4. Kegelapan

164 9 2
                                    

"Bagai pekatnya malam tanpa adanya bulan. Dia datang."
.
.
.
.
⚔️⚔️

Sosok pemuja kebebasan untuk hidupnya sendiri. Segala cara, melepaskan rantai yang terus menariknya kembali. Mungkin, dia bebas dengan jiwa tanpa raganya nanti.

"Darka balik duluan?" Pemuda berdarah asli Indonesia itu bertanya heran.

Bel sekolah berbunyi setengah jam yang lalu. Namun karena ada pelajaran tambahan untuk ujian mereka harus terlambat pulang. Akan tetapi satu sosok teman mereka menghilang. Kini mereka tengah berjalan bersama menuju tempat parkir untuk pulang.

"Dia tadi keluar duluan, gila beneran monster," gumam Ali tak habis pikir. Mereka memang hanya diberikan soal latihan. Namun 20 menit Darka keluar pertama kali, Axel pun cukup tertinggal.

"Lebih tepatnya robot." Leo membenarkan, membuat Kiki mengangguk kecil. Mereka cukup tau dorongan keras keluarga Darka.

"Eh ada balapan malam ini, katanya ada anak baru." Leo cepat memeriksa ponselnya.

"Iya, gua udah tau. Max nantang Darka sama anak baru itu. Dengar-dengar kemarin dia kalah sama anak baru itu." Ali menimpal dengan tawa mengejek. Rival sahabatnya memang tidak pernah kapok.

"Axel gimana?" Kiki bertanya, ingin tau apa mereka malam ini turun.

"Chat Darka." Balas pemuda itu datar. Leo pun segera melakukan. Balasan yang begitu cepat. "Oke katanya. Gas lah!"

Nampak Alo bersorak senang. Dia begitu penasaran dengan siapa anak baru tersebut. "Eh tunggu, gua lupa di titipin setan."

Mereka menatap pemuda heran. Apalagi kini nampak mencari seseorang diarea parki sekolah yang hampir sepi.

"Nah itu. Woy! Cahyono!!" Serunya lantang, membuat beberapa orang menatap cepat.

Kiki menepuk pundak sahabatnya pelan. Mengingatkan perbuatannya. "Panggil yang bener Ali." Namun pemuda itu hanya tertawa saja.

Dapat mereka lihat ada kumpulan pemuda yang tertawa. Lalu sosok yang nampak masam sendirian. Dia dengan cepat menghampiri mereka. Wajahnya tergolong manis juga mudah di hujat.

"Zidan Bang!" Sentaknya kesal pada Ali.

"Halah, sama aja. Nama Lo kan Zidan Cahyono." Ali tertawa puas melihat wajah pemuda itu.

"Ih, aku bilangin Bang Davin!"

"Dih ngaduan. Ya udah, ikut sama dia aja Lo sana."

Pemuda itu menggeleng cepat. Berubah bagai kucing mungil yang meminta makan dipinggir jalan. Memelas.

"Enggak! Iya deh, terserah." Sabar lah diri mu nak.

"Siapa?" Axel bertanya, nampak belum kenal dengan sosok ini.

"Ouh ini, adek sepupu gua. Dia nanti malam mau nginep di rumah, boleh kan?" Ali agaknya tak enak. Tapi dia memang terpaksa membawa anak kucing garong ini.

"Hm." Hanya anggukan, Zidan sudah sangat senang. Kapan lagi masuk geng Abang sepupunya yang terkenal ini.

"Memang orang tua kamu kemana, Dan?" Kiki bertanya. Dia heran sana karena tidak biasanya.

Eléftheros || On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang