|| 09

496 106 6
                                    

Selamat Membaca!
.
.
.
.
.

Keesokan harinya, Evan sudah bertengger di ruangannya. Tadi ia berangkat pukul 5 pagi dan yang ia lakukan di kantor hanya termenung sendirian dengan AC yang sangat dingin.

"Gue nggak ngelakuin hal aneh kan semalem, kenapa ingatanku seperti ada yang hilang," monolognya dalam hati.

Evan terus berpikir, setelah ia keluar dari tempat itu, apa yang terjadi? Ia sama sekali tak bisa mengingatnya, yang ada malah kepalanya jadi pusing. Matanya buram dan keseimbangan tubuhnya mulai hilang, ia pun jatuh pingsan.

Sekitar pukul 7.45, Shani baru saja tiba dan langsung dikagetkan dengan Evan yang sudah tergeletak. Ia segera memanggil Roland untuk membantu memindahkannya.

"Apa yang terjadi Shan?" tanya Roland khawatir.

"Gue gak tau, pas masuk dia udah tergeletak di lantai," balasnya sembari mengusap kepala Evan dengan lembut.

"Lo kenapa sih Van bikin panik aja. Gue keluar bentar hubungi dokter sama panggil orang tuanya, lo disini aja jagain dia," ucap Roland lalu keluar dari kamar.

Shani mengangguk patuh, ia memandangi wajah pucat pria yang tak sadarkan diri. Ia menggenggam tangan Evan dan mengecupnya. Shani yang tadinya hanya duduk di tepi ranjang, kini pindah tiduran di samping Evan dan memeluknya.

"Semalam kamu baik-baik aja, kenapa bisa sampai seperti ini, jangan bikin aku khawatir hiks.." ucap Shani menangis. Karena kelamaan menangis tak sadar ia pun tertidur.

30 menit berlalu...

Roland, Kenzie, Cindy dan dokter baru saja masuk ke dalam kamar khusus ruangan ini. Mereka dikejutkan posisi Shani saat tidur dengan memeluk Evan.

"Langsung periksa aja dok tapi jangan sampai mengusik perempuan ini," perintah Kenzie.

Dokter itu mengangguk dan memeriksa Evan. Ia mengernyit bingung, semuanya normal. "Tuan, apa terjadi sesuatu semalam?" tanyanya.

"Nggak, cuma memang habis marah-marah sih. Kenapa Nan, ada hal yang serius kah?" ucap Kenzie bingung.

"Semuanya normal, mungkin ini bersangkutan dengan penyakit itu. Saya dan dokter luar negri masih terus berusaha mencari tau tentang penyakit yang diderita putra anda. Mohon tuan dan nyonya bersabar menunggu hasil dari kami," jelas dokter Nando.

"Karena semua normal jadi saya kasih resep vitamin saja, tolong nanti ditebus ya. Kalau sudah tidak ada yang perlu ditanyakan, saya permisi," lanjutnya dan Roland pun mengantarkan sampai kedepan.

"Eughh.."

Shani bangun karena mendengar suara bising. Ia terkejut saat mendapati Kenzie dan Cindy sudah datang. "Om sama tante udah datang dari tadi?" tanyanya canggung.

"Iyaa, udah santai aja gakpapa kok," ucap Cindy yang memahami perubahan raut wajah calon mantunya.

"Tadi dokter udah kesini kan om, terus katanya apa?" tanya Shani menatap keduanya.

Kenzie dan Cindy saling memandang lalu sama-sama mengangguk. Roland yang sudah kembali ikut mendudukkan dirinya di samping Kenzie. Sementara Cindy duduk di tepi ranjang sembari merapikan rambut Shani yang sedikit berantakan.

"Saya semalam sudah cerita hal ini pada orang tua kamu Shan, mereka paham dan memaklumi," ujar Kenzie memberitahu obrolan semalam.

"Reva pernah mengalami kecelakaan, bagian kepalanya sepertinya terbentur tapi setelah dilakukan CT scan semuanya normal. Ingatannya akan hilang setelah amarahnya meluap. Lalu keesokan harinya Reva pasti menyadari ada memori yang kosong tapi dia tetap ingat emosinya meluap karna apa. Seperti yang kamu lihat tadi, dia akan pingsan karna terlalu banyak memikirkan apa yang terjadi semalam terus berangkat terlalu pagi, tentunya belum sarapan dan ruangan sedingin itu cara dia buat merilekskan pikirannya," jelas Cindy menatap putranya sedih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Duda dan Keempat IstrinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang