3. Rantai pengekangan

198 11 0
                                    

"Sekuat apapun aku berusaha, nyatakan seolah percuma."
.
.
.
.
⚔️⚔️

Kesempurnaan seperti apa yang bisa manusia milik? Apa mereka akan terlahir begitu pintar? Fisik yang terbaik, hati yang lembut, atau harta yang melimpah.

Dia katakan, memiliki itu semua. Namun ada banyak hal lain yang tidak dia memiliki. Memang orang cenderung akan lebih suka membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain.

Seperti orang yang terlahir dari keluarga sederhana, dia akan selalu bertanya. "Menjadi orang kaya enaknya? Semuanya dapat dengan mudah."

Benarkah begitu? Lalu dia akan bertanya balik. "Menjadi orang sederhana itu bahagia ya? Tidak ada tuntutan yang berat, bahkan memiliki orang tua yang pengertian."

Nyatanya, keduanya sama-sama memiliki sisinya sendiri. Mungkin bagi orang dari keluarga sederhana dia kesulitan dari finansial nya. Namun, dia tidak sulit dalam kasih sayang. Begitupun dengan dirinya. Dia mungkin memiliki segalanya yang orang lain irikan. Namun dia hanya tidak memiliki kebebasan untuk dirinya sendiri.

Sederhana mungkin sulit, kaya pun tidak mudah.

"Sayang."

Sosoknya mendongak, melihat ke arah pintu kamar yang dibuka perlahan. Wanita cantik yang tidak lain sang ibunda.

Anjani Putri Nataprawira, atau sekarang bermarga milik suaminya. Chandrakanta. Wanita sebagai cinta pertamanya.

"Mas Darka," wanita itu kembali memanggil karena melihat sang putra yang terdiam.

Dia membelai surai legam putranya sayang. Membuat pemuda itu tersadar, segera menatap wanita itu lembut.

"Kamu di hukum lagi?" Dia hanya mengangguk, menikmati usapan wanita tersebut. Tanpa tau sosok itu menatap sendu.

"Berapa hari?"

Darka menatap kembali, lalu menggeleng. "Sampai nilai Mas baik."

Anjani menatap meja belajar yang kini penuh akan buku dan kertas. Melihat bagaimana putranya begitu banyak berusaha. Hatinya sakit, tapi dia lemah untuk melawan suaminya sendiri.

"Mama tidur, sudah malam." Pemuda itu bangkit berdiri. Menatap ke pintu kamar yang terbuka. Ada dua penjaga disana.

"Jangan dipaksakan ya sayang? Kalau capek istirahat, Biyung khawatir kamu nanti sakit."

Ia mengangguk kecil. "Iya, sebentar lagi selesai. Mama enggak usah khawatir."

Bagaimana dia tidak pernah khawatir. Dia sangat tau tabiat suaminya, dan dia tau batasan seperti apa yang putranya miliki. "Nanti Biyung ngomong sama Romo kamu. Semoga hukuman kamu di cabut." Lirihnya diakhir.

Darka menggeleng cepat. Menggenggam kedua tangan ibunya lembut. "Jangan, Mas enggak mau Mama pertaruhkan apa-apa lagi. Mas gapapa kok, ini juga salah Mas yang kurang belajar."

"Sayang, seorang ibu bahkan berani mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan. Ini juga bukan salah Mas. Manusia pasti memiliki sisi lemahnya sendiri."

Darka tau itu, namun dia hanya ingin ibunya cukup mempertaruhkan saat melahirkannya saja. Jangan ada lagi. Adanya Anjani saja sudah cukup bagi dirinya.

Eléftheros || On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang