CHAPTER 1: Jerat Halus (1)

642 53 16
                                    

𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝙉𝙎𝙁𝙒 +18, 𝙄𝙉𝘾𝙀𝙎𝙏, 𝙈𝙀𝙉𝙅𝙄𝙅𝙄𝙆𝘼𝙉, 𝘿𝘼𝙉 𝙏𝙄𝘿𝘼𝙆 𝘽𝙀𝙍𝙈𝙊𝙍𝘼𝙇. 𝙏𝙊𝙇𝙊𝙉𝙂 𝘽𝘼𝘾𝘼 𝘽𝘼𝘾𝘼𝘼𝙉 𝙎𝙀𝙎𝙐𝘼𝙄 𝙐𝙈𝙐𝙍 𝘿𝘼𝙉 𝘽𝙄𝙅𝘼𝙆 𝘿𝘼𝙇𝘼𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼.

°
.

Taufan selalu dikenal sebagai anak yang ceria dan penuh semangat. Senyumnya bagaikan sinar yang menerangi setiap sudut rumah, dan tawa riangnya sering kali menjadi penyejuk hati bagi saudara-saudaranya yang lain.

Namun, di balik keceriaannya, ada sebuah kekhawatiran kecil yang selalu mengintai di benaknya– rasa takut menjadi beban bagi saudaranya.

Halilintar sangat memahami adiknya ini. si perfeksionis yang ceroboh, si mandiri yang selalu merepotkan, itulah bagaimana perilaku Taufan jika dideskripsikan oleh kata kata.

Melihat semuanya sebagai celah sebuah pintu yang bisa ia buka perlahan, untuk memasukkan pikiran menyimpangnya.

Halilintar tidak langsung memulai dengan kata-kata kasar atau tindakan yang terang-terangan, tentu tidak. Ia tahu bahwa untuk bisa mencapai tujuannya, ia harus bergerak dengan hati-hati, seperti ular yang melilit mangsanya tanpa membangunkannya dari tidur.

Ia akan menyuntikkan sedikit keraguan dalam pikiran Taufan– halus, nyaris tidak terlihat, tetapi cukup kuat untuk mulai mempengaruhi keyakinannya.

————————————————

Malam itu, suasana di rumah kecil mereka terasa damai seperti biasanya. Gempa dan Duri sedang mengobrol sembari menonton Televisi, sementara Blaze dan Solar lagi-lagi beradu pendapat akan hal sepele. Ice, seperti biasa, duduk di pojokan dengan sebuah buku di tangannya, matanya yang tajam sesekali melirik ke arah saudara-saudaranya, mengamati gerak gerik mereka.

Di tengah ketentraman itu, Halilintar mengamati Taufan yang duduk di meja makan, menatap kosong ke arah piring yang masih penuh dengan makanan. Wajah cantiknya terlihat muram, senyum ceria yang biasanya menghiasi wajahnya menghilang entah kemana.

Beranjak mendekati Taufan dengan langkah tenang, ia duduk di sebelahnya tanpa banyak bicara selama beberapa detik.

Halilintar membiarkan keheningan menyelimuti mereka berdua, membiarkan Taufan tenggelam dalam pikirannya sendiri, sambil sesekali melirik kearah muka cantik sang adik, merasakan jantungnya berdebar akan perasaan terlarang ini.

"Kenapa, Fan? Kamu kelihatan gak seperti biasanya"

Halilintar akhirnya membuka percakapan, suaranya penuh dengan perhatian yang tulus, meski di dalam hati ia sudah menyusun setiap kata dengan cermat, supaya terdengar setulus mungkin.

Taufan terdiam sejenak sebelum akhirnya mendesah pelan, mengangkat kepalanya untuk melirik kearah si netra ruby yang memiliki tatapan penuh perhatian khasnya, membuat Taufan tersenyum kecil. "Enggak apa-apa, kak. Aku cuma... ngerasa capek aja habis pulang revisi sama dosen"

Halilintar meletakkan tangannya di bahu Taufan dengan lembut. "Kamu pasti lagi banyak pikiran, kan? Kakak tau kamu selalu pengen ngelakuin semuanya sendiri, tapi kadang-kadang kamu harus ingat kalau kamu nggak sendirian di sini."

"..Aku tahu, Kak,"

Jawab Taufan pelan. "Cuma... aku nggak mau ngerepotin kalian. Toh, yang ini aku bisa urus sendiri, kok" Taufan tersenyum untuk meyakinkan kakaknya. Namun ia tidak bisa berbohong pada si sulung, mata lelah miliknya itu sudah menjelaskan semuanya hanya dengan sekali tatap.

HALILINTAR'S INSANITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang