CHAPTER 48

114 7 3
                                    

•••

"Kamu serius?"

"Hm?" Kimberly menoleh. Saat ini mereka baru saja naik bus.

"Sekolah itu ..."

"Oh ..." Ia ber-oh panjang. "Soal itu em ... iya sih bener."

"Siapa aja yang tau?"

"Lo sama temen-temen doang. Soalnya 'kan gue selalu pake nama Kimberly Sheana doang."

"Kenapa kamu gak pake nama Magaskar kamu?"

"Harus emang?"

Samuel menggeleng kecil, dia menundukkan kepalanya. Kimberly tersadar dengan ekspresi yang laki-laki itu tunjukkan.

"Lo kenapa lagi?" tanya gadis itu.

"Nggak, aku baru sadar kalo kamu emang sekaya itu."

"Hah?" Tawa Kimberly pecah mendengar itu. "Sam, yang kaya itu keluarga gue. Gue bahkan nggak punya apa-apa."

Yang dikatakan Kimberly tak sepenuhnya salah juga sih.

Gadis itu memeluk Samuel dari samping. "Jangan sedih, gue nggak mau lo minder-minder kaya gini."

"Nggak, aku nggak sedih. Justru kamu yang jangan sedih."

"Hm?" Ia melepas pelukan mereka. "Kenapa jadi gue?"

"Jangan sedih karena nggak punya apa-apa untuk saat ini. Tapi suatu hari nanti, aku usahain untuk kasih semuanya untuk kamu. Bahkan kalo bumi ini bisa, aku bakalan kasih bumi ini untuk kamu."

Senyuman lebar langsung terpatri di wajah cantik Kimberly. "Bisa aja lo, Bambang!"

"Samuel." Dia mengoreksi namanya.

"Bisa aja lo, Samuel!"

Lalu mereka berdua tertawa begitu saja setelah bertatapan.

Lalu mereka berdua tertawa begitu saja setelah bertatapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Usai pulang bekerja, Samuel langsung berlari menuju meja belajarnya dan membuka laptop miliknya. Mencari sesuatu di Google.

Biaya kursus melukis

Kursus melukis di Jakarta

Kursus melukis untuk dewasa

Ya, laki-laki itu mencari informasi tentang kursus melukis. Dia berniat untuk masuk agar bisa mengembangkan bakat melukisnya.

Dia harus mewujudkan keyakinan Kimberly yang mengatakan bahwa dirinya akan sukses dengan bakat yang ia miliki. Dia tidak ingin membuat gadis itu sedih lagi.

Samuel terus mencari-cari kursus yang tepat untuknya nanti sampai i tertidur di meja belajarnya tanpa sadar.

•••

Beberapa bulan kemudian, kini semua murid kelas 12 menyibukkan diri untuk mempersiapkan ujian semester mereka yang akan dilaksanakan seminggu lagi.

Dan hari ini mereka dipulangkan lebih cepat karena guru juga harus mempersiapkan banyak hal.

Pulang cepat bukan berarti semua murid memilih untuk pulang ke rumah dan kembali belajar.

Contohnya Kimberly dan teman-temannya yang malah menongkrong di warung belakang sekolah. Warung yang sering kali menjadi tempat bersembunyi untuk murid-murid yang suka membolos.

Warung Wak Geng

Nama itu tertera di spanduk besar yang digantung di depan warung.

"HALO WAK GENG!" Jessica mengapa Wak Geng dengan antusias dan memeluk wanita yang berusia 50 - an itu.

"Udah lama kelen gak kesini? Sombong kali kelen ku liat," ucap Wak Geng dengan logat bataknya.

"Bukan sombong loh Wak Geng, kami sibuk mau ujian. Bentar lagi kami udah mau tamat." Jessica mengikuti logat Wak Geng.

"Oh iya pulak? Udah mau tamat kalian? Wah, cepat sekali waktu berjalan. Aku pun tak terasa udah tua lah ya 'kan?"

Ucapan Wak Geng berhasil membuat mereka tertawa.

"Yaudah, duduklah kelen disitu. Mau makan apa kelen?" tanya Wak Geng.

"Mie pangsit, kaya biasa ya Wak!" seru Jessica dan mengedipkan sebelah matanya.

"Yang lain?"

"Samain aja, Wak," ucap Kimberly.

"Oke, tunggu lah kira-kira lima jam lagi, ya," canda Wak Geng kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan pesanan mereka.

Jessica meregangkan ototnya dan menguap lebar. "Bentar lagi udah ujian aja, nggak kerasa ya?"

 "Bentar lagi udah ujian aja, nggak kerasa ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bentar lagi tamat ..." lirih Nando sedih.

"Aku takut tambah dewasa." Ia mendadak menyanyikan salah satu lagu Idgitaf yang berjudul Takut.

"Takut tambah kecewa," sambung Jessica.

"Alay," cibir Edgar.

"Sat!" Nando tak terima dikatakan alay. "Emang lo nggak sedih apa, monyet?"

"Sedih, tapi mau gimana lagi? Udah jalannya gitu, mau lo nangis darah juga nggak bakal bikin lo stuck disitu aja."

"Ntar kalian lanjut kemana?" tanya Jessica menatap satu persatu temannya.

"Kim?"

"Gue belum tau, tergantung Papa mau masukin gue ke kampus mana."

"Lo, Ed?"

"Gue ngikut bokap ke Australia."

Omong-omong tentang Edgar, orang tua laki-laki itu sudah bercerai dua bulan lalu dan Papa Edgar memilih untuk pindak ke Australia.

Dan Edgar memilih untuk tinggal bersama Papanya tapi karena dia masih sekolah, mau tak mau ia harus tinggal dengan Mamanya untuk sementara.

"Lo bakal tinggal disana?" tanya Nando dengan nada sedih.

"Ya."

"Yang sabar, ya." Jessica mengusap pundak Edgar berusaha menguatkan laki-laki itu untuk jangan terpukul karena perceraian kedua orang tuanya.

Padahal Edgar sama sekali tidak sedih dengan hal itu, ia justru merasa lega akhirnya bisa bernapas di dalam rumahnya dengan tenang.

"Aaa ..." Nando memeluk lengan Edgar dan merengek seperti anak kecil. "Gue nggak mau ditinggal sama lo."

"Dih, najis." Dia mendorong laki-laki itu menjauh karena merasa geli. Bahkan bulu kuduknya sampai berdiri.

"Kalo lo, Sam. Mau kemana?" tanya Jessica pada Samuel yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka saja.

Mata mereka semua tertuju pada Samuel, menunggu laki-laki itu menjawab pertanyaan Jessica.

•••

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang