Lurk

62 12 0
                                    




"Dimana kau tinggal sekarang?"
Namjoon duduk bersebelahan dengan sang pria yang masih bersandar lemah memeluk tubuhnya yang terasa dingin.

"Hotel....entahlah...aku baru akan mencari motel setelah menyelesaikan makan malamku" Suara itu sedikit bergetar diantara tubuhnya yang menggigil.

"Tinggallah di tempatku untuk sementara..." Namjoon melepas jasnya lalu membungkus tubuh Seokjin.

"J-jangan.....itu akan merepotkanmu"
"Lagipula....aku yang menyebabkan semua kesialanmu"
"Kau tidak ingin itu terjadi lagi bukan?" Seokjin tersenyum sinis.

Namjoon menghela nafas panjang dan mengangguk singkat. "Baiklah....setidaknya biar aku memesan makanan untuk kau bawa"

"Maaf aku membuatmu tidak berselera"

"Tunggu disini, jangan kemana-mana.......kumohon..." Ia berdiri memiringkan kepala dengan senyum manisnya.

Seokjin hanya mengangguk dan tertunduk membiarkan pria itu berjalan cepat kembali memasuki kedai tadi lalu memesan makanan.

Sesaat kemudian matanya melirik. Raut wajah pria itu terlihat khawatir. Beberapa kali Namjoon menoleh, memastikan bahwa ia masih berada di tempatnya.


Beberapa menit berlalu, Namjoon keluar dari kedai makanan itu, berlari kecil menghampiri Seokjin yang masih membekap tubuhnya dengan jas milik sang pria.

"Pelayan itu bilang disana ada motel dengan harga murah..." Ia menunjuk jauh ke ujung jalan kemudian menyerahkan kantong kertas berisi beberapa bungkus pengganti hidangan makan malam Seokjin yang telah dibereskan oleh sang pelayan dari atas mejanya.
"Kuantar ya..."
"Aku akan mengikutimu di belakang"

Seokjin mendengus tertawa lalu mengembalikan jasnya pada sang pria.
"Ini permohonan maafmu?"

"Semacam itulah..." Namjoon mengusap tengkuknya lalu tertunduk.
"Dengar....kau sakit..."
"Dan aku tidak mau mantan partnerku kenapa-napa..."

"Itu saja...."






"Selamat beristirahat, Seokjin..."
"Dihabiskan makanannya...kau pucat sekali" Namjoon menyandarkan sisi tubuhnya pada tepian pintu yang terbuka separuh dengan Seokjin yang masih berdiri di ambangnya.

"I will...." Seokjin tersenyum memiringkan kepalanya.
"Terima kasih telah mengantarku"



"......"



"Baiklah....aku akan pulang sekarang" Namjoon menegakkan tubuhnya.

"Hati-hati di jalan, Namjoon..."

"Selamat tidur, Seokjin...."

Seokjin mengangguk kemudian menutup pintu diantara mereka.







"Kau sudah sehat?"

"Sudah, Yoongi...." Seokjin tersenyum membalas sang pria di ujung sambungan.
"Aku sudah makan dan tidur sebentar..."

"Yoongi......"

"Aku bertemu Namjoon saat berada di kedai makanan....ia membuntutiku dari ruang jenasah..."

Yoongi mendengus kasar di seberang sambungan.

"T-tidak....tidak seburuk yang kau pikirkan, Yoongi..."
"Ia membantuku menemukan motel murah ini"

"Kami.....tidak membicarakan apapun tentang hal ini"

"Tenang saja..."


"Seokjin.....jika kau membutuhkan bantuannya...."

"Tidak Yoongi..." Seokjin memotong kalimatnya.
"Aku tidak akan menyakitinya lagi..."


"........"


"Kalian sudah siap?" Hela nafas pelan berhembus sebelum Seokjin melanjutkan percakapan.

"Dokter Taehyung akan menggantikan aku bersama dengan rekan forensik kenalanku"
"Jimin pun mengambil waktu cutinya dan digantikan oleh petugas lain"

"Seokjin....." Suara itu perlahan melemah.
"Bagaimana jika semua tidak berjalan dengan baik?"

"Aku tidak akan membiarkannya, Yoongi..."
"Hanya ini kesempatan kita"
"Young Mi mungkin belum sadar kita mengetahui keberadaannya....tapi kita harus tetap waspada"

"Yoongi....."
"Hanya kau dan aku yang kita miliki saat ini..."
"Ingat itu selalu...." Seokjin memeluk kedua lututnya di dada.

"Aku dan Jimin kesana sekarang?" Suara itu memecah keheningan yang terjadi beberapa detik lalu.

"Ya....kita berangkat..." Seokjin menutup panggilan lalu bergegas mempersiapkan peralatannya.



Senjata api berisi peluru perak dan air suci pun diselipkan dalam tempatnya. Berbagai peralatan berbahan perak dan sekantong garam kasar yang berguna untuk menghalau roh jahat pun dimasukkan ke dalam tas selempang besarnya.

"Haruskah aku mengabarinya?" Tangannya merogoh saku celana meraih ponsel dan mencari satu nama pada daftar kontaknya.
Sesaat kemudian ia menggeleng dan tersenyum pahit.

"Apa yang kau pikirkan, Kim Seokjin?"
"Biarlah tim mereka menerima hasil akhirnya saja..."


Suara mobil berhenti di depan pintu motelnya beberapa saat setelah Seokjin duduk menunggu. Yoongi dan Jimin dengan tas peralatan mereka telah tiba dengan taksi.
Mengetuk pelan pintu motel yang terlebih dahulu dibukakan oleh sang pria.

"Kau benar-benar sudah sehat?" Jimin menatap wajah lelah yang masih terlihat sedikit pucat itu iba.

Seokjin mengangguk. "Aku akan baik-baik saja, Jiminie..."
"Dan akan lebih baik lagi saat wanita itu kembali ke alamnya" Ia memiringkan senyum pada Yoongi yang membalasnya dengan seringai kecil.

"Namjoon tidak tahu kepergian maupun rencana kita bukan?" Yoongi memastikan seraya berjalan mengikuti Seokjin menuju mobilnya.

"Tidak, Yoongi....sudah kukatakan aku tidak ingin ia terbebani..." Berucap lirih, Seokjin membuka pintu mobilnya dan mereka pun masuk satu persatu.

"Lagipula...ini bukan dunianya bukan?" Seokjin tersenyum pahit lalu melajukan kendaraan mereka.



Tak lama berselang, sedan hitam lain bergerak perlahan dari seberang jalan.

"Mereka berangkat..."
"Kukabari lagi titik koordinatnya"

"Hoseok.....kumohon siapkan bantuan..."

"Ini.....bukanlah kasus biasa...." Sambungan itu terputus setelah sang kapten mengiyakan permintaannya.


"Kau pikir aku akan membiarkan kalian sendirian huh?"
Namjoon memelankan laju kendaraannya hingga tak terlihat oleh mereka.

ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang