7. Aster

109 6 6
                                    

"Taman bunga tak mampu mengharumkan sifat buruk mu."
.
.
.
.
⚔️⚔️

Tempat dimana para anak-anak menimba ilmu. Waktu yang paling mereka nantikan, dimana bel pulang berbunyi dengan nyaring di setiap penjuru gedung.

Ramai-ramai mereka meninggalkan gedung tempat mereka bersekolah. Bersama hari yang kian sore. Waktu tepat para pekerja pun pulang. Membuat jalanan menjadi sibuk dan padat.

Empat kendaraan yang masih terparkir diarea sekolah. Nampak lima pemuda baru saja keluar dari salah satu gedung.

"Jadi?" Pemuda dengan wajah dinginnya bertanya tenang. Membuat sosok yang ditanya mengangguk kecil.

"Kita ikut deh," Ali bersuara. Membuat Kiki dan Leo mengangguk.

"Iya, lama kan kita enggak ke rumah kamu."

Mereka kini telah sampai di motor masing-masing. Darka pun terdiam, nampak menimang. Dia lalu menatap Axel meminta pendapat.

"Gapapa."

Pemuda itu lalu mengangguk, segera naik ke motor besarnya. Di ikuti yang lain segera. Tiga motor sport yang melaju terlebih dahulu meninggal sekolah. Satu motor matic dengan dua orang pemuda masih tertinggal.

"Gua takut kalau Darka pulang sendiri, balik-balik babak belur dia. Setidaknya kalau kita ikut, Om Wijaya jaga image depan kita." Ali berkata sambil mulai menyalakan mesin motornya.

Kiki di belakang mengangguk setuju. "Di depan kamu ya?" Kekehnya di akhir.

Ali tertawa renyah. Mereka pun melaju meninggalkan sekolah, dengan cepat mengejar tiga pemuda lain.

.
.
.

15 menit berkendara, sampailah mereka pada mansion besar keluar Chandrakanta. Tempat bagi mereka cukup, menjijikan.

Dari pada takut, mereka lebih tidak sudi ada disana karena sebuah permainan sang pemilik. Orang kaya tidak selalu bersih kan?

"Anda pulang Tuan muda?" Lelaki berusia 35 tahun menyambut mereka. Dia mengenakan pakaian pengawal lengkap dengan pistol di saku belakangnya.

Jay, Bodyguard pribadi Darka. Namun tugasnya tahun-tahun ini seperti bukan bodyguard pemuda itu. Karena Darka lebih suka hidup diluar bebas, walau penjagaan tetap ketat. Setidaknya, Jay tidak ikut ke rumah pribadinya.

"Bunga." Satu kata sebagai jawaban.

Jay beralih menatap Axel, pemuda itu hanya mengangguk kecil. "Akan saya ambilkan. Anda bisa menunggu di ruang keluarga, ada Nyonya disana."

Mereka pun pergi masuk ke dalam, beberapa orang menyambut mereka. Satu orang nampak memberikan kabar kedatangan mereka.

"Mama." Panggil Darka melihat wanita itu duduk pada salah satu sofa.

Anjani tersenyum lembut, menyambut kedatangan mereka dengan bahagia. Dia lalu melambai pada putranya agar mendekat. Membelai surai legam sang Putra sayang, lalu meminta nya duduk di sebelahnya. Saat itu pandangannya beralih pada empat pemuda lain.

"Sore Ma." Axel mendekat, dan bersalaman. Malah dia mendapatkan pelukan singkat.

"Kamu, kayak sama siapa aja Bang." Axel pun hanya tersenyum tipis.

Eléftheros || On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang