Epilog

244 32 4
                                    

~

Malam semakin larut, pandanganku mulai buram akibat kurangnya pencahayaan dari lampu yang berada di jalan. Terlihat hanya beberapa lampu jalanan yang masih hidup, dan kini, menjadi sandaranku.

Aku membuka ponselku, berusaha mencari tempat di mana sudah kami tentukan sebelumnya, dikarenakan baterai ponselku yang lowbat, aku pun mempercepat gerakan jariku untuk mencari nama kontak yang aku cari.

Baru saja aku ingin membuka room chat dengannya, tiba-tiba saja ponselku mati, benar-benar telah kehabisan daya. Ah, sial! Aku harus apa saat ini? Sebenarnya aku telah sampai di lokasi perjanjian sebelumnya, dan yang menjadi masalah bagiku, yaitu; di mana kini dia berada? bahkan bentuk dan rupa orang tersebut saja aku sudah lupa.

Aku menyerah.

Aku berjalan gontai mendekati sebuah kursi kayu yang tersedia, lalu mendudukkan bokongku di kursi tersebut yang terlihat masih layak dan kokoh itu. Rasanya sepi, tak ada orang sama sekali di sini, bagaimana aku bisa mencarinya jika tamannya saja sepi seperti ini! Huh, dasar menyusahkan!

Aku pun memutuskan untuk menyandarkan tubuhku, menutup pelan kelopak mataku, merasa pasrah dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Aku saja masih tidak yakin jika aku harus melakukannya.

Aku melirik jam pada tangan kiri ku, jam tersebut menunjukkan pukul tujuh lewat tujuh. Aku benar-benar menyerah, keyakinan ku akan kedatang dia kini telah sirna begitu saja. Aku menghembuskan nafasku kasar.

Baru saja aku hendak berdiri, tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap, ah! Aku sempat mengira bahwa lampu di taman itu telah habis padam, namun rupanya perkiraan ku salah, aku bisa merasakan bahwa ada tangan seseorang yang menutup mataku.

Aku bisa merasakan bagaimana kulit tangannya yang terasa sangat hangat, wangi parfumnya jelas tercium ke indra penciuman ku. Wangi parfum yang sangat familiar, dan tentunya aku menyukai bau nya.

"Ella!" pekik ku keras, dan persekian detik kemudian suara cekikikan terdengar dari belakang. Benar, itu Ella!

Ia menarik tangannya dari wajahku, lalu berjalan tepat di hadapanku dengan sebuah senyuman yang sangat aku rindukan. Kedua tangannya berada di belakang, aku sangat yakin ada yang ia sembunyikan.

Senyumannya tak pernah berubah dari dulu, aku benar-benar merindukanmu, Ella.

Tangannya mulai bergerak keluar dari persembunyiannya, terlihat sebuah bunga mawar putih yang sudah tersusun rapih berada di hadapanku, aku menatapnya sebentar seraya menerjapkan mataku berkali-kali, setelah itu beralih menatap Ella yang masih setia tersenyum.

"Buat kamu, di ambil, ga boleh nolak!" Aku tertawa kecil setelah mendengar paksaan yang keluar dari mulut orang yang aku rindukan, sangat lucu, layaknya seorang anak kecil yang tidak terima jika pemberian nya harus di tolak

Wajahnya terlihat sangat gemas saat ini, ingin sekali aku mencubit pipinya yang sedikit chubby itu hingga memerah, bahkan jika boleh, aku akan mengigitnya, hehe! Dulu, ia sangat tidak suka jika aku terus menerus mencubit pipinya, moment yang tak akan bisa terulang kembali.

Setelah lama aku termenung menatap wajah gemas di hadapan ku, akhirnya aku menerima bunga mawar tersebut, warnanya sedikit gelap akibat kurangnya pencahayaan pada taman ini.

Aku benar-benar menerima bunga itu, lalu Ella dengan senang ikut duduk di sebelah ku, senyuman terus terukir di wajahnya, membuatku semakin gemas. Bahkan, aku bisa merasakan bahwa senyuman itu akan terus terlihat sampai kapanpun kita berdua dipisahkan di hari ini.

𝐏𝐀𝐉𝐀𝐌𝐀 𝐃𝐑𝐈𝐕𝐄 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang