|| 03

1.3K 150 4
                                    

Selamat Membaca!
|

|

|

"Apa tante tidak masalah mengenai pak Evan yang ingin menikah lebih dari sekali?" tanya Shani berhati-hati.

"Tentu tidak, jika itu bisa menjamin kebahagiaannya saya dan suami pasti akan mendukungnya. Kenapa kamu keberatan?" ucap Cindy berpindah duduk di sampingnya. Shani mengangguk ragu. "Kalo kamu memang keberatan bisa ngomong ke Reva nya. Bilang baik-baik kamu enggak setuju, dia pasti ngerti kok," sambungnya mengusap surai rambutnya.

"Apa tidak kecepetan tan, kami baru bertemu 2x" ucap Shani ragu.

Cindy mengerutkan keningnya bingung. "Kapan?"

"Semalam kami tidak sengaja bertabrakan di minimarket dan pak Evan juga yang membayar belanjaanku karena dompet saya ketinggalan," jelas Shani menceritakan pertemuan awalnya.

"Santai aja jangan terlalu formal," ujar Cindy tersenyum pada calon mantunya, mungkin. "Mampir ke rumah yuk bareng tante aja, nanti mobil kamu gampang lah," lanjutnya.

Shani mengangguk saja, menolak pun juga tidak enak. Lagi pula tugas kantor cuma tinggal sedikit nanti bisa diselesaikan di rumah.

Hanya memerlukan 30 menit untuk sampai ke rumah tersebut. Cindy mengajak Shani masuk lalu mempersilahkan duduk di ruang tamu.

"Mau minum apa sayang?" tanya Cindy.

"Aduh tante gak usah repot-repot," jawab Shani.

"Enggak ngerepotin kok, sebentar. Bibi tolong buatin tamu spesial saya minuman ya," ucapnya sedikit berteriak.

"Siap nyonya," balasnya ikut berteriak. Bukannya tidak sopan tapi sudah hal biasa di rumah ini.

"Tante tinggal ke atas, kamu sendiri disini gapapa kan," ucap Cindy.

"Iya gapapa kok tante," kata Shani tersenyum.

"Anggap aja rumah sendiri," ucap Cindy lalu pergi ke kamarnya.

Shani menatap sekeliling rumah ini, matanya menangkap banyak foto yang terpajang di dinding. Ada salah satu foto yang menarik perhatiannya. Ukurannya lebih besar dari yang lain, dan perempuan di foto itu sendirian. Shani penasaran, siapa perempuan itu? Apakah dia seseorang yang penting bagi keluarga Evan?

"Maaf nona ini minumannya," ucap bibi meletakkan di meja.

"Makasih bi, kalau boleh tau itu foto siapa ya?" ucap Shani penasaran.

"Nona bisa tanya langsung ke nyonya," ucap bibi dan segera pergi kembali ke belakang.

"Diminum Shan, jangan ngelamun terus," ujar Cindy lalu duduk disebelahnya. "Lagi mikirin apa sih?" tanyanya, kemudian mengikuti arah mata perempuan itu memandang.

"Kapan-kapan tante bakalan jelasin ke kamu. Sebentar lagi Reva pulang," ucapnya lagi sembari melirik jam tangannya.

"Maaf ya tante," ucap Shani merasa tidak seharusnya ia penasaran tentang siapa perempuan itu. Apalagi ia baru saja kenal dan langsung diterima di kantor anaknya.

"Gak papa santai aja, nantinya kamu juga harus tau siapa dia," ucap Cindy dengan senyum.

Dari luar terdengar suara deru mobil. Tidak ada salam seperti biasanya. Evan masuk dengan berjalan gontai. Ditambah mukanya ada lebam yang sepertinya masih baru. Dia langsung berjalan ke mamanya dan memeluk wanita itu.

"Maa.."

"Astaghfirullah ini muka kamu kenapa!?" tanya Cindy khawatir sambil membolak-balikan wajahnya.

"Habis bantuin ibu-ibu ngehajar copet tadi," balasnya. "Mama nggak usah khawatir gitu, Reva baik-baik saja. Kalian mau makan apa? Malam ini biar aku aja yang masak."

Duda dan Keempat IstrinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang