Chapter 2

233 24 0
                                    

Jennie POV

Aku bangun jam enam pagi. Ini adalah waktu ku yang biasa untuk bangun karena aku biasanya membersihkan rumah sebelum aku berangkat sekolah; bangun tidak mengganggu ku lagi. Kami berdua tertidur di lantai tadi malam jadi aku dengan lembut menggeser Rosé ke dua bantal yang ku letakkan di lantai. Menarik selimut di atas bahunya, aku berjinjit di sekitar Rosé dan keluar ke dapur. aku menjentikkan ketel saat aku berburu di sekitar lemari untuk mug dan kantong teh.

"Lemari di sebelah kananmu."

Aku melompat dan berbalik untuk melihat Jisoo duduk di bar sarapan sambil tersenyum. Dia telanjang dada dan aku menatap dadanya yang terdefinisi dengan baik yang membuat hatiku berdebar dan diriku meneteskan air liur. Dia menggosok matanya dengan tangannya yang besar tapi lembut saat dia menyeka tidur dari matanya. aku merasa sangat sadar diri tentang diri ku sendiri saat aku berdiri di dapurnya dengan pakaian dalam ku dan salah satu kaos Roseanne. aku merasa merinding naik di atas kulit ku dan menggigil mengalir di tulang belakang ku saat matanya menatap ku lagi. aku menyilangkan lengan ku dengan canggung melintasi tubuh ku untuk mencoba menutupi diri ku sendiri. Jisoo bahkan tidak menyadarinya.

"Terima kasih," aku tergagap, berbalik, "Kamu ingin sesuatu?"

"Kopi tolong," dia menguap.

"Hitam?" aku bertanya.

"Kamu ingat," dia tertawa.

"aku selalu dijinakkan," jawab ku.

"Benar," dia tersenyum, "Kenapa kamu bangun pagi-pagi sekali?"

Aku mengangkat bahu, "Alarm bagi ku adalah pukul tiga pagi bukan pukul enam. Ayah menyuruhku bangun pada waktu ini setiap pagi untuk membersihkan rumah dan membuat teh sebelum aku berangkat ke sekolah."

Dia menghela nafas, "Dia seharusnya tidak memperlakukanmu seperti pelayan."

Aku mendengus, "aku tidak tahu bedanya. Sejujurnya aku menikmatinya."

Dia menatapku, "Kamu orang yang cukup penurut, bukan?"

Aku tersipu dan merindingku tumbuh, "Kurasa."

Ada keheningan di antara kami. Aku bisa merasakan matanya menatapku. Yang bisa ku lakukan hanyalah memeluk bahu dan menatap lantai. aku bisa merasakan perona pipi naik di pipi. aku tahu pasti bahwa Jisoo memandang ku tidak lebih dari sahabat putrinya, tetapi jika dia hanya tahu efek yang dia miliki pada ku. aku bisa merasakan kehangatan di pipi ku namun aku merasakan menggigil di tulang belakang ku, seperti seseorang telah menuangkan es ke tubuh ku. Untungnya, ketel selesai mendidih dan aku dengan cepat berbalik untuk menuangkan cairan ke dalam cangkir. Bahkan saat aku berjalan ke lemari es, aku bisa merasakan matanya tertuju pada ku. Aku perlahan-lahan melewatinya cangkirnya dan jari-jari kami bersentuhan sesaat.

"Terima kasih Jen," kata Jisoo dengan dingin.

Aku mengangguk, "Tidak masalah."

Aku perlahan bergerak dan duduk di sebelahnya di bar sarapan. aku tidak tahu mengapa tetapi tubuh ku telah mendesak ku untuk melakukannya. aku merasakan tubuh ku tegang dan aku mengunci jari-jari ku di sekitar cangkir. aku menatap sebentar ke arahnya untuk melihat dia memperhatikan ku lagi.

"Aku menusuk pusarku selama musim panas," gumamku.

Jisoo mengangkat alisnya, "Aku ingin melihatnya suatu hari nanti." Aku melirik ke arahnya dan dia batuk sedikit, "Jika itu terinfeksi atau ada masalah yang datang saja padaku."

Aku mengangguk.

"Kamu mau sarapan?" Dia bertanya.

Aku mengangguk.

My Best Friend's Dad • Jensoo IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang