Tindak (4)⚠️

754 44 9
                                    

𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝙉𝙎𝙁𝙒 +18, 𝙄𝙉𝘾𝙀𝙎𝙏, 𝙈𝙀𝙉𝙅𝙄𝙅𝙄𝙆𝘼𝙉, 𝘿𝘼𝙉 𝙏𝙄𝘿𝘼𝙆 𝘽𝙀𝙍𝙈𝙊𝙍𝘼𝙇. 𝙏𝙊𝙇𝙊𝙉𝙂 𝘽𝘼𝘾𝘼 𝘽𝘼𝘾𝘼𝘼𝙉 𝙎𝙀𝙎𝙐𝘼𝙄 𝙐𝙈𝙐𝙍 𝘿𝘼𝙉 𝘽𝙄𝙅𝘼𝙆 𝘿𝘼𝙇𝘼𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼.

°
.


Keheningan menyelimuti lorong rumah sakit malam itu, putih bersih, dengan poster kesehatan yang tertempel disana sini.

Dengan kaki yang tak berhenti bergoyang, Gempa duduk dengan tertunduk di salah satu kursi rumah sakit.

Pikirannya sangat kacau, upayanya untuk menutupi ini semuanya sia sia, mereka sudah tahu apa yang terjadi.

Bertubi-tubi masalah datang menghantam keluarganya. Kini.. sosok terkuat yang selalu menjadi perisai tempat mereka berlindung, sudah berubah menjadi sosok yang akan menghancurkan semuanya.


"Ya tuhan..." lirihnya dengan suara yang parau, lemah dan pasrah.

Suara langkah kaki perlahan menghampiri, Gempa sadar, namun tidak menoleh.

"..kak..."

Suara familiar itu berkata dengan lemah. Perlahan ia angkat kepalanya, melihat sosok adiknya yang biasanya selalu memasang wajah paling tabah dan ceria— kini semua yang tersisa adalah kepiluan.

"..Aze."

Balasnya, menatap iris jingga yang kini tanpa bercak gemerlap api yang biasanya menyinari.

Alisnya mengernyit, Gempa terlihat sangat lelah, lelah akan semua ini.

Menghela napas, ia perlahan duduk disamping Gempa yang kini kembali menatap ke ubin lantai rumah sakit.

Si jingga masih mengenakan almetnya, walau sekarang sudah lusuh dan lecet sana sini. Ia tidak bilang Gempa.. sebenarnya tadi siang ia ikut kegiatan demo mahasiswa, emosinya sedang tidak stabil, ditambah dengan kenyataan pahit ini.

"Aku... Sigh, maafin Aze, kak..." Ucapnya pelan, malu akan tindak kekanak-kanakannya. Jika ia tidak kehilangan kendali, mungkin semua ini tidak terjadi, mungkin Taufan tidak celaka karena mencoba melindunginya.

Gempa hanya terdiam, entah ia enggan menjawab, atau ia tidak tahu ingin menjawab apa.

Melainkan, ia mengangkat kepalanya. Menatap kearah lampu yang dikelilingi beberapa laron tepat diatasnya.

"..kakak capek, Aze. Kakak gak tau mau apa lagi sekarang... Gimana cara menyadarkan kak Hali, gimana cara mengakhiri semua ini..." Ucapnya dengan suara yang parau, mata lelahnya menatap cahaya silau lampu itu, tanpa berkedip.

Blaze juga merenung, ia juga tak tahu apa yang harus dilakukan. Taufan terbaring di kasur rumah sakit, sementara Halilintar.. entahlah, muak ia mendengar nama itu.

"Ayah... Kak Hali semakin mirip sama ayah—"

"—cukup, Aze.." potong Gempa, sembari mencubit pangkal hidungnya.

Ayah.. sudah lama sekali ia tidak mendengar kata-kata itu. Sosok yang mereka semua enggan bicarakan, terlebih lagi oleh Blaze dan Halilintar.

Sosok yang menghancurkan keluarga mereka, sosok yang merenggut nyawa sang ibunda tercinta.

Bersumpah, Gempa tidak ingin semua yang terjadi di masa lalu, terulang kembali.

.

Keheningan kembali menyelimuti mereka, hanya diselingi oleh langkah kaki dari pengunjung lain yang lalu lalang.

HALILINTAR'S INSANITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang