Tanah basah juga dedaunan yang masih meneteskan air adalah bukti semalam hujan telah melepaskan rindunya kembali pada bumi. Di pelataran keraton seorang lelaki kecil berlarian mengitari pohon dengan sepatu merah di tangannya, ia tertawa bebas. "Ayo kejar aku nyai, hahaha Natta! ,"
Dua orang lain berlarian mengejarnya, anak kecil dengan sebelah sepatu hampir menangis dengan wajah merahnya sementara wanita dewasa lainya terus memanggilnya memintanya berhenti.
"Archen, cah Bagus sampun plajeng plajeng, mangke dhawah,"
"Ndak, bakal jatoh nyai. Aku Iki jago." Sombongnya sambil terus berlari mengitari beberapa pohon lain.
"Arcen, sepatuku!" suaranya merengek tapi masih berambisi mengejar yang lebih muda itu dengan segenap emosi.
Brakkk!
Jalan paving blok berlumut yang terguyur hujan itu licin membuat yang muda terpeleset jatuh dengan wajah yang lebih dulu menempel tanah. Sepatu merah yang di genggamnya terlempar terbang entah kemana.
"Chenn!"
Dunk segera meraup tubuh Joong yang tak jauh beda dari tubuhnya itu kedalam pelukan, melihat kondisi wajah anak itu, hidung dan bibirnya berdarah banyak membuatnya menjerit panik, sementara wanita dewasa yg tak lain adalah ibunya sekaligus pengasuh Joong segera menggendong bocah yang sudah menangis keras, di bawanya masuk ke rumah untuk di obati.
Dunk duduk di luar pendopo, ia sedikit menyesal. Harusnya ia tidak mengejar anak nakal itu, biarkan saja ia bertindak semaunya seperti biasanya. Tapi sepatu merah itu hadiah ulang tahun dati ayahnya, jadilah terjadi kecelakaan tadi pagi. Ia menghela nafas sedih kemudian menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan yang di tumpukkan di atas lututnya.
" Nanti juga dia sembuh, jangan sedih Natt itu bukan salah mu toh,"
"Mas Pram," lelaki yang seumuran dengannya itu tersenyum simpul. Beliau ini adalah sepupu Joong, ayahnya anak kedua dari kanjeng Romo. Ia menyerahkan eskrim berbentuk Spongebob.
"Mau ndak? Lucu loh ada gambar Spongebob nya,"
Dunk ingin, tapi itu eskrim mahal pada saat itu jadi ia merasa sungkan. "Ndak mas, buat mas aja." Dunk bahkan tidak berani menatapnya saat mengatakan itu, lihat saja tingkahnya yang malu malu kucing.
"Mas ndak mau, makanya mas kasih kamu. Kalo kamu ndak mau, mas buang aja, kasih semut."
"Jangannn, Natta mau kalo gitu," Naravit menyerahkan eskrimnya dalam bungkusan plastik, ia menepuk kepala Dunk pela.
Bukan lagi rahasia, seluruh bagian keraton juga tahu Dunk hanya seorang anak abdi dalem, ibunya seorang nyai yang mengurus anak anggota keluarga keraton tapi pesona anak tampan itu tak bisa di pungkiri, menarik perhatian semua orang.
"Natta maem apa itu?"
Kedua anak lelaki itu menoleh pada anak lain yang baru saja datang, ia berjalan anggun lengkap dengan pakaian adat beskep serta topi blangkon.
"Natt makan eskrim mas, dikasih mas Pram, Mas Hirun mau?" Dunk tersenyum sumringah menatap jahil lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari mereka itu.
"Tadi Pram beli dua, kalo mas Hirun mau nanti lain kali Pram belikan juga," Naravit tersenyum lembut penuh pengertian, ia bahkan menggeser duduknya agar mas Hirun bisa duduk di antara mereka. "Sini mas, duduk."
"Nda usah! " Hirun mengibaskan tangannya menolak jelas tawaran Naravit. "Natt mas mau jalan jalan keliling naik delman Natt mau ikut ndak?"
"Pram mau ikut mas!"
" Pram nanti dulu, mas ajak Natta."
"Natt ga bisa mas, abis ini Natt harus jagain Acen. kata ibu gaboleh kemana mana," Dunk berkata murung sambil menjilati eskrimnya, lesu.
Untuk sementara Dunk menemani Archen di kamarnya sementara ibunya menghadap kedepan orang tua anak ini, pastilah ia di tegur, karena lalai menjaganya. Hah, harusnya Dunk tidak membuat masalah.
"Natt ambilkan minum," Dunk segera mendekat ke meja untuk mengambilkan segelas air putih, kemudian menyerahkannya pada Archen kecil yang masih merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Aku mau pake sedotan, tolong ambilkan di dapur," katanya, Joong menyandarkan punggungnya pada bantal menggenggam gelasnya. Hidung dan bagian atas bibirnya di tempeli perban yang masih basah.
Dunk hanya mengikuti keinginannya tanpa protes. "Chen juga mau donat, donat keju yang banyak. Sama tolong ambilkan robot Ultraman yang besar di ruang belajar, Chen mau komik one piece seri terbaru, sama susu stroberi."
Wajah Dunk makin lesu mendengar runtutan perintah itu. Ia mengangguk sambil terus mengingat apa yang anak kecil itu minta tadi sambil berjalan keluar kamar.
"Natt jangan lama lama!"
"Bawel," Dunk tidak mengatakan dengan keras ia hanya menggerutu pelan.
Beberapa saat Dunk kembali dengan dua orang abdi dalem yang membawakan barang barang yang Joong inginkan meminta mereka meletakkannya di meja nakas.
"Matur nuwun pak"
"Nggih"
Dunk mendekat ke arah Joong kemudian menyerahkan sedotan stenlis, "hm,"
"Matur nuwun," Joong menatap wajah kecil itu, hanya terlihat muram tanpa senyum. "Maaf yo, aku ambil sepatumu. Kamu marah gara gara sepatu mu kelempar ke genteng ya, nanti aku minta ibuku belikan yang baru buat kamu,"
Dunk tidak menjawab apapun ia hanya duduk di karpet dengan buku gambarnya. Ia tidak ingat soal sepatu itu sebenarnya dan sudah melupakannya, hanya saja ia kesal dengan kenakalan anak lelaki yang satu ini.
"Natt ambilkan komik ku," Fakta nya Joong cukup sedih merasa tidak di tanggapi.
Dunk kembali melakukannya dalam diam, mengambilkan buku dari meja, "donatnya juga," dan sepiring penuh donat keju.
"Kamu suka donat keju kan? Joong kasih semua buat kamu." Disana Dunk masih memegangi sepiring donatnya, lelaki kecil itu mengambil satu. "Tapi Chen mau satu, "
Dunk merasa tergelitik dengan bujukan lucu itu, mengulum senyumnya.
"Jangan marah lagi yoo,"Dunk hanya mengangguk kecil.
Selain Dunk tidak ada anak lain yang mau berteman dengan Joong. Ia terkenal sebagai anak nakal hiperaktif seantero keraton, seperti lalat. Bahkan kedua sepupunya pun tidak ada yang mau bermain dengannya. Jadilah hanya Dunk yang bermain dengan anak itu, terlebih ibunya adalah pengasuh Joong sejak bayi, mau tidak mau Dunk harus menjadi teman sepermainan anak nakal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal-JoongDunk
Hayran KurguMereka masih terlalu muda dan bodoh dalam memahami perasaan. Joong terlalu denial pada perasaannya sendiri sampai kemudian takdir mendorongnya lebih dekat pada Dunk. Dunk sempurna, semua orang setuju, terutama bagi Joong yang selalu memujanya. Tap...