❣️Chapter 9❣️

7 0 0
                                    


Siang itu begitu cerah Thalassa baru saja pulang dari Taman Kanak-Kanak. Seperti biasa, ibunya Rosmery menjemput dengan senyum lembut.

Thalassa menceritakan dengan penuh semangat bahwa sekolahnya telah mengumumkan rencana study tour ke wisata manasik haji, dan ia sangat antusias untuk ikut. Namun, hari itu berbeda. Di tengah perjalanan pulang, telepon dari keluarga di besar dikampung mengubah segalanya.

Ibunya menerima kabar buruk bahwa kakak sepupu yang sangat disayangi Thalassa, yang telah berjanji akan pulang dari Riau dengan sehat, ternyata telah pergi untuk selamanya.

Kabar itu begitu mengejutkan dan memilukan. Thalassa tidak mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, tetapi ia tahu sesuatu yang buruk telah terjadi.

Tanpa membuang waktu, ibunya segera memesan dua tiket bus untuk pulang ke kampung halaman mereka. Dalam perjalanan, Thalassa terus duduk diam, masih berusaha memahami kabar yang baru saja diterima. Ibunya terlihat muram, dan suasana dalam bus begitu sunyi.

Sesampainya di kampung halaman, hari sudah menjelang subuh. Mereka berjalan menuju rumah keluarga besar, dan Thalassa melihat begitu banyak orang berkumpul. Ia tidak tahu bahwa semua orang ini datang untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakak sepupunya.

Pukul delapan pagi, ibunya mengajak Thaassa itu ke rumah Budeh kita sebut saja bude bawah karena rumahnya ada dibawah lereng.

Kali ini, mereka masuk melalui pintu depan—sesuatu yang tidak biasa mereka lakukan. Lebih aneh lagi, semua pintu rumah terbuka lebar, dan bendera kuning tergantung di sepanjang jalan. Thalassa mulai merasa ada yang tidak beres.

Saat ia hendak melangkah ke dalam rumah, seorang ibu-ibu menghentikan langkahnya. "Anak kecil tidak boleh masuk," katanya lembut, menyuruh gadis itu untuk duduk di tangga. Dengan wajah polos, gadis itu menurut, meski hatinya penuh rasa ingin tahu dan kecemasan.

Ia duduk sendirian, memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang  satu per satu orang-orang mulai meninggalkan rumah. Betapa terkejutnya ia ketika melihat kakak sepupu yang sangat ia rindukan terbaring kaku di atas kasur, wajahnya pucat, dan mulutnya terus mengeluarkan busa.

Thalassa ingin mendekat, ingin bertanya, tetapi ia takut dimarahi. Jadi Ia hanya bisa menunggu duduk diam di tangga, berharap ada yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

saat sedang menunggu, tanpa sengaja Thalassa mendengar Ibu-ibu sedang bergosip tentang kakak sepupunya. bahwa kakak sepupunya meninggal di Rantauan karena diracuni oleh temannya, karena saat itu masih kecil Thalassa tak mengerti makna meninggal dan diracuni. jadi dia hanya menghiraukannya Saja.

Tak lama kemudian, ia menyaksikan kakak sepupunya diangkat, diberi kain putih, diikat, dan dimasukkan ke dalam sebuah sangkar besi. Thalassa tidak mengerti mengapa kakak Sepupunya diperlakukan seperti itu. Hatinya mulai dipenuhi oleh ketakutan dan kebingungan.

sangkar besi itu kemudian dibawa keluar oleh empat orang, dengan banyak rombongan mengikuti di belakang sambil mengucapkan kalimat yang diulang-ulang.

Thalassa ingin sekali mengikuti, tetapi lagi-lagi ada yang melarang kali ini ibunya yang melarang. "Nanti, saat kamu sudah besar, kamu bisa mengunjunginya," kata ibunya dengan suara lembut tetapi terasa sedih.

Thalassa merasa kesal. Sejak tadi, ia selalu dilarang tanpa diberi penjelasan apa pun. Ia hanya ingin tahu, ingin mengerti, mengapa kakak sepupunya yang begitu ia sayangi harus pergi dengan cara yang begitu aneh dan mengapa ia tidak diizinkan untuk ikut.

Tapi dalam hatinya, Thalassa tahu bahwa hari itu adalah hari yang tidak akan pernah ia lupakan. Sebuah hari di mana ia pertama kali merasakan kehilangan yang mendalam tanpa benar-benar memahami apa itu kehilangan.

Malam itu, setelah kejadian yang begitu menguras emosi, rumah Bude di desa menjadi semakin ramai. Warga desa berdatangan, dan lantunan doa terdengar tanpa henti.

Suasana malam itu terasa mencekam, terlebih dengan hawa dingin yang menusuk. Di tengah keramaian dan keheningan yang bergantian, Thalassa yang kelelahan akhirnya tertidur.

Ketika ia terbangun, Thalassa merasa bingung dan terkejut. Ia mendapati dirinya sudah berada di dalam kamar yang telah disediakan untuknya, dengan selimut hangat menyelimuti tubuhnya.

Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di kamar itu, dan semua yang terjadi terasa seperti mimpi buruk yang samar-samar.

Thalassa dan ibunya menginap di kampung selama tiga hari. Selama itu, Thalassa masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Ia melihat banyak orang datang dan pergi, mendengar bisikan-bisikan dan lantunan doa yang terus mengalir. Namun, pertanyaan yang ada di dalam hatinya tetap belum terjawab.

Setelah tiga hari yang terasa begitu panjang, mereka akhirnya kembali ke Depok. Perjalanan pulang terasa hampa bagi Thalassa, seolah meninggalkan sebagian dari dirinya di kampung. Ia kembali ke rutinitas sehari-hari, tetapi kenangan tentang kakak sepupunya dan kejadian di kampung itu tetap tinggal, menjadi bagian dari ingatan yang akan selalu ia bawa.

•••••

•••••



</NEXT

Narnia - precognitive dreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang