Jerat halus (2)

424 44 3
                                    

𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝙉𝙎𝙁𝙒 +18, 𝙄𝙉𝘾𝙀𝙎𝙏, 𝙈𝙀𝙉𝙅𝙄𝙅𝙄𝙆𝘼𝙉, 𝘿𝘼𝙉 𝙏𝙄𝘿𝘼𝙆 𝘽𝙀𝙍𝙈𝙊𝙍𝘼𝙇. 𝙏𝙊𝙇𝙊𝙉𝙂 𝘽𝘼𝘾𝘼 𝘽𝘼𝘾𝘼𝘼𝙉 𝙎𝙀𝙎𝙐𝘼𝙄 𝙐𝙈𝙐𝙍 𝘿𝘼𝙉 𝘽𝙄𝙅𝘼𝙆 𝘿𝘼𝙇𝘼𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼.

°
.

Malam itu adalah kesempatan yang tidak bisa disia-siakan oleh Halilintar, karena keadaan mental kecintaannya sedang sangat buruk. Ia akan menyuntikan banyak hal hal menyimpang ke benak Taufan, yang kemungkinan terlalu hancur untuk dapat menyadari bahwa hal itu tidak benar.

Disaat ia yakin saudaranya yang lain sedang tidak memperhatikan mereka, Halilintar menuntun Taufan keluar dari rumah, melewati halaman belakang menuju tepi sungai yang mengalir tenang di belakang rumah mereka.

Langit malam diselimuti bintang, memberikan kilauan lembut yang memantul di permukaan air, menciptakan suasana yang tenang namun sarat akan ketegangan yang tak terlihat. Suara gemericik air yang mengalir dan desir angin malam yang dingin menjadi satu-satunya suara yang menemani mereka berdua.

Halilintar berdiri tepat di samping Taufan, sengaja tidak mengatakan apa-apa, ia ingin membiarkan keheningan itu menyelimuti mereka.

Dalam kegelapan malam, hanya diterangi oleh sinar bulan yang samar, mereka berdua berhenti di tepi sungai, tempat di mana mereka sering bermain sewaktu kecil. Halilintar tau ini adalah spot favorit Taufan untuk menenangkan dirinya dari waktu ke waktu.

Halilintar menatap air sungai yang tenang sebelum menoleh kepada Taufan yang berdiri di sampingnya, wajah adiknya itu tampak lelah, dibayangi oleh keraguan dan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.

"Kau tahu," ucap si sulung dengan nada suara yang lembut, memecah keheningan.

"Sungai ini selalu membuatku merasa tenang. Ada sesuatu tentang aliran air yang tak pernah berhenti, yang selalu mengingatkanku bahwa meskipun ada banyak masalah, kehidupan terus berjalan."

Si sapphire tidak menjawab, hanya menatap air di depan mereka. Halilintar bisa melihat bahwa adiknya sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri, berusaha memproses semua yang terjadi sebelumnya. Halilintar merasakan momen ini sebagai kesempatan sempurna untuk menggali lebih dalam ke dalam batin Taufan.

"Kamu bisa ceritain apapun sama aku, Fan," ucap Halilintar dengan lembut, matanya menatap langsung ke dalam mata adiknya. "Aku tahu ada banyak yang kamu pendam. Aku bisa lihat di wajahmu setiap hari. Aku di sini untukmu. Aku pengen kamu tau kalau kamu tidak sendiri."

Taufan tampak ragu sejenak, bibirnya terkatup rapat seolah-olah sedang berjuang melawan dorongan untuk berbicara. Namun, tatapan penuh kasih sayang dan perhatian dari kakaknya itu membuat pertahanannya perlahan runtuh.

Ia menarik napas dalam-dalam, menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.

"Kak... Taufan ngga tahu harus mulai dari mana," lirihnya, penuh dengan emosi yang tertahan.

"Aku selalu berusaha kuat... Berusaha merubah pandangan semua orang terhadapku. Taufan benci banget kak, setiap ada sesuatu yang terjadi padaku, setiap aku sakit ataupun lemah, semua orang selalu memandangku...- dengan tatapan penuh simpatik palsu itu..."

Halilintar menatap Taufan dengan penuh pengertian, membiarkan adiknya melanjutkan tanpa interupsi. Ia tahu bahwa perasaan ini telah menggerogoti Taufan dari dalam, dan sekarang saatnya untuk mengeluarkannya.

"Ingin sekali rasanya aku membuktikan kalau aku itu kuat... Kalau aku tidak butuh bantuan mereka.." Taufan melanjutkan, suaranya mulai pecah. "namun itu hanyalah kata kata penyemangat nyeleneh, aku sendiri pun tau aku tidak akan pernah terlepas dari bantuan orang lain... Tidak dengan tubuh lemah sialan ini..."

Taufan akhirnya pecah, air mata mulai mengalir di wajahnya.

Halilintar dengan cepat merangkul adiknya, menariknya ke dalam pelukan hangatnya. Ia bisa merasakan tubuh Taufan yang gemetar di bawah sentuhannya, penuh dengan emosi yang selama ini ia pendam.

Halilintar merasakan suatu kepuasan merayap di dalam raganya. Ia telah berhasil membuka keran emosi yang selama ini tersumbat di dalam diri Taufan. dan sekarang, ia akan menggunakan momen ini untuk memantapkan cengkeramannya.

"Shh... tenang, Taufan..." bisik Halilintar di telinga adiknya, suaranya begitu lembut dan menenangkan.

"Kamu gak lemah, Fan. Jangan pernah mikir gitu, kamu itu kuat banget dan kakak tau itu. Mereka semua.. gak ngerti, mereka gak ngerti seberapa kuatnya kamu berjuang selama ini, kakak bangga banget sama kamu."

Kata-katanya barusan, adalah segalanya yang Taufan harapkan selama ini.. ia ingin dianggap, diberi peluang. Disaat tidak ada yang mengerti, Halilintar mengerti segalanya.

Di pelukan kakaknya, Taufan merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, seolah-olah semua masalahnya tiba-tiba menjadi kecil dan tak berarti.

Setiap Halilintar mengusap punggungnya dengan lembut, perasaan aman seakan membasuh raga Taufan, membuatnya semakin tenggelam dalam perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya.

"Kamu itu bagian terpenting dalam hidupku, Fam"

"Gak ada yang lebih berharga bagiku selain kamu... Aku akan selalu ada untukmu, lindungi kamu dari semua masalah, dari semua rasa sakit."

"Biarkan kakak jadi segalanya untukmu... Kalau kamu mengizinkan."

Taufan terisak pelan, hatinya mulai luluh dengan kata-kata melenceng yang diucapkan kakaknya.

Dalam keadaan emosional seperti ini, ia tidak bisa melihat manipulasi yang sedang terjadi. Yang ia tahu hanyalah bahwa Halilintar adalah satu-satunya orang yang benar-benar peduli padanya, yang benar-benar memahami apa yang ia rasakan.

"Hali... aku takut..." bisiknya, lirih suaranya nyaris tenggelam dalam pelukan Halilintar.

"Aku takut aku nggak bisa melakukan semua ini. Aku takut mengecewakan kalian semua..." Tak lupa dengan cengkraman erat di kuduk kakaknya, menambah rasa nyaman yang menyejukkan hatinya.

Halilintar menggeleng pelan, tetap memeluk Taufan dengan erat. "Kamu gak perlu takut, Taufan. Kamu gak perlu memikul beban ini sendirian. Kakak selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.. Selama aku di sini, gak akan ada yang bisa menyakitimu."

"Karena kamu... adalah orang yang paaaling kakak cintai. Dan kakak akan melakukan apa pun untuk memastikan kamu bahagia, bahkan jika itu berarti aku harus melawan dunia ini."

Kata-kata itu, penuh dengan perasaan cinta terlarang namun begitu menenangkan, meresap ke dalam hati Taufan. Dalam kelelahan emosionalnya, ia mulai melihat perasaan Halilintar sebagai sesuatu yang normal, sesuatu yang alami.

Ia mulai percaya bahwa Halilintar adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa aman, satu-satunya orang yang bisa mencintainya tanpa syarat.

Halilintar tersenyum tipis, mengetahui bahwa jaring yang ia rajut semakin erat mengikat adiknya.

Ia telah menanamkan benih keraguan dalam diri Taufan, dan kini, ia memanfaatkan perasaan itu untuk membuat adiknya semakin tergantung padanya.

Dengan sangat halus dan terukur, Halilintar terus membisikkan kata-kata manis yang lebih menyerupai mantra, menegaskan pada Taufan bahwa hanya dia yang bisa membuat segalanya menjadi lebih baik.

————————————————

Malam itu, di tepi sungai yang sunyi, Taufan menyerahkan seluruh hatinya kepada sang Kakak.

Ia tidak lagi merasa sendirian, tidak lagi merasa terbebani.

Ia percaya bahwa Halilintar adalah pahlawan yang akan menyelamatkannya, bahwa cinta yang Halilintar tawarkan adalah satu-satunya hal yang benar dalam hidupnya yang kacau.

Dan dalam kebingungannya, Taufan mulai menerima perasaan itu, tanpa menyadari bahwa ia telah jatuh ke dalam perangkap yang telah Halilintar siapkan dengan sangat cermat.

HALILINTAR'S INSANITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang