Heng bersiap-siap untuk mengangkat telponnya dengan menghembuskan napas kasarnya.
"Halo Nona Becky.. Nona Freen? Aku tidak tahu, kami berdua sudah lama tidak berhubungan." Seluruh badan Freen bergetar hebat. ini seperti ketakutan yang luar biasa, lebih baik ia kerja terus daripada harus di hadapkan dengan Becky sekarang.
"Bodoh." Freen mengumpat pelan.
"Kalau kau tidak berikan telponnya pada Freen aku akan mengompornya agar memecatmu. Kalau kau memang hebat suruh Freen putus denganku, dan kalau dia tidak putus denganku kau pasti akan dipecat."
Heng sama dengan Freen seperti di kejar-kejar zombie saat ini sama-sama bergetar begitu mendengar suara Becky.
Heng memebiarkan ponselnya di telinga Freen dengan terpaksa. "Berkah atau kemalangan tidak akan bisa dihindari." Bisik Heng pada Freen.
"Alamat."
"Aku benar-benar diluar kota."
"Freen aku tidak akan bilang ketiga kalinya, alamat."
"Aku tidak—"
Sebelum Freen melanjutkan kata-katanya Becky sudah terlebih dahulu memutuskan sambungan telponnya.
Freen menatap tajam Heng. "Dia sudah menutupnya."
Tak lama dari itu Becky mengetuk pintu Hotel yang di isi oleh Freen dan Heng.
Wajah Becky sangat kusut, marah dan prustasi begitu melihat Freen yang tersenyum cengengesan tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Begitu membuka pintunya, Freen setelah tersenyum langsung merasa tegang entah apa yang akan terjadi sekarang, apakah ia akan di hajar habis-habisan oleh Becky?
"Back..."
Becky tanpa sahutan langsung masuk tanpa permisi dengan wajah yang masih sama.
Kini Becky duduk dan disusul Freen duduk di sebelahnya.
"Sayang, aku salah."
"Dimana kesalahanmu?"
"Aku tidak seharusnya menutupi darimu."
"Freen apa kau merasa dirimu sangat luar biasa?"
"Tidak."
"Mendonorkan ginjal untuk Ibu mertuamu, kau ingin di anugerahi sebagai salah satu dari 10 orang berprestasi di kota Bangkok?" Becky berbicara dengan begitu serius.
"Siapa sembilan orang lainnya?" Freen malah mengajaknya bercanda.
"Freen!"
"Bukannya aku sengaja menutupinya darimu, aku sudah bertanya pada Dokter. Ini tidak akan terlalu memperngaruhi kehidupan sehari-hari nanti." Freen menggenggam tangan Becky. "Yang penting adalah aku sudah tidak ada Ibu dan aku tidak ingin kau juga kehilangan Ibumu." Mata Becky kini mulai merah-merah kembali. "Aku bukannya tidak bisa membahagiakanmu hanya saja aku tahu, kalau kau tidak ada Ibu setengah nyawamu akan hilang tidak ada lagi dukungan untuk hidup."
Becky terus menatap Freen dengan serius. "Freen..."
Freen berdiri dan membelakangi Becky. "Saat kau sekolah dan rambutmu di ikat ekor kuda sangat cantik, setiap jumat sore aku akan pergi melihatmu, hujan badai tidak melarutkan keinginanku."
Becky berdiri lalu memeluk Freen dari belakang, memejamkan matanya sebentar.
"Freen..."