❣️Chapter 7❣️

9 0 0
                                    


Setiap hari Minggu, john akan selalu mengajak Thalassa berziarah ke makam ibu, kakek dan nenek uyut nya di Bogor sembari bersilahturahmi ke - 6 saudara-saudaranya. Dari kecil Thalassa memang sering berziarah dan bermain di pemakaman khusus anggota keluarganya.

Kakeknya, Leonard, selalu duduk di kursi plastik, Sembari mengawasi cucunya yang sedang asyik bermain dan memetik bunga dengan gelak tawa ceria yang terpampang jelas di bibirnya.

Namun, suatu hari, ketika Thalassa sedang bermain di sekitar pemakaman, ia melihat bahwa semua bunga yang ia petik minggu lalu di makam neneknya telah layu. sedangkan Di sebelah makam nenek, terdapat banyak bunga kamboja segar yang baru saja terjatuh dari pohonnya.

Tanpa berpikir panjang, Thalassa segera memindahkan beberapa bunga dari makam saudaranya ke makam neneknya. Ia tidak tahu bahwa tindakan tersebut membuat roh di makam saudaranya kesal.

Beberapa menit kemudian, Uwak Erland datang berniat meminjam motor dari ayah John, dan tentu saja, John mengizinkannya. Setelah puas bermain, Thalassa segera masuk ke rumah kakek melalui pintu dapur.

Namun, waktu berlalu, dan Uwak Erland tak kunjung datang. Keluarga Thalassa pun terpaksa menunggu hingga tengah malam. Thalassa ingat betul bagaimana mereka harus menunggu hingga jam 00:00 WIB, jongkok berjam-jam di samping jalan depan area pemakaman anggota keluarga John.

Dengan wajah bosan dan kesal, Thalassa yang duduk di pangkuan ayahnya ngerengek meminta untuk Segera pulang.


"Ayah, di mana Uwak Erland? Aku sudah sangat mengantuk," keluhnya.

"Sabar, ya nak. Uwak Erland lagi dalam perjalanan, sebentar lagi mungkin sampai," jawab John, berusaha menenangkan putrinya.


Ketika Thalassa sedang Ngerengek meminta pulang, dari ujung matanya, ia melihat seperti ada seseorang yang berdiri tegak di bawah dahan pohon yang rimbun, seseorang itu berdiri tepat di antara makam nenek dan makam saudaranya.

seseorang itu cukup tinggi, tetapi anehnya, seluruh tubuhnya diselimuti kain putih, bahkan wajahnya juga tertutup rapat oleh kain tersebut.

Pemakaman itu sangat gelap, tak ada satu pun cahaya yang menerangi jalan setapaknya maupun area pemakamannya. Namun, anehnya, Thalassa bisa melihat dengan sangat jelas.

seseorang itu terus memperhatikan Thalassa selama berjam-jam. Meski rasa penasaran mulai menyelinap, Thalassa sama sekali tidak merasa takut.

Dalam pikirannya, dia menganggap yang dilihatnya hanyalah seorang manusia biasa. Dia tidak menyadari bahwa sosok yang terus memperhatikannya adalah sesosok pocong.

Waktu berlalu, dan akhirnya, setelah beberapa jam menunggu, Uwak Erland pulang. Thalassa dan keluarganya bersiap untuk berpamitan pulang.

Namun, saat mereka berjalan menjauh, rasa dingin tiba-tiba merayap di sepanjang tulang belakang Thalassa, seolah ada sepasang mata yang terus mengikutinya hingga mereka pergi.

•••••

Suatu malam, Thalassa mengalami mimpi yang begitu nyata, seolah-olah ia kembali berjumpa dengan kakak sepupunya yang telah pergi merantau ke Riau.

Dalam mimpi itu, Thalassa berada di sebuah taman luas di tengah hutan. Taman itu tidak ramai, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang, dan suasananya begitu teduh serta adem. Angin sepoi-sepoi mengibaskan rambut indahnya.

Thalassa duduk termenung di salah satu bangku taman, menikmati ketenangan di sekelilingnya. Tiba-tiba, ia melihat sebuah siluet pria yang berjalan mendekat dari kejauhan.

Narnia - precognitive dreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang