Dream [or not]

77 12 0
                                    




"Kau sakit?"

Kedua mata Namjoon terbelalak ngeri saat ia baru keluar dari kamar mandi dan mendapati sang rekan telah berdiri dengan dua gelas kopi di tangannya.

"Namjoon? Kau sakit?"
Diletakkannya gelas kopi itu di atas meja lalu berjalan cepat menghampiri sang pria yang masih terpaku kelu dengan wajah pucat dan surai gelapnya yang berantakan.

"Namjoon!" Seokjin mengejar sang pria yang kembali berbalik menuju kamar mandi.

"Namjoon....buka pintunya!"
"Kau kenapa?" Seokjin mendekatkan telinganya pada daun pintu terkunci itu.
Tak ada jawaban, hanya suara kucuran air setelah sang pria sepertinya telah selesai mengeluarkan isi perutnya ke dalam kloset.

"Namjoon....talk to me please...." Seokjin mengetuk pintu kamar mandi itu pelan.
Tak lama berselang, kunci pintu pun terdengar terbuka. Seokjin mundur selangkah dan menunggu sang rekan keluar.

"Namjoon, kau pucat sekali..." Ia menangkap tubuh lemas sang pria kemudian memapahnya menuju kursi kerjanya.
Sesaat ia mengerutkan dahi menatap kertas-kertas yang berserakan juga peralatan kerjanya yang berantakan di lantai.

"Tidak ada kopi pagi ini okay..." Seokjin mendengus tersenyum iba menatap wajah kusut sang pria.

Namjoon mengusap kasar wajahnya lalu membekapnya erat di atas meja.

"Kuantar pulang ya...."
"Mungkin kau harus beristirahat, Namjoon..."
"Berapa malam sudah kau habiskan untuk bergadang disini, eoh?"

Namjoon menggeleng kemudian berusaha mengangkat kepalanya.
Dan kembali tersentak mendapati sang pria tengah berjongkok di samping kursinya, menatapnya khawatir dengan kedua mata membulat polos.

Ingatannya kembali pada waktu dini hari tadi. Perutnya kembali bergejolak mengingat wajah indah itu berubah menyeramkan dengan bau belerang menyengat juga darah mengalir dari tiap goresan di lidahnya.

"Aku.......hanya mimpi buruk..." Ia berusaha tersenyum.

"Kuantar pulang ya...." Seokjin memiringkan kepalanya memohon.

Namjoon menggeleng kemudian berdiri dari kursinya.
"Hari ini aku masih harus mencari....."

"Namjoon!" Seokjin sontak menangkap tubuh limbung sang pria.
"Let's get you home now!"

"Tidak boleh melawan!" Dirangkulnya erat kedua lengan sang pria.





"Aku bisa sendiri, Seokjin...." Namjoon merogoh saku celana dan mengeluarkan kunci pintu rumahnya.

"Shit!" Ia mengumpat kesal saat kunci itu terjatuh dari tangannya yang gemetar.

Tubuhnya terasa sangat lemas. Bahkan untuk berdiri dalam rangkulan sang rekan pun rasanya ia tak kuat. Namjoon bersandar pada dinding sementara Seokjin mengambil kuncinya yang terjatuh lalu segera membukakan pintu untuk mereka masuk.


"Namjoon.....kau membuatku khawatir..."
Seokjin memapah sang rekan berbaring di atas tempat tidurnya.

"Kau tidak demam...tapi tubuhmu gemetar..."
"Namjoon, kau kenapa?" Seokjin menarik selimut tebal itu hingga menutupi tubuhnya. Manik hazel itu menatapnya khawatir.

"Seokjin....." Kelopak mata itu perlahan terbuka walau harus menahan rasa berat di kepalanya.

"Ini benar kau, Seokjin...." Jemari bergetarnya perlahan terulur hendak menyentuh wajahnya.


"Namjoon....." Kedua bahu Seokjin melemas dengan alis menukik sedih.
"Ini aku....." Ia meraih telapak tangan dingin itu dan menggenggamnya.

"Talk to me, please....."

"Apakah kau......."

"Namjoon....apakah kau mengalami peristiwa aneh?" Seokjin mengeratkan genggaman tangannya.

Memilih untuk diam dan tak mengingat kembali peristiwa menjijikkan dini hari tadi, Namjoon kembali memejamkan kelopak matanya.


Semangkuk bubur telah selesai dibuat. Seokjin kembali ke kamar sang pria dengan segelas air juga beberapa macam obat-obatan. Menunggu sebentar sampai pria malang itu tersadar dari istirahatnya.

Wajah pucat itu ditatap amat lekat. Jemari lentik Seokjin mengusap dahi juga pipinya lembut.

"Namjoon....bangun dulu..."

"Nam....."
Ia berjengit saat tubuh sang pria terlonjak seiring kelopak matanya yang terbuka lebar.

"Hey....hey....ini aku.....ini Seokjin, Namjoon..." Telapak tangannya mengusap-usap dada sang pria yang berdebar tak karuan.

"M-maaf....maaf...." Namjoon menopang kepala. Diraihnya jemari yang masih mengusap dadanya itu lalu digenggam dengan tangan gemetarnya.




"Ayo buka mulutnya.....aaaahh...." Seokjin mengayun-ayunkan sendok berisi bubur dengan potongan ayam kecil itu sambil tersenyum lebar.

Membulatkan mata sejenak, Namjoon mendengus tertawa dan mengusap wajahnya.
"Aku bukan anak kecil...." Erangnya pelan.

"Enak tidak? Ini pertama kalinya aku memasak di tempat orang lain" Seokjin terkekeh malu.

Namjoon memejamkan mata singkat lalu mengangguk.
"Ini pun kali pertama aku menerima suapan dari orang lain selain mendiang ibuku...."

"Maaf....." Senyum di bibir Seokjin memudar.

"Tidak apa-apa...." Namjoon menatap bibir sedikit mengerucut itu lembut.
"Lagi....." Ia membuka mulutnya dengan senyum lebar.

"Hey! Kau sudah bisa makan sendiri...jangan manja!" Seokjin memukul kakinya pelan dan tertawa.

"Feels different when you are spoiled by someone who would care for you...." Namjoon memiringkan kepala. Lesung pipi itu tercetak jelas saat senyum tipis menghias wajahnya.

"S-siapa yang....."

"Aummm...." Diraihnya tangan yang memegang sendok berisi bubur itu dan menyuapnya sendiri lalu terkekeh pelan dengan pipi menggembung.

Seokjin membulatkan mata kaget kemudian mendengus tersenyum geli.
"Cepat sehat, Namjoon...."

"Aku tidak mau kasus ini memberatkanmu"
"Apapun yang kau rasakan....kumohon ceritakanlah padaku juga...."

Hatinya menghangat. Namjoon mengangguk lalu memakan kembali bubur yang disuapkan oleh sang rekan.

"Tidak mungkin aku menceritakan apa mimpiku semalam padamu, Seokjin..."

"Atau...."


"Mungkin itu bukanlah mimpi...."

ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang