BAB 50

11.2K 661 72
                                    

Recommended song: Bintang yang hilang by Arvian Dwi


" Bippp bippp bippp"

" Bommm"

Bunyi letupan  membingitkan telinga menjadi asbab penduduk yang dijadikan tahanan di situ menjerit ketakutan. Masing-masing menekup telinga dan badan mereka mula menggeletar hebat. Anak kecil yang meraung, orang tua yang menahan rasa sakit di dada. Masing-masing tertanya bila neraka dunia ini akan berakhir?

" DIKA!" Arthar menjerit lantang. Tubuh Endika melayang ke belakang akibat impak letupan bom yang baru mereka jumpa. Laju kaki miliknya mendapatkan Endika yang sudah meraung kesakitan. Tubuh Endika mengerengkot menahan perit.

" Allah...Allah bawa mengucap Dika!" Arthar mengoyakkan baju miliknya, lalu cebisan kain yang sudah koyak rabak itu dibalut pada luka terbakar di lengan Endika. Tuhan menyebelahi mereka, kalau beberapa tapak lagi ke hadapan, mungkin mereka berdua sudah menemui ajal.

" Arghhhhhh" Bibir diketap kuat, sedaya upaya Endika menahan rasa ngilu di lengan. Timbul urat-urat di dahi. Mata miliknya melorot ke bawah melihat lengan yang sudah terbakar kulit dan menampakkan isi yang berwarna merah. Tangan yang masih elok diangkat tinggi sebagai bahasa isyarat.

" Zar...zar...pergi selamatkan Zar!" Bagai tersedar, Endika melafazkan nama Zar berkali-kali, Arthar pucat lesi wajahnya. Bom itu bersambung dua, dan...serkiranya bom yang mereka jumpa ini sudah meletup maka di sana juga sama. Terus Arthar memecut laju meninggalkan Endika keseorangan, kaki miliknya lincah menuju ke pondok di mana Zar dan Adwa berada.

" Ya Allah...tolonglah...Ya Allah" Hatinya masih berharap. Dari jauh dia mampu melihat pondok usang itu masih kukuh. Sebaik sahaja pintu itu ditolak, melorot badanya jatuh. Air mata merembes tidak henti-henti. Automatik tubuh miliknya sujud syukur.

" Za....zar..." Suara miliknya terasa tersekat di kerongkong.

Dada yang berombak dek ketakutan yang melampau mulai reda. Arthar bangun dari sujudnya lalu dia menghampiri tubuh Zar dan Adwa. Syukur mereka masih hidup. Terasa lutut miliknya lembik dan tubuh itu kembali jatuh di sisi Zar.

Aku buka kembali mataku. Pandangan yang kabur dek air mata Aku kerdip beberapa kali. Aku masih hidup?

" Zar...Zar" Aku raih wajahnya lembut. Mata milikku melihat segenap tubuh miliknya, kalau-kalau dia cedera namun langsung tiada. Pandangan mataku tertoleh pada wajah Arthar yang tidak henti-henti melafazkan rasa syukur.

Bagaimana mungkin?

Aku lihat di dada milikku. Bom itu terhenti pada angka 0.03 saat. Zar cium ubun-ubun milikku berkali-kali. Jari-jemari jantan milik nya terasa sejuk. Terlalu sejuk.

" Krekkk" Bunyi pintu kayu pondok menarik perhatian kami bertiga. Di situ berdirinya seorang lelaki dalam lingkungan akhir belasan tahun, pakain nya tampak kotor dengan tanah namun wajahnya bersih. Di tangan nya ada satu alat elektronik. Laju lelaki itu menapak masuk ke dalam. Tangan miliknya lincah membuka bom di dada Aku lalu dilempar sejauh yang mungkin.

" Siapa kau?" Arthar bertanya curiga, lelaki ini bukanya penduduk kampung yang dijadikan tahanan. Arthar yakin kerana wajahnya tidak seperti penduduk tempatan tetapi lebih kepada wajah campuran Asia tengah. Wajahnya jelas menunjukkan riak cemas. Dia pegang erat tangan Zar.

"Tuan suruh Aku letupkan perempuan ini...tapi Aku...Aku tak sanggup. Aku ada kakak perempuan sebaya dengan dia...dan Aku taknak terus basah dengan darah yang tak berdosa" Arthar dan Zar saling berpandangan, tahulah mereka lelaki di hadapan mereka ini salah seorang konco Rieyu.

ZAR | OGWhere stories live. Discover now