Mereka masih terlalu muda dan bodoh dalam memahami perasaan.
Joong terlalu denial pada perasaannya sendiri sampai kemudian takdir mendorongnya lebih dekat pada Dunk.
Dunk sempurna, semua orang setuju, terutama bagi Joong yang selalu memujanya. Tap...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Joong berhenti disana malam itu, tidak ada yang terjadi, sekali lagi, tidak ada yang terjadi. Si blonde bermata biru itu melenggang pergi dari kamar hotel dengan raut marah setelah Joong mendorongnya kasar saat ia berusaha menyentuh kemaluannya. Demi menara Eiffel, ia disini untuk itu bukan?
Joong cukup sadar saat itu, apa yang dalam genggamannya bukanlah yang ia inginkan.
Jadi apakah ia gay?
Joong mengusap wajahnya frustasi, ia mengambil sebatang rokok, menyalakan pematik, menghisapnya dalam dalam asap mengepul di ruangan dingin yang tinggal tersisa dirinya sendiri, hatinya bimbang.
Lagi lagi yang ada di dalam benaknya hanya wajah Dunk, senyumnya yang manis, tatapan galaknya yang sebenarnya terlihat imut, apa ia mulai terobsesi? Haruskah ia pergi ke psikiater? Joong merasa isi kepalanya mulai tidak terkendali, debaran di dadanya sama sekali tidak bisa di hentikan.
Tidak ada yang bisa menebak tindakannya, bahkan dirinya sendiri. Joong mempertanyakan keputusannya yang memilih duduk tenang di dalam mobil, menyaksikan lelaki cantik itu sibuk menyapa orang orang dari balik meja kasir.
Ia punya jadwal operasi dua jam lagi, tapi yang ia lakukan malah menguntit mengikuti keinginan gilanya. Jujur saja hatinya lelah, tapi demi tuhan ia belum mau berhenti.
Dew berdiri tak jauh dari sana, ia melihat mobil Joong terparkir di sisi jalan. Darahnya mendidih, entah kenapa dalam benaknya ia berasumsi bahwa orang itulah yang membuat Dunk tidak pernah menatapnya meskipun hanya sedetik, seluruh afeksi yang telah ia lakukan hanya berakhir dengan ucapan terimakasih yang tidak perlu.
melihat tidak pernah ada kecanggungan di antara mereka, bagaimana Dunk memperlakukan anak itu lebih hangat dari pada saat bersamanya. Hatinya terbakar. Dew benci fakta bahwa ia telah kalah sejak lama.
Buknnya Dew tidak tau Joong adalah seseorang yang suka bermain dengan perempuan nakal, tapi ia juga tidak bisa berpura-pura menutup mata atas sikap lelaki tengil gila itu yang akhir akhir ini semakin berani menunjukkan perasaannya pada lelaki yang dicintainya.
"Area dilarang parkir. " Dew mengetuk kaca mobil hitam mengkilat itu dengan kasar, seolah ia berniat mengusirnya segera pergi dari sana sambil berteriak tepat di wajahnya, berhenti menatap miliku, bajingan.
Joong menurunkan jendela, tersenyum meremehkan, menatap sosok yang lebih tua itu memindai dari ujung rambut sampai sepatunya. " Pemisi, Kau bahkan bukan polisi."
Dew gemas ingin menghadiahi si tengik itu dengan satu dua gradasi biru keunguan di wajahnya, tapi dosen muda memukul seorang dokter bisa jadi skandal menarik untuk menjadi judul artikel berita.
"Bukan berarti aku tidak bisa memanggilnya untuk menyeret mu pergi dari sini. "
Joong menlepas kacamatanya, terkekeh seolah yang Dew katakan hanya gertakan anak kecil "tenang sedikit sir, aku adalah pelanggan toko buku milikmu, bersikap baik lah pada pembeli, "