25. Bersama

107 14 5
                                    

"Sampai kapan ini semua akan terjadi?"
.
.
.
.
⚔️⚔️

Lima pemuda yang kini duduk pada tepi pantai. Melihat bagaimana sang mentari mulai tenggelam. Mengakhiri kenangan untuk hari ini. Menjadi salah satu memory terindah mereka.

"Apa kita masih bisa kumpul kayak gini setelah lulus sekolah?" Pemuda dengan sorot mata yang teduh bertanya lirih. Memandang sejenak ke empat sahabatnya yang lain.

"Mungkin enggak bisa langsung," sosok dengan surai sedikit ikal menjawabnya.

"Gua kok jadi sedih ya rek?" Gumam si surai pirang.

"Mungkin enggak langsung, Ki." Balas sosok yang duduk di sebelahnya. Dia diam kembali memandang mentari. "Lima tahun ke depan, akan lebih banyak waktu kita kumpul."

"Tapi, mungkin gua udah ada tugas khusus. Bakal sulit ketemu kalian," ujar Ali dengan senyum kecil.

"Abang Lo aja bisa pulang tuh," balas Leo.

"Gua enggak ada rencana pulang." Kekeh Ali di akhir. Membuat mereka memandang dalam.

Mereka tidak pernah tau sedalam apa luka Ali. Pemuda itu yang paling pandai menyembunyikan lukanya.

"Jadi kita bukan rumah untuk Lo?" Darka bertanya datar. Menggeleng lirih setelahnya.

Ali terdiam, bukan itu yang dia maksudkan kan. Dia hanya tidak ingin pulang ke orang tuanya. "Gua khawatir mereka pasti nyari dari kalian."

"Terus, apa bedanya sama Lo yang bilang siap kenapa-napa setelah tau masalah gua?" Lagi Darka bertanya, menatap dingin.

Bukankah kemarin Ali yang mengatakan sendiri jika mereka akan saling melindungi. Tidak peduli luka dari akibat saling menjaga. Mereka akan tetap bersama.

"Kita udah janji sama-sama Li. Lo sendiri yang dorong kita selalu sama-sama. Kenapa sekarang Lo yang seakan menjauh?" Leo menatap tidak mengerti. Entah apa yang Ali pikirkan sebenernya.

"Aku memang enggak pernah bohong setiap kali ditanya kamu dimana. Tapi setelah kamu ambil keputusan itu, aku akan selalu menjaga rahasia mu, Ali." Ujar Kiki dengan senyum tulus. Dia sangat tau bagaimana gundahnya Ali sekarang.

"Pikirin lagi, kita enggak mau Lo salah jalan. Jangan sampai pertemanan kita bubar karena egoisnya satu orang." Axel angkat bicara, tapi tak menatap sosok Ali.

"Sorry," ujar Ali dengan tulus. Dia mengerti sekarang. Akan dia pikirkan kembali dengan segera.

Darka disebelahnya menepuk pundak pemuda itu. Tersenyum kecil diam-diam.

"Kenapa kita enggak buat perjanjian aja?" Usul Leo dengan semangat, dia baru saja mendapatkan ide.

Mereka menatap pemuda pirang itu. Sedikit tertarik dengan idenya.

"Ayo!" Balas Ali semangat. Sisanya nampak mengangguk kompak.

Leo dengan cepat bangkit. Pemuda itu pergi entah ke mana, yang tidak lama kembali dengan buku, bolpoin dan botol kaca. Dia lantas kembali duduk di tempatnya. Menyerahkan botol kaca yang dia bawa kepada Kiki. Lalu mulai membuka buku yang dia bawa.

Eléftheros || On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang