BAB 10 Kecewa

330 22 0
                                    

"Oh, gitu ceritanya, pantesan aja lo sampai segitunya sama Alicia," ujar Bastian manggut-manggut.

Pemuda itu menatap Tasya yang sedang tersenyum, tetapi matanya tak lepas dari rasa sedih.

"Gue harap dia bisa cepet bangun biar lo nggak sedih lagi," sambung Bastian menghapus air mata Tasya dengan tangannya.

Tasya yang terkejut akan sikap Bastian hanya mampu tertegun. Iris mata kedua remaja itu beradu dan saling berhadapan satu sama lain.

Terjadi keheningan diantara mereka berdua, tak ada yang berucap hanya mata mereka yang saling menatap.

"Gue..." Ucap mereka selaras.

"Eh, lo duluan aja!" Lagi-lagi Tasya dan Bastian mengatakan hal yang sama.

Damn! Wajah Tasya sudah kalap merah saat ini. Tasya benar-benar tidak tau harus bagaimana saat berhadapan dengan Bastian. Pemuda itu selalu saja berhasil membuat perasaan Tasya tak karuan.

"Lo ngomong aja duluan Sya!" Suruh Bastian menatap ke arah Tasya setelah tadi sempat membuang pandangannya ke lain arah.

"Em, e...nggak deh, nggak jadi! Gue udah lupa mau ngomong apa," balas Tasya gelagapan.

Tasya tidak berbohong saat ini jantungnya serasa ingin meledak, haish kenapa bisa begini?

"Mendingan lo yang ngomong Bas! Apa yang mau lo omongin tadi?"

Bastian tampak menarik nafasnya dalam, raut wajah pemuda itu juga terlihat serius. Apakah Bastian akan menyatakan perasaannya? Tasya harap itu benar.

"Sebenernya gue mau ngomong kalau..." Bastian menggantungkan perkataannya hal itu membuat Tasya sungguh penasaran.

"Kalau apa?" Tanya Tasya penasaran.

"Kalau gue udah punya cewek! Gue mau jalan sama dia weekend ini, tapi gue masih malu. Makanya gue mau ngajak lo buat ikut bareng kita!" Ungkap Bastian merangkul bahu Tasya dengan girang.

Tasya yang mendengar apa yang barusan Bastian katakan menjadi diam seribu bahasa. Apa dia tidak salah dengar? Bastian sudah punya pacar? Lalu bagaimana dengan perasaan Tasya untuknya selama ini?

"Sya, kok lo diem aja sih? Lo nggak suka gue punya pacar?" Tanya Bastian melepaskan rangkulannya dari bahu Tasya karena bingung akan diamnya Tasya.

"Ah, apaan sih? Nggak kok! Gue malahan seneng banget karena akhirnya lo udah nggak jadi jomblo karatan lagi! Gue cuma agak kaget aja, soalnya tiba-tiba banget lo ngomong ini ke gue." Dusta Tasya.

Bastian kembali merangkul bahu Tasya dan mencubit gemas pipi gadis itu. Tasya tersenyum dan tertawa, tapi percayalah jauh di dalam sana hati Tasya sudah meringis akan rasa sakit yang menyerangnya secara bertubi-tubi.

Tak lama sosok Aurel datang dan ikut duduk bersama kedua remaja itu. Seketika Tasya langsung melepaskan tangan Bastian dari bahunya.

"Tante Aurel kenapa? Ada yang sakit? Mau Tasya pijitin?" Cecar Tasya.

"Nggak usah sayang, Tante nggak apa-apa kok! Makasih ya udah perhatian sama Tante!" Balas Aurel tersenyum.

"Kalau gitu, gue pamit duluan ya Sya! Bye!" Pamit Bastian beranjak dari duduknya.

Pemuda itu berjalan menjauh dan semakin menjauh, Tasya pandangi lekat sosok Bastian yang perlahan-lahan mulai menghilang dari pengelihatannya.

Cting!

Bastian

[Jangan nangis lagi, nanti cantiknya ilang Sya!]

[Good night! Jangan lupa tidur!]

Tasya baca sekilas pesan yang Bastian kirimkan, sungguh Tasya tidak munafik dia merasa senang diperhatikan oleh Bastian. Tapi kenyataan kembali menghempas Tasya dari langit ke inti bumi rasanya.

Bolehkah Tasya menangis sekarang? Apakah boleh? Tasya sungguh tidak kuat rasanya.

Greb!

Gadis itu kini sedang memeluk tubuh Aurel erat tidak! Sangat erat, Tasya menumpahkan seluruh rasa sedihnya dalam dekapan Aurel.

"Tasya kamu kenapa? Kenapa kamu nangis? Ada masalah?" Cecar Aurel mengelus rambut Tasya.

Tak ada sahutan dari mulut Tasya, gadis itu sibuk menangis. Ingin berhenti, tapi Tasya juga tidak bisa mengontrol air matanya.

*******

Disisi lain ada sosok Alicia yang sedang terbaring di brankar rumah sakit. Suara jam yang berdetik begitu tajam terdengar di telinga.

Tangan Alicia terlihat bergerak sedikit, tetapi hanya telunjuknya saja. Tak lama kelopak matanya mengerjap, perlahan-lahan kelopak mata Alicia terbuka menampilkan iris mata hitam pekatnya.

Setelah terbuka sempurna Alicia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Kenapa tempat ini terasa asing? Alicia pikir dia sedang berada di kamarnya? Tapi mengapa ruangan ini terasa seperti rumah sakit?

Ceklek,,,

Baru saja memasuki kamar rawat Alicia, Aurel dibuat terkejut akan pemandangan yang baru saja ia lihat.

"Cia..." Ucap Aurel lirih.

The Wrong ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang