"Bagaimana rekanmu?"
"Tidur..." Seokjin mendengus tersenyum.
"Kasihan....sepertinya ia tertekan menghadapi kasus ini..." Ia memperhatikan sang dokter dengan hati-hati memasukkan kantong berisi jenasah itu ke dalam lemari pendingin."Seokjin..."
"Petugas keamanan kamar jenasah telah memperlihatkan rekaman CCTV pada hari korban kedua muncul di tempat ini""Lalu?"
"Bisakah aku melihatnya juga?" Seokjin membulatkan matanya penasaran."Kemarilah....ada yang ingin kutunjukkan padamu" Langkah Yoongi menuntunnya keluar dari ruang otopsi menuju pos keamanan.
"Y-Yoon.....ah.....dokter Min..." Seorang pria bertubuh kecil namun atletis terkejut saat membalikkan tubuhnya.
"Detektif Kim....h-hallo...""Jimin..." Seokjin mengangguk seiring senyum tipisnya.
"Kami ingin melihat rekaman video CCTV kemarin" Yoongi berjalan memasuki ruang jaga sang petugas.
"Baik....s-silahkan..."
Park Jimin menjulurkan tangannya mempersilahkan keduanya duduk kemudian memutar ulang rekaman video itu di samping sang dokter."Jimin, tolong putar ulang bagian itu" Yoongi menunjuk pada layar monitornya.
Beberapa detik kemudian ia menekan tombol jeda pada layar monitornya.
"Perhatikan baik-baik tanda di pergelangan tangannya.
"Kau melihatnya, Seokjin?""Jadi benar...." Seokjin berucap pelan.
"Seperti kata Namjoon, mereka pasti memiliki para penerusnya"
"Dan tidak akan berhenti begitu saja"
"Mereka mengejarku, Seokjin...." Yoongi mendengus tersenyum pasrah."Tidak akan kubiarkan" Seokjin menggeleng.
"We're in this together, Yoongi"
"Dan kita bukan lagi anak kecil yang ketakutan"
"Sekarang kita juga punya Namjoon""Dan aku....."
Keduanya menoleh saat suara pelan itu meluncur dari bibir sang petugas keamanan.Yoongi mendengus tersenyum kemudian menarik pergelangan tangan Jimin dan menggenggamnya erat di pangkuan.
Kedua mata Seokjin membola."Hanya kau yang tahu tentang hubungan kami berdua, Seokjin..." Yoongi menatap Jimin lembut.
"Awas jika kau berani memberitahu pada orang lain" Sorot matanya berubah datar ketika wajahnya berpaling pada Seokjin.Menahan mati-matian agar tawanya tak meledak, Seokjin mengangguk kemudian memalingkan wajah melanjutkan rekaman video di layar monitor itu.
"Kukira kau telah melupakan aku" Namjoon meregangkan tubuhnya yang pegal karena tidur seharian.
"Maaf aku baru sempat kemari..." Seokjin mengerucutkan bibirnya.
"Aku membawa makan malam...." Kedua tangannya terangkat dengan kantong plastik berisi kotak-kotak makanan.Namjoon mendengus tersenyum. "Aku hanya bercanda...."
"Terima kasih""Bagaimana keadaanmu?" Seokjin berjalan cepat menghampiri sang rekan yang berusaha bangun dari tempat tidurnya.
"Better..."
Pria berwajah manis itu hanya menatapnya tak percaya.
"Sudah lebih baik, Seokjin....aku tidak berbohong" Namjoon terkekeh pelan menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.
"Aku akan ke kamar mandi sebentar""Kubantu......um.....maksudku..."
Namjoon mengenyitkan dahi mengulum senyum menatap sang pria yang terlihat menyesali ucapannya.
"M-maksudku....." Seokjin tertunduk dengan daun telinganya yang sangat merah.
"Aku sudah bisa berjalan seperti biasa, Seokjin..."
"Aku hanya akan mencuci muka lalu kembali, okay..." Namjoon mengusap lembut bahu sang pria yang hanya mengangguk pelan."Masih mual?" Seokjin memperhatikan sang rekan yang hanya mengaduk-aduk pastanya.
"Ha? Ah....tidak....maaf aku melamun" Namjoon menyuap spaghetti itu dengan garpunya.
"Bagaimana hari ini? Apakah kau sudah menemukan siapa yang meletakkan jasad wanita itu di tempat dokter Min?""Are we gonna talk about that now?" Seokjin menggumam dengan pipi menggembung berisi carbonaranya yang baru saja ia makan.
"Lebih cepat lebih baik bukan?" Namjoon kembali memutar-mutar garpunya di dalam kotak berisi makanan itu.
Seokjin mendengus pelan kemudian mengambil piring dan sejumput spaghetti dengan garpu lalu memilinnya di atas piring itu.
"Kau tahu? Salah satu hal yang membuatku berselera untuk makan adalah presentasinya" Ia membulatkan gulungan spaghetti sang rekan lalu meletakkan potongan keju juga selembar kecil daging asap kemudian mendorong piring itu ke hadapan Namjoon.
"Wow...." Kedua mata Namjoon membulat.
"Try it..." Seokjin menopang dagu dan tersenyum menatap wajah kaget sang rekan.
Namjoon melahap spaghetti yang langsung habis dalam sekali suapan.
"Lebih enak bukan rasanya?" Seokjin mengangkat kedua alisnya sombong.
Namjoon menggeleng dan terkekeh geli. "Sama saja..."
"Hanya terasa lebih spesial karena kau yang menatanya""And so are we, Namjoon...." Seokjin kembali mengambil beberapa jenis makanan dari kotak kardus yang telah layu karena minyak.
"Aku tidak mau kasus ini hanya membebanimu seorang..."
"Di dunia ini....ada beberapa hal yang tidak bisa dicerna oleh akal sehat manusia"
"Dan, berbagi.....mungkin adalah salah satu cara untuk membantumu""We're in this together...ingat itu"
Hela nafas panjang berhembus dari bibir tersenyum Seokjin.
"Jika kau sudah siap untuk bercerita...."
"Aku juga siap untuk membantu mencerna hal-hal yang menurutmu tidak masuk akal...""Meanwhile!"
Namjoon yang tertegun mendengarkan untaian kalimat sang rekan pun tersentak dan mengerjapkan matanya.
"C'est omelette française....ditemukan pada abad ke 16 dan sangat mendunia karena teksturnya yang empuk dan renyah di luar"
Seokjin berdiri dengan serbet kotak-kotak biru tersandang di tangan kirinya.
Tangan kanannya mendorong piring berisi telur gulung yang telah dingin dengan colekan saus tomat di sisinya.Bahu Namjoon terantuk saat ia mendengus tertawa dengan kepala tertunduk. Mengusap dahinya kemudian terkekeh tak berhenti tanpa merubah posisi.
"Jangan katakan kau mengoles saus tomat itu dengan telunjukmu""Yah! Aku selalu cuci tangan sebelum makan, Namjoonieee...."
Gelak tawa Namjoon sontak meledak. Mengusap air yang menitik di sudut matanya kemudian melahap telur gulung dingin itu hingga tak bersisa.
"Seokjin....."
"Terimakasih..." Ia menatap pria dengan bibir masih mengerucut itu lembut.Seokjin menghembuskan nafasnya panjang. "Anytime, Namjoonie...."
"Cepatlah sehat...masih banyak yang harus kita lakukan setelah ini" Tak sadar ibu jari lentik itu mengusap sisa saus tomat di sudut bibir sang pria.