Her

65 9 0
                                    




"Itu bukan sekedar halusinasi, Seokjin..."

"Mereka menggunakan mantera untuk bermain dengan pikiran Namjoon"
"Seperti yang mereka lakukan pada eomma saat ia mempercayai pria itu untuk menyingkirkan ayah dan bersetubuh dengannya"

Seokjin mengusap keningnya kasar dan tertunduk.
"Tidak ada lagi yang bisa kulakukan, Yoongi..."

"Kau sadar apa yang sedang terjadi, Seokjin?"
"Mantera itu mengacaukan antara khayalan dan kenyataan"

"Dan apa yang muncul dalam pikiran seseorang yang terkena mantera itu sekarang...."

"Adalah keinginan terbesarnya....."


Seokjin mendengus tersenyum. "I'm the bad guy...."
"Begitu inginkah Namjoon menganggapku orang jahat?"

"Tidakkah kau berhutang penjelasan padanya?"

Seokjin menggeleng. "Tidak akan berguna apa-apa, Yoongi..."
"It's better that i stay away from him...."

"Pikirkan baik-baik, Seokjin..."
Yoongi menggenggam tangan sang pria yang sibuk membereskan barang-barang di atas meja kerjanya.

"Yoongi.....maaf" Seokjin berusaha tersenyum menatap lembut sang dokter.

"Aku masih akan terus membantumu walau dari jauh..."
"Lagipula, kau memiliki Jimin sekarang" Ia berbisik dengan senyum kecil.

"Kau jahat tidak memberitahukan padaku" Sebuah pukulan pun mendarat pada lengannya.

Yoongi mendengus tersenyum.
"Kapten Jung benar-benar melepaskanmu?"

Seokjin menggeleng. "Ia terus melarangku pergi, Yoongi..."
"Seperti yang kukatakan...."
"Ini sepenuhnya adalah keinginanku"

"Kau ingat saat kita masih sekolah dulu?"
"Berapa kali kita harus pindah hanya karena berkelahi melawan cibiran teman-teman" Seokjin terkekeh pelan lalu duduk di atas meja kerjanya.

"Hey....kau tahu ini bukan salahmu, Seokjin..."

"I know....i know....maksudku...."
"Sadarkah kau bahwa tidak ada tempat untuk orang aneh sepertiku, Yoongi?"

Yoongi tertunduk pasrah.
"Kau selalu membela dan melindungiku, Seokjin...."
"Tidak bisakah kau mengijinkan aku untuk berbuat yang sama?"

"How?!" Seokjin terkekeh sinis.
"Dengan menyebarkan pada semua orang jika arwah gentayangan itu benar adanya?"
"Dengan mengajak mereka untuk pergi dan diam di tempat berhantu hingga mereka kerasukan?"

"Aku tidak mau menyakiti mereka, Yoongi...."

"Tidak mau menyakiti Namjoon lagi....." Air matanya menitik dan dengan cepat ia menghapusnya.

Yoongi menarik tubuh ramping itu ke dalam pelukannya.

"Tak ada lagi yang bisa kukatakan untuk menahanmu...."
"Aku....."
"Aku senang sekali bisa bertemu lagi..."

"Jaga dirimu baik-baik, Seokjin...."

"Aku akan sering menghubungimu..." Seokjin melambai dan tersenyum.

Sang dokter hanya mengangguk kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.


Mesin mobilnya telah menyala. Seokjin duduk memejamkan mata dan menghela nafas panjang.
Sesaat kemudian menoleh pada pintu keluar pelataran parkir yang tertutup, sedikit harapan bahwa sang pria akan muncul dan menahannya pergi melalui pintu itu. Namun kenyataan berkata sebaliknya.

Ia tersenyum getir kemudian melajukan mobilnya.







"Kau sedih?"
Jimin merendahkan kepalanya menatap sang kekasih yang hanya berdiam sejak hari dimana Seokjin pergi meninggalkannya.

Yoongi tertunduk mendengus senyum tipis. "Baru saja aku merasakan kehadiran seorang kakak disini...."
"Hanya karena keegoisan detektif itu....."

"Hey....don't say that..." Jimin menarik lembut dagu sang pria.
"Jika aku jadi Namjoon pun aku pasti akan ketakutan"

"Yoongi...."

"Kita....mengetahui apa yang tidak mereka ketahui"
"Itu yang membuat kita berbeda dari mereka..."

"Can't blame them if they are sceptical" Kedua bahunya bergedik singkat.

"Seandainya Namjoon mau mendengar penjelasan Seokjin...."

"Ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan, Yoongi...." Jimin terkekeh pelan.



BRAK



Keduanya berjengit ketika suara pintu besi menuju ruang jenasah itu terbuka. Seorang pengantar jenasah masuk terhuyung menekan lehernya yang berlumur darah. Bernafas tersendat seiring mulutnya yang terbuka mengais udara.
Dengan cepat Jimin berlari sambil meminta bantuan melalui handy talkienya. Yoongi pun mengikut tepat di belakang.

"To....long....." Petugas itu tersungkur lalu tergeletak di lantai.

"Sssshhh....jangan berbicara" Yoongi menarik tangan yang menutupi lukanya perlahan. Darah segar memancar dari lehernya yang segera ditutupnya dengan telapak tangan berbalut handuk kecil.

"Den.....dam.....dia....den...dam...." Pria itu menggumam diantara nafasnya yang semakin memendek.

"S-siapa?" Tertegun sejenak dengan kalimat itu, Yoongi mendekat untuk mendengar lebih jelas.

"Young.....Mi...."
"Ha....nya.....itu....yang.....ku.....de....ngar....."

Hening sejenak sebelum Yoongi menyadari siapa yang pria itu maksud.
"Dimana?! Katakan dimana orang itu sekarang?!"

"Yoongi! Cukup! Orang itu tidak bisa bernafas"
Jimin merangkul kedua lengan Yoongi yang mulai terbawa emosi.

"Tuan....tolong katakan dimana orang itu..." Yoongi mengguncang tubuh sang pria yang mulai kehilangan nyawanya. Nafasnya berangsur menghilang seiring mulut dan matanya yang terbuka lebar.

Tak lama berselang beberapa petugas kepolisian tiba. Yoongi berdiri dan melangkah mundur. Dahinya berkerut dengan raut wajah tegang. Perlahan kepalanya menggeleng.

"Tidak mungkin...."

ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang