CHAPTER 28

116 1 0
                                    

•••

Mata kecoklatan itu memandang sebuah cafe yang saat ini ada di depannya, melihat pengunjung yang lumayan ramai seperti orang yang ingin ia temui akan sibuk.

Namun, karena dirinya sudah mampir kesini, orang itu harus menemui Kimberly.

Bersamaan dengan pintu terbuka, bunyi lonceng yang ada di atas pintu ikut berbunyi.

"Selamat da -" Kalimatnya tergantung saat melihat siapa yang datang.

"Kim?"

Gadis itu tersenyum dan berjalan mendekati Samuel.

"Hai!" Ia melambaikan tangannya kecil.

"Sam!"

Laki-laki itu menoleh saat teman kerjanya memanggil dan menyuruhnya untuk melayani pelanggan yang memanggilnya.

Samuel pun kembali tersadar dan menyuruh Kimberly untuk duduk terlebih dahulu selama ia melayani pelanggan lain.

Kimberly dengan patuh duduk di tempat yang kosong, memperhatikan Samuel yang sedang melayani pelanggan lain.

Sampai laki-laki itu datang kepadanya, ia masih tersenyum lebar.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Samuel.

"Es americano."

"Oke, tunggu sebentar, ya."

Dia kembali memperhatikan Samuel yang pergi untuk membuat pesanannya. Tak sedikitpun pandangannya lepas dari laki-laki itu.

"Ini," ucap Samuel seraya meletakkan gelas berisi es americano dan sepiring cake.

Kening gadis itu berkerut samar, sepetinya dia tidak memesan kue?

Kening gadis itu berkerut samar, sepetinya dia tidak memesan kue?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue nggak pesen ini deh?" Tangannya menunjuk piring itu.

"Iya, aku traktir. Kenapa? Kamu nggak suka ya?"

Kimberly menggelengkan kepalanya cepat, "Nggak kok, gue suka!"

Dia dapat melihat senyuman manis yang diberikan Samuel untuknya. Ah, senyuman itu. Selalu saja berhasil membuatnya salah tingkah.

Kemudian, Samuel kembali bekerja dan harus meninggalkan Kimberly karena mau bagaimanapun kondisi cafe saat ini cukup ramai.

Kemudian, Samuel kembali bekerja dan harus meninggalkan Kimberly karena mau bagaimanapun kondisi cafe saat ini cukup ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ekspresi Kimberly berubah masam saat melihat Samuel yang tersenyum pada teman kerjanya yang seorang perempuan.

Ia seakan tidak terima melihat Samuel memperlihatkan senyumannya pada gadis lain.

"Buat gue aja bisa gak sih?" gumamnya yang berpikir untuk meminta Samuel untuk tersenyum hanya padanya.

Lama ia menunggu sampai Samuel selesai bekerja, cafe telah ditutup dan akhirnya Kimberly dapat berbicara dengan laki-laki itu.

"Lama ya nungguinnya?" tanya Samuel merasa tak enak hati. Saat ini mereka berdua berjalan ke arah halte.

"Nggak kok, 'kan emang gue yang mau. Gue cuma nunggu doang, capekan juga lo."

Samuel menundukkan kepalanya seraya tersenyum tipis.

Tiba-tiba Kimberly menepuk punggung Samuel, memberi semangat padanya karena sudah bekerja keras hari ini.

"Lo pulang sekolah tadi langsung kerja 'kan?" Samuel mengangguk.

"Kenapa coba? Biasanya juga dari jam 4."

Saat Kimberly hendak mengajak laki-laki itu bermain setelah pulang sekolah, Samuel menolaknya dan mengatakan ingin pergi bekerja.

"Iya soalnya tadi aku diminta datang cepat, lagi ramai. Kamu lihat sendiri tadi 'kan?"

"Harusnya dikasih bonus dong, lo dikasih bonus 'kan?"

Laki-laki itu terkekeh pelan, "Kayanya."

"Ih!" Eskpresi gadis itu merenggut kesal. "Awas aja kalo gak dikasih bonus."

"Kalo nggak dikasih, kamu mau apa emang?" tanya Samuel asal.

"Mau gue marahin yang punya."

"Yang punya Tante Nando."

"Iya gue tahu."

"Kamu berani emang?"

"Berani lah!"

"Kan gue marahinnya baik-baik," cicit Kimberly yang mengundang tawa Samuel.

"Ada-ada aja kamu."

Sampai di halte yang sepi, Samuel bertanya pada Kimberly.

"Kamu mau ikut aku pulang?"

"Boleh?!" tanya Kimberly terlihat semangat.

Dengan wajah datarnya, Samuel menggeleng.

"Udah malam, gak boleh."

"Yaudah deh, gue telpon Pak Jo dulu."

Kimberly mengambil benda pipih dari tas kecilnya dan mengirim pesan pada Pak Jo agar menjemputnya di halte.

"Lo pulang sekarang?"

Samuel mengangkat satu tangannya, berniat merapihkan rambut Kimberly yang sedikit berantakan karena angin.

"Nggak, nemenin kamu dulu. Masa aku pulang duluan ninggalin kamu disini sendirian," kata Samuel yang berhasil meluluhkan hati Kimberly.

•••

Masuk ke dalam rumahnya, dia kembali merasakan sepi dan hampa. Terkadang Samuel merindukan sambutan dari Bibinya saat ia pulang ke rumah.

Samuel masuk ke kamarnya dan meletakkan tasnya di atas meja belajar kemudian terduduk di pinggir ranjang.

Berulang kali ia menghela napas memikirkan perkataan bosnya alias tante Nando tadi siang.

"Kalau saya nyuruh kamu buat lukisan untuk pajang di cafe kita, kamu mau?" Tante Nando menatap wajah Samuel. "Tenang, saya bayar kok."

Samuel terlihat ragu-ragu. "Tapi, Bu, lukisan saya nggak sebagus itu."

Tante Nando tak setuju dengan ucapan Samuel, ia memukul pundak remaja itu pelan.

"Kamu jangan bilang gitu, nggak bagus darimana? Itu udah bagus untuk kamu yang belajar sendiri."

Sebelumnya Samuel pernah terciduk saat sedang melukis cafe milik tante Nando karena pada saat itu tidak ada pelanggan alias sedang sepi. Ia tak tahu jika selama dirinya melukis tante Nando memperhatikannya diam-diam dan memberikan apresiasi padanya.

Kini, tante Nando memintanya untuk melukis sesuatu yang akan dibayar nantinya. Haruskah ia melakukan itu?

Samuel masih merasa bimbang. Ia butuh beberapa waktu untuk berpikir.

•••

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang