Semua Ada Masanya

28 7 0
                                    

Happy Reading, Dear 💕

_________

Dika benar-benar tak tahu waktu, ia baru beranjak dari café di pukul 11 malam, padahal sedari pulang sekolah ia les matamatika hingga pukul 5 sore, tidak istirahat, tidak mandi, dirinya bergegas ke café untuk menyambung belajarnya, bahkan ia mengalahkan waktu belajar Abbas.

Dika menggondong ranselnya di pundak sebelah kirinya, nafasnya terbuang lega, tepat di depan pintu rumahnya. Dika mendorong pintunya, dahinya sedikit berkerut, sebab tumben sekali pintu belum terkunci, padahal sudah tengah malam.

Dika tak mau ambil pusing, laki-laki itu melangkah semakin masuk ke dalam rumahnya.

"James," suara Ayah Dika terdengar tegas.

Dika menemukan Ayahnya yang duduk di ruang TV, menduduki sofa yang membelakangi dirnya. "Aku cape, Pah. Ada apa?" sahut Dika tak santai.

"Hesa datang ke sini tadi, cari kamu. Papah tanya, kamu dari mana saja? Papah tau, biasanya kamu tidur di angkringan Mahesa, atau main di sana sampai larut malam. Tapi, tadi Hesa datang, dan dia ngga tau posisi kamu." Ayah Dika lekas menjelaskan apa yang perlu dipertanyakan.

Dika melemaskan bahunya, kepalanya mendongak kecil, ia menghembuskan nafasnya sedikit demi sedikit. "Temen aku ngga cuma Hesa, Pah." sahutnya membela dirinya.

"Papah tau," Ayah Dika bangun dari duduknya. Tubuhnya kini berhadapan dengan Dika, berjarak beberapa meter. "Kamu bermasalah di sekolah!"

Raut wajah Dika merespon tak paham dengan ucapan Ayahnya, "Apa sih, Pah! Aku cape, jangan ajak aku ribut!" keluhnya.

Dika benar apa adanya, ia lelah karena belajar seharian penuh. Bahkan, malam ini ia akan absen dari angkringan Mahesa, sebab tubuhnya membutuhkan istirahat dengan tenang.

Ayah Dika berjalan cepat mendekati Dika. Setelah tiba tepat di hadapan Dika, telapak tangannya menampar cepat wajah Dika, bunyinya begitu nyaring, sebab Dika tak dapat menghindari tamparan Ayahnya.

Ayah Dika menatap tajam wajah merah putranya, "Papah selalu izinkan kamu bermain sampai larut, membebaskan kamu memakai fasilitas Papah, bahkan ngga membatasi pengeluaran kamu! Tapi kenapa kamu membuat malu diri Papah ini?!"

"Kamu tahu kan! Mamah kamu seorang wanita, kenapa kamu berlaku seperti itu, James!"

"Papah tidak mengajarkan kamu berlaku demikian, James! Bahkan, guru ataupun wali kelas kamu sudah Papah minta untuk mengajari kamu yang terbaik! Papah tau kamu benci belajar di bawah tekanan, tapi jangan libatkan hal ini menjadi emosi gila itu, James!" suara Ayah Dika begitu keras untuk Dika terima.

Namun sialnya, Dika tak paham dengan maksud Ayahnya itu. Katanya, membuat Papah malu? Dika juga tau Mamahnya seorang wanita. Emosi gila? Apa maksud semua kalimat itu?

Apa yang Mahesa katakan pada Papahnya?

Dika mengepal kuat, menahan emosinya yang berapi-api.

"Kamu melecehkan seorang gadis! Itu sama saja kamu melecehkan Mamah kamu, James! Mamah akan sangat kecewa kalau tau."

Dika semakin bingung dengan ucapan Papahnya, "Melecehkan?" tanyanya memastikan.

Kapan Dika melecehkan seorang gadis?

"Papah akan telfon Omah, dan urus pendaftaran Universitas di London, selesaikan sampai S2 di London!" Keputusan Ayah Dika terdengar serius, dan sudah paten.

Dika menatap kepergian sang Ayah menuju tangga, rahangnya mengeras, tubuhnya ia putar balik, kini tujuannya bukan lagi ke kamarnya, Dika akan mengunjungi angkringan Mahesa malam ini.

CAMARADERIE || 7Dream's (SEGERA TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang