Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PART 29
°°°
"Tunggu dulu. Dibanding menyingkirkan Mazaya dan putrinya, akan lebih baik jika aku menyingkirkan Zera dan Jack saja. Dengan begitu, aku bisa memiliki Nina. Emilio juga bisa hidup bahagia bersama istri dan putrinya," batin Vino, mengelus dagunya.
"Masalahnya begitu sederhana, kenapa aku baru memikirkan itu sekarang?" tambahnya, tersenyum licik.
~~
Melihat ekspresi wajah Vino, Zera menaikkan sebelah alisnya.
"Ada apa?" tanya Zera, terdengar ambigu.
Tak ada sahutan dari Vino, ia terlihat mengabaikan wanita dihadapannya itu.
"Apa kau sedang memikirkan cara untuk membunuhku, Tuan Vino?" tebak Zera, dengan tatapan penuh selidik.
Vino nampak gelagapan seraya bertanya dalam hati, bagaimana bisa wanita licik ini, mengetahui isi pikirannya?
"Aku sudah lama mengenalmu. Kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku," sambung Zera, bersedekap dada.
"Membunuhmu, tidak mendatangkan keuntungan bagiku," kata Vino, berusaha mengatur ekspresi nya, hingga menampilkan raut wajah datar.
"Baguslah. Kau memang seharusnya berpikir seperti itu. Karena melenyapkanku, itu suatu kemustahilan bagimu," ucap Zera, terdengar angkuh.
Vino mencebik.
"Emilio saja bisa aku kendalikan, apalagi hanya seekor tikus sepertimu," sambung Zera, memberikan penekanan disetiap kata demi kata yang ia ucapkan.
"Sudahi keangkuhanmu, atau kau akan melihat tikus ini mencabik mulut sialanmu itu." Vino mulai tersulut emosi. Harga diri diatas segalanya, dan ia tidak akan membiarkan Zera terus mengendalikan dirinya.
"Aku hanya berusaha menyadarkanmu, bahwa tempatmu akan selalu berada jauh dibawahku," ucap Zera, semakin menekankan bahwa ia memiliki kuasa yang mampu membuat Vino bertekuk lutut dihadapannya.
Vino tersenyum miring.
"Biar kuingatkan, aku selalu bermain diatasmu," saskas Vino, yang langsung dipahami Zera.
Sial.
...
"Ayah! Kau sudah kembali?" girang Arsyila, menyambut kedatangan Ayahnya.
Emilio langsung membawa Arsyila dalam gendongannya.
"Dimana Ibumu?" tanya Emilio, melempar tas kerjanya keatas sofa.
"Ibu sedang memasak di dapur, Ayah."
"Benarkah?"
"Iya." Arsyila mengangguk.
Emilio mengedarkan pandangan ke segala sudut ruangan yang ada di Markasnya. Sesuai perintahnya, tak ada anggota pria yang berkeliaran dalam markas itu. Tapi dimana para pelayan wanita, yang ia tugaskan untuk mengurus semua keperluannya?