|| 13

1.9K 163 1
                                        

Selamat Membaca!
.
.
.
.
.

"Eh mas mau ngapain?"

"Aku cuma mau bantu olesin salepnya" balas Evan tersenyum penuh arti.

"Senyum kamu mencurigakan, aku bisa olesin sendiri," tolaknya halus.

"Sshhh aahhh mas, kamu nghhh ngapain" Shani mengerang saat sesuatu yang basah dan dingin menyentuh bibir vaginanya.

"Mau cobain pake lidah," ucap Evan dan dibalas gelengan oleh istrinya.

Mendapat penolakan darinya, ia pun mengalah. Lalu mengoleskan salep itu pada bagian yang lecet. Setelah selesai, ia bangkit dan pergi ke kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air, meredam nafsunya, kemudian menatap pantulan dirinya dari cermin.

Evan keluar dan mendapati istrinya yang sudah terlelap. Ia merangkak ikut menidurkan tubuhnya di samping Shani. Merapikan rambut yang menutupi wajah cantiknya. Kemudian, ia ikut terlelap menyusulnya ke alam mimpi.

Skip sore...

Shani bangun lebih dulu dari suaminya. Ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan tak lupa ia juga mengoleskan salep ke selangkangannya. Setelah siap, ia mendekati Evan, mengecup bibirnya singkat lalu turun menuju dapur.

"Sore Ma.." sapanya.

"Sore sayang, gimana udah enakan?" tanyanya.

"Udah gak terlalu sakit sih, makasih ya Ma," balasnya malu-malu.

"Syukurlah kalau gitu. Sini bantuin Mama masak buat nanti malam," pinta Cindy.

"Mau masak apa kita," ucap Shani melihat bahan-bahan yang lumayan banyak itu.

"Yang ada aja, malam ini Mama nggak mau ribet," ucap Cindy mulai memotong sayuran. "Oh ya, Bibi, nasi biryani sama TomYam-nya jangan lupa," serunya sedikit teriak, karena beda dapur.

"Siap Nyonya," balasnya dari sebelah.

"Dapurnya memang ada 2 gitu ya Ma?" ucap Shani yang baru sadar.

"Iya. Yang sebelah itu dapur khusus buat bikin makanan dari luar negeri. Soalnya Papa sama Reva tuh suka banget makanan luar. Asal nggak makanan dari Jepang aja, lidahnya gak cocok," jelasnya.

"Kamu sukanya makan apa?"

"Shani nggak pernah pilih-pilih makanan sih Ma. Berarti kalau mau masakin Mas Evan harus tanya dulu dong Ma," ucap Shani sembari mencuci sayuran.

"Lebih bagus tanya, soalnya dia tuh suka pilih-pilih. Ada satu yang wajib ada di meja makan, kalo enggak nasi biryani ya nasi merah. Kamu taulah alasannya," ucap Cindy. "Kamu kalau mau masak nasi biryani belajar sama Bibi," lanjutnya.

Shani menganggukkan kepalanya. "Kalau Mama gak keberatan, Shani mau tanya tentang perjalanan Mas Evan dan Mbak Amy dulunya gimana?"

"Emangnya udah sampai mana?"

"Mmm, setelah menikah di Bali."

Cindy mengangguk lalu mulai bercerita, "Selesai resepsi, bukannya istirahat, keduanya malah berkemas untuk pergi. Amy yang mendadak dapat telepon dari perusahaan bahwa ada masalah, sementara Reva juga mendapat telepon dari Korea bahwa file penting dalam perusahaannya tiba-tiba hilang. Sempat ada perdebatan antara Reva dan kakaknya. Dan jalan tengahnya, kita mencoba memahami keduanya,"

"Selama 2 bulan berjalan dengan sangat lancar, namun di bulan ke-3 mulai ada masalah kecil hingga besar yang terus menerus datang silih berganti. Di detik-detik terakhir, kita semua baru menyadari bahwa Amy mengidap kanker lambung. Ternyata pas awal setelah resepsi, dia bilang ada masalah di perusahaannya itu ternyata sebuah kebohongan yang dibuat dan saat itu kami percaya begitu saja. Amy di Filipina sedang menjalani pengobatan. Lambat laun, kondisi tubuhnya tidak mampu bertahan dan menghembuskan nafas terakhirnya. Eca dan Deva ikut menutupi rahasia besar itu, hingga persaudaraan yang dibangun sempat ikut renggang,"

"Semenjak kepergian mendiang istrinya, Reva jadi banyak melamun. Meninggalkan tugasnya sebagai CEO dan hanya mengurung dirinya di kamar. Selalu menyalahkan dirinya yang gagal menjadi seorang suami. Selama setahun itu, kesehatannya mulai menurun. Kami sekeluarga berupaya buat Reva kembali ceria, berkat teman-temannya, Reva jadi seperti sekarang, meski rada buaya sih. Terakhir hubungan Reva, Eca dan Deva kembali membaik."

"Lah, bukannya Mas Evan itu anak tunggal?" ujar Shani bingung.

"Iya, betul. Reva punya kakak angkat dan sekarang menetap di Italia," jawab Cindy.

Shani tersentak, sebab ada tangan kekar yang melingkar di perutnya. "Pasti lagi gibahin aku," ucap Evan meletakkan dagunya di atas kepala istrinya.

"Dih, pede banget," ucap Cindy memutar bola matanya malas.

"Hmm, harum banget, Mama masak tom yam?"

"Bibi yang masak. Kamu sama Papa selalu protes kalo Mama yang masak," ucap Cindy cemberut.

"Ya gimana gak protes, Mama masaknya gak perfect pasti rasanya beda banget," ucap Evan iseng dan itu mampu membuat Cindy semakin cemberut. "Tapi Mama tuh so so perfect kalo urusan makanan tradisional, muach.. Jangan ngambek lagi, nanti cantiknya buat hati aku meledak, gak kuat lihat kecantikan bidadari, iya nggak Pa.."

"Betul banget, jadi makin cinta sama istriku. Udah belum masaknya Papa udah laper," ucap Kenzie lalu memeluk istrinya dari belakang.

"Dikit lagi ini selesai, mending kamu mandi sana. Nanti aku panggil," balas Cindy yang masih berkutat dengan alat dapur.

"Bentar, Papa masih kangen sama Mama," ucapnya mengeratkan pelukannya.

"Idihh, sok mesra-mesraan di depan pengantin baru," ucap Evan melirik Kenzie.

"Si paling pengantin baru.. Gini-gini Papa juga masih muda kali, kita kan cuma beda 5 tahun kan Ma," ucap Kenzie menyunggingkan senyuman.

"Kamu tuh bisa dibilang nikah sama om om loh Shan," ucap Cindy balik mengejek.

"Apasih.. Reva kan masih umur 30, enggak om om banget lah, emangnya aku keliatan setua itu?" ucap Evan tak terima lalu menatap Shani meminta bantuan.

Shani hanya tersenyum lalu melepaskan tangan yang melingkar di perutnya. "Mandi sana, aku mau pindahin ini ke meja makan," ucapnya.

"Eh, nggak usah Shan, biar Bibi aja yang pindahin. Mending kita ke kamar bersih-bersih," ujar Cindy menghentikan pergerakan menantunya.

"Yaudah, Reva dan Shani ke atas ya Ma.. Pa.." pamit Evan lalu menggendong Shani ala bridal style menuju kamar.

"Ish mas bisa nggak sih kasih aba-aba dulu, aku kan jadi jantungan," ucap Shani memukul pelan dada suaminya. Suka seenaknya sendiri main gendong-gendong aja.

"Iya-iya maaf," ucapnya sembari menurunkan Shani didepan kamar mandi.

"Mandi bareng yuk," ajak Evan menaik turunkan alisnya.

"Gak mau ah," katanya lalu masuk ke kamar mandi.

15 menit berlalu...

Shani keluar tetapi tak menemukan suaminya. Lantas ia mencari disetiap sudut kamar namun tak kunjung kelihatan batang hidung mancungnya. Ia berjalan ke balkon, senyumnya mengembang...

"Sayang mandi gih, air hangatnya udah aku siapin," ujar Shani mendekat lalu bergelayut manja pada leher suaminya.

Evan berdiri kemudian menarik Shani agar berdekatan dengannya. Merangkul pinggang istrinya lalu menatap matanya lekat. Dilumatnya bibir itu yang sekarang menjadi candunya. Ciuman itu terus berlangsung cukup lama.

Di balkon dengan latar belakang langit jingga serta semilir angin yang menemani, menambah kesan yang indah untuk pasutri yang sedang memadu kasih. Ciuman itu terlepas, keduanya saling memandang. Dikecupnya kening Shani sembari menutup matanya, meresapi momen berdua bersamanya.

"Shan, thank you for accepting me as your husband. I am grateful to have you and to make you my wife. I don't want to make promises, but I will always try my best to make you happy"

Shani tak mampu lagi berkata apapun, hanya air matanya yang mewakili perasaannya. Ia langsung memeluk tubuh tegap suaminya. Menyembunyikan wajahnya di dada bidang Evan, tempat paling nyaman. Apalagi ia bisa mendengar degupan itu.

TBC.

Yuhuu update lagii...
Double kok tenang aja tapi malam ya

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

https://saweria.co/kaylaravsa
.
.
https://whatsapp.com/channel/0029VaiSFs8CMY0J9vGMG70z

Duda dan Keempat IstrinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang