Tindak (2)

395 37 5
                                    

𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝙉𝙎𝙁𝙒 +18, 𝙄𝙉𝘾𝙀𝙎𝙏, 𝙈𝙀𝙉𝙅𝙄𝙅𝙄𝙆𝘼𝙉, 𝘿𝘼𝙉 𝙏𝙄𝘿𝘼𝙆 𝘽𝙀𝙍𝙈𝙊𝙍𝘼𝙇. 𝙏𝙊𝙇𝙊𝙉𝙂 𝘽𝘼𝘾𝘼 𝘽𝘼𝘾𝘼𝘼𝙉 𝙎𝙀𝙎𝙐𝘼𝙄 𝙐𝙈𝙐𝙍 𝘿𝘼𝙉 𝘽𝙄𝙅𝘼𝙆 𝘿𝘼𝙇𝘼𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼.

°
.

Entah jam berapa sekarang. Burung-burung sudah berhenti berkicau, dan ayam di belakang rumah mereka sudah mulai mencari makan.

Halilintar membuka matanya perlahan, cahaya matahari yang bersinar dari gorden membuat matanya yang sensitif terpejam lagi.

Kepalanya pusing dan terasa berat, rasa pusing itu membuatnya menyumpah.


Perlahan melirik ke sekitar ruangan, hal pertama yang ia sadari adalah sosok lemah yang terbaring tanpa busana tepat disebelahnya.

Matanya terbuka sempurna, dan pandangan yang sebelumnya kabur menjadi jelas.

Taufan, kekasihnya.

Raga itu terbaring lemah, dengan napas yang lambat dan lengan yang penuh sayatan dalam.

Halilintar seketika tersenyum, memandang wajah adik kecintaannya, sembari mengelus pipi halus itu.

"Kamu cantik banget Fan"


Taufan tidak menjawab, siapa yang tahu Taufan akan bangun hari ini atau tidak.

Namun Halilintar tidak peduli, otaknya yang masih tercemar efek narkotika itu menganggap bahwa adiknya akan baik baik saja.

Memang dasar sinting.

.

Ia meregangkan otot-ototnya, pegal, habis bermain semalaman.

Berencana ingin menemani Taufan untuk beberapa jam kedepan. Lagi pula, baginya pergi keluar pun tidak ada gunanya, sekarang kan akhir pekan.

Tangannya terus membelai lembut rambut coklat itu, sembari tersenyum dan terkadang meracau sendiri.

Ia melirik kearah handphonenya, mungkin terakhir kali ia memegangnya adalah saat mengirim pesan pada Taufan kemarin.

Saat diperiksa, ada beberapa pesan, namun satu pesan mendapat perhatiannya.

Pesan dari Gempa.

Ia baca pesan itu dengan muka acuh tak acuh. Siapa peduli? Paling juga Gempa ingin menceramahinya.

Dipikirannya, Gempa lah yang memaksa Taufan untuk berbicara tentang hubungan mereka. Taufan tak pernah salah di mata Halilintar, walau semalam ia hampir membunuh adiknya karena murka.

"Nyusahin banget." Ucapnya sembari melempar handphonenya ke kasur dibelakangnya.

Ia menoleh, menatap muka terlelap Taufan. Rasa cinta yang luar biasa besar seakan membutakan segala logika milik Halilintar.

"Aku akan selalu melindungi kamu dari mereka, sayang. Kamu milikku dan cuma aku seorang, tidak ada yang dapat memisahkan kita..."

Ucapnya, membelai raga sang adik dari bahu hingga paha mulusnya.

————————————————

Beberapa jam kemudian, Taufan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan siuman.

HALILINTAR'S INSANITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang