The Doctor

90 15 0
                                    




"No....." Namjoon menggeleng dan terkekeh geli.

"There's no such thing"

"Begitulah yang dikatakan mantan rekan-rekanku dulu..." Seokjin tersenyum mengernyitkan hidung setelah menceritakan sepotong kecil kisah hidupnya.

"Oleh karena itu aku pindah kesini" Ia melahap bagian pizza ke-tiganya hingga tak bersisa.

"Kau.......serius?" Potongan pizza yang hendak disuapnya pun kembali diletakkan ke atas piring.

"Dead people? Really?" Namjoon mencondongkan kepalanya dengan mata dan bibir berhias remah roti yang membulat.

Seokjin mengangguk ragu. "T-tidak apa-apa...."
"Aku tidak akan menyalahkanmu jika kau menganggapku aneh atau berbohong" Potongan pizza ke-empat pun digigitnya besar-besar.

"Mereka tidak nyata, Seokjin" Namjoon mendengus tersenyum.
"Yang sudah mati tidak akan bisa menampakkan diri lagi di dunia"

"Maaf...."

"Untuk hal ini aku sulit untuk menerima ataupun memahami" Ia menyandarkan tubuh lalu melipat tangannya di dada. Memperhatikan sang pria yang makan dengan lahap bak orang kelaparan.

"That's okay...." Seokjin mengedikkan bahu kemudian tertawa ringan menyeruput colanya.

Menggeleng singkat dengan dengus tawa pelan, Namjoon beranjak dari tempatnya duduk.
"Aku ke toilet sebentar"

"Jangan gunakan yang paling pojok, Namjoon..."
"A woman killed herself weeks ago" Seokjin menegakkan kepala menatap sang pria dengan senyum termanisnya.

Mengernyitkan dahi geli, Namjoon kembali terkekeh dan berjalan meninggalkannya.






"Okay...this is creepy, Hoseok...." Namjoon berjalan cepat menghampiri sang kapten di meja kerjanya kemudian duduk tanpa dipersilahkan.

"Oh hallo....selamat sore, Namjoon. Kau tidak akan menanyakan keadaanku dulu atau apapun?" Kening kapten kepolisian baru itu berkerut dengan balutan kain masih menopang lengan kirinya.

"Dengar....." Namjoon mencondongkan kepala hingga tubuh besarnya ikut bertumpu di atas meja Hoseok.
"Ia tampan....sangat tampan..."

"Aku bahkan tenggelam dalam mata besarnya yang indah..."

"Dan bibirnya......"


"Tapiiii?" Hoseok membuyarkan lamunannya.

"He's creepy" Namjoon membulatkan kedua matanya dengan raut wajah memaksa sang kapten untuk percaya.

"Seokjin bilang bahwa ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan orang mati"

"Hah?!" Hoseok sontak terbahak dengan ucapan Namjoon.

"Told you!" Namjoon bersandar pada kursinya.

"Tapi, Hoseok......" Ia kembali mendekatkan kepalanya.
"Tadi siang ia bilang agar tidak menggunakan toilet yang terletak di paling ujung di sebuah kedai pizza"

"Aku penasaran dan menggunakannya"

"Lalu?" Hoseok membulatkan matanya tegang. Juga mencondongkan tubuhnya mendekat.

"Udara di sekitarku mendingin"
"Tiba-tiba lampu bilik toiletku berkedip dan...."

"Aku mendengar suara wanita tertawa"

"Pelan....sangat pelan hingga hampir tak terdengar"

Hoseok menyandarkan tubuhnya perlahan dengan raut wajah sedikit ngeri.

"Kau tahu betapa skeptisnya aku tentang hal-hal seperti itu bukan?" Namjoon ikut menyandarkan tubuh dan melipat kedua tangannya di dada.

Hoseok menghela nafas panjang setelah keduanya terdiam seolah mencerna ucapan Namjoon. "Mungkin kau hanya tersugesti?" Raut wajahnya perlahan berubah tenang.

"Mungkin....." Namjoon terkekeh pelan lalu mengusap wajahnya.
"Apa yang kupikirkan" Ia tertawa geli.





Malam itu Namjoon berjalan kaki menuju tempat kerjanya dari kantor sang mantan rekan yang hanya berjarak beberapa meter.
Dokumen-dokumen kasus penculikan tempo hari menunggunya untuk diselesaikan.

Berlari kecil menaiki tangga menuju dua pintu kaca besar dengan seorang petugas keamanan yang menyambutnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia tak sengaja menoleh pada sebuah pohon besar di sebuah taman kecil tak jauh dari tempatnya berdiri.

Dua orang pria terlihat sedikit berargumen sambil berjalan cepat menuju belakang gedung yang adalah ruang penyimpanan jenazah.

"Seokjin?" Namjoon memicingkan matanya.
Ia berbalik dan berjalan cepat mengejar mereka diam-diam.




"Apa masalahmu, Seokjin?!" Pria yang lebih kecil darinya terlihat kesal menoleh-noleh pada Seokjin yang terus mengejar langkahnya.

"Aku hanya ingin kau bercerita. Itu saja!" Tak memelankan langkahnya, Seokjin terus mengejar pria berjubah putih itu.

"Told you, i'm fine...." Akhirnya sang pria berhenti kemudian berdiri menghadapnya dengan kedua tangan bertolak di pinggang.

Pembicaraan selanjutnya tak terdengar oleh Namjoon. Sepertinya mereka telah berdamai. Ia melangkahkan kakinya mendekat, namun urung karena yang selanjutnya terjadi adalah Seokjin memeluk pria itu singkat lalu mengacak surai hitam ikalnya sambil tersenyum.

Demikian pula dengan yang lebih kecil, ia terkekeh pelan dan menepuk punggung Seokjin sebelum mereka berpisah.



"Sejak kapan Seokjin mengenal dokter spesialis forensik kepolisian ini?" Namjoon mengerutkan dahinya bingung kemudian menggeleng dan berlari kembali menuju gedungnya.

ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang