogs like you!

        “Kak....” Jeffandra masih belum dapat menstabilkan emosinya saat suara itu datang dari arah depannya. Suara Ciara. Dan gadis itu memang suka sekali datang di waktu-waktu tidak tepat seperti yang sudah-sudah. She's stubborn. “Kenapa di sini sendirian?” Jeffandra dapat merasakan langkah kaki yang berderap ke arahnya diikuti decakan saat penampakan gadis itu telah sempurna di hadapannya. “Kamu selalu aja betah di kegelapan.”

        Jeffandra mengikuti pergerakannya. Gadis itu hingga di sampingnya dan duduk di sana. “Lagi main dengan piano?” tatapan sebal beberapa menitnya secara ajaib berubah menjadi tatapan teduh tapi juga sendu di mata Jeffandra.

        Jeffandra mengalihkan pandang. Meski dalam kegelapan, tatap lekat milik Ciara akan dengan mudah menembus manik matanya dan Jeffandra tidak ingin itu terjadi. Gadis itu akan melemparinya dengan seribu pertanyaan jika dia sampai melihat wajahnya yang kentara dengan emosi saat ini.

       Jeda sempat melibatkan keduanya, hingga Jeffandra dapat merasakan Ciara lebih rapat dengannya—mendaratkan kepala di bahunya. Ketika itu, segenap rasa gusarnya seperti perlahan-lahan lebur bersama keheningan. “Dulu Kak Gio juga suka mainin piano buat aku,” dan yeah, Jeffandra tidak mungkin tidak tertarik saat gadis itu mulai bersuara. “Dia seneng banget nyanyiin aku lagu kesukaannya yang jadi lagu kesukaan aku pada akhirnya.”    

       Kebetulan sekali bukan? Ah, tidak. Sudah berapa kali keberuntungan Jeffandra dapat hanya atas menyebutkan nama Gio di sana. “Aku jadi kangen banget sama dia. Aku kangen setiap cerita dan perlakuan spesialnya buat aku.”

       Jeffandra hening dalam waktu cukup lama. Sebelum terusik, tangannya terangkat. Bukan untuk mengusirnya dari kegelapan ruangan ini dan keheningannya yang hampir Jeffandra benci karena si pria brengsek—William, atau Antonio dengan segala tindakannya. Tapi untuk menyambut Ciara masuk lebih dalam lagi pada pelukannya. Di sana.

     Di dadanya yang akan menghangatkan gadis itu bersama sentuhannya.

***

5 Agustus 2024.

JEFFANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang