23. Axvel

71 6 1
                                    

"Menyerah, bukan berati semuanya selesai. Kamu akan terus terjebak."
.
.
.
.
⚔️⚔️

Bagaimana menjadi anak yang berbakti? Apa harus mengikuti segala keinginan orang tua? Bahkan, hal itu mendesak. Diatas batas diri dengan paksaan.

Ada kalanya, manusia lelah. Dengan semua hal, bahkan dengan dirinya sendiri. Namun dorongan paksa yang membawanya terus melangkah. Entah kemana rasa sakit tubuhnya di dera semakin tajam.

Di malam yang beku, angin berhembus kencang bersama rintik hujan. Jalanan kecil dibalik dinding gedung kota yang pekat. Basah akan bekas air hujan beberapa saat yang lalu.

Langkah kaki diatas air menggema di sepinya malam. Begitu cepat dan tergesa.

Sosok pemuda dengan pakaian serba hitam. Surai legamnya basah akan keringat bercampur air hujan. Nafasnya memburu dengan wajah pucat.

'Dor

Terdengar tembakan dari arah belakangnya. Dia gelisah, bergerak cepat mencari tempat sembunyi.

"Kak! Kakak dimana!?"

"Hallo, Kak!?"

Dari earphone yang dia kenakan terdengar suara yang sangat tidak asing baginya. Nada yang penuh rasa khawatir. Juga nafasnya yang memburu.

Dia tidak bisa membalasnya, hanya berdoa semoga sosok itu cepat menemukan dirinya. Agar lolos dari kejaran mereka.

Dia terus berlari, hingga gang yang dia lalui habis. Dia berada diarea yang asing. Banyak ilalang tumbuh, akan tetapi banyak juga gedung kosong.

Tanpa rasa takut dia berlari menuju salah satu gedung kosong. Setidaknya dia harus bersembunyi. Musuh terus mengerjakan.

Dia berlari memasuki gedung yang gelap tersebut. Naik menuju lantai tertinggi. Dia lalu bersembunyi disatu ruangan. Tidak ada rasa takut pada tempat yang pekat ini.

"Kakak ada di gedung tua pinggir kota, Dek."

"Kakak sembunyi! Jangan diputus, aku dalam perjalanan."

Dia tidak membalas, duduk dengan lemah memeluk dirinya sendiri. Mengatur nafasnya yang masih memburu. Dia ketakutan, juga sakit akan beberapa pukulan yang dia dapatkan.

"Kenapa Ayah tega sama aku?" Lirihnya. Tanpa tau sosok adiknya mendengar.

"Aku capek, aku enggak mau kayak gini. Mereka kotor, mereka jahat." Air matanya jatuh tanda sadar. Dia menangis dalam heningnya malam.

Dia benci Ayahnya, juga bisnis yang Ayahnya geluti. Dia tidak mengerti, dulu sosok itu yang dia junjung sebagai polisi berpangkat tinggi. Namun, sekarang dia tau. Semuanya adalah tipuan.

"Kamu lelah?"

Tubuhnya menegang, menatap cepat bayangan hitam yang berdiri tidak jauh darinya. Namun, suara datar itu dia hafal.

"Darka?" Tanyanya ragu.

"Darka? Kak? Kakak dengan siapa?"

Dia mengabaikan suara adiknya. Menatap waspada remaja 14 tahun yang dia kenali itu. Dalam sedikit cahaya malam dia melihat sosok itu. Benar sosok yang dia kenali.

Adik kelasnya, juga anak dari rekan bisnis Ayahnya.

"Jika lelah, kamu bisa berhenti. Hidup mu adalah milik mu, terlepas kamu adalah anak nya."

"Aku tau apa yang kamu rasakan. Menjijikan bukan? Ada diantara mereka?"

"Tidak," balasnya terbata. Pemuda 15 tahun itu menatap ragu.

Eléftheros || On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang