Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PART 14
°°°
"Ayah!" Teriak Arsyila, dengan suara tangisnya.
Emilio menoleh kearah Arsyila. Mendengar tangisan gadis kecil itu, membuat hatinya sedikit tercabik.
Bingung. Itulah yang Emilio rasakan saat ini.
Tak tahan melihat Gadis kecil itu dibentak dan diperlakukan dengan kasar, Emilio pun menghampirinya.
~~
"Ada apa ini?" tanya Emilio, dengan aura dingin yang melekat padanya.
"Dia telah menyelinap masuk ke lingkungan Sekolah, dan membuat keributan, Tuan." jawab salah satu penjaga itu, menunduk hormat. Ia kenal betul siapa pria yang tengah berbicara dengannya.
"Tidak! Dia berbohong, aku tidak membuat keributan. Merekalah yang terus- terusan berteriak," timpal Arsyila, berusaha membela diri.
Emilio dibuat terdiam, melihat bulir demi bulir air mata yang membasahi pipi gadis kecil itu.
"Hei, beraninya kau menyela ucapan orang yang lebih tua!" marah penjaga wanita itu, mendorong tubuh Arsyila.
Dorongannya tidak terlalu kuat, tapi karena posisi berdiri Arsyila yang tidak terlalu seimbang, tubuhnya langsung terjatuh diatas jalan yang terbuat dari beton.
Hal itu membuat telapak tangan Arsyila menjadi lecet. Seperti anak- anak pada umumnya, jika merasa kesakitan, ia akan menangis. Dan tangisan Arsyila saat ini, cukup kencang.
"Tidak bisakah, kalian menyelesaikan masalah ini dengan baik?" ucap Emilio, masih mempertahankan wajah datarnya.
"Tuan, maaf atas ketidaknyamanan ini. Tapi biarkan kami bertindak tegas pada gadis kecil ini,"
"Itu bukan bertindak tegas, tapi kasar." Emilio mengeram tertahan, matanya kian memerah. Ada perasaan yang tak biasa, saat netranya menangkap kesedihan di wajah gadis kecil itu.
"Maaf, Tuan. Kami hanya tidak ingin hal seperti ini terulang kembali," sahut yang lainnya.
"Hei gadis kecil, bangunlah!" Salah satu penjaga pria, menarik paksa agar Arsyila berdiri tegak.
Tak tahan, Emilio langsung meraih dan mengcengkram kuat kerah baju pria itu.
"Kau ingin, mati?" sergah Emilio, dengan sorot matanya, yang tajam.
"Ma-maafkan saya, Tuan." kata Pria itu, takut.
"Pergi kalian!" suruh Emilio, dengan ekspresi wajah yang menyeramkan.
"Tapi Tuan-"
"Mereka telah menghina Ibu dan Ayahmu, padahal wajah wanita ini tidak secantik Ibuku. " celetuk Arsyila, dengan air mata yang terus menetes, membasahi pipinya.