7.

271 34 6
                                    

"Natta,"

"Natt,"

"Natta, liat mas. Natta, sayang kan sama mas?"

"Natta yang pertama, "

"Mas janji Natt, Kita pergi ke Amerika nanti, Natta mau kan ikut mas ke Amerika?"


"Ndak bu, Hirun Ndak mungkin ngelakuin perbuatan bejat kayak gitu! Natta emang jalang ga tau malu, cuih! Dia pasti mau ngangkang buat siapa aja."

"Hirun malu lah Bu, Hirun ini kan putra keraton bisa bisanya di tuduh gay!"


"Hirun malu lah Bu, Hirun ini kan putra keraton bisa bisanya di tuduh gay!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





























Dunk kembali ke apartemenya, ia tidak mampir kemanapun hari ini, tubuhnya terasa letih, hanya ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur bergulung selimut sampai besok pagi.

Tengah malamnya ia terbangun, perutnya melilit lapar jadi ia memutuskan untuk mencari sesuatu di dapurnya.

Lemari es berisi sedikit bahan makanan dan minuman kaleng, juga dua botol anggur kemarin, lemari di atas kompor juga hanya berisi beberapa bungkus mie insan dan beberapa kaleng sarden.

Dunk menghela nafas, bosan sebelum memutuskan untuk merebus mie instan. Sambil menunggu ia membuka kembali lemari esnya mengeluarkan sebotol anggur, kemudian menuangkannya ke dalam gelas. Ia hanya ingin mencicipinya, sedikit.

Bagusnya setelah makan ia malah merasa segar, matanya berbinar terang tidak ingin kembali ke kamarnya, jadi ia memutuskan untuk mengambil sebotol anggur, melanjutkan kegian mencicipi yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran.

Ugh Dunk merasa kecanduan. Kepalanya terasa berputar dangan perasaanya yang buruk seolah hatinya di remas kuat menyedihkan, ia menepuk nepuk dadanya, panas disana merambat ke kepalanya yang mulai sedikit berat.

Ingatan itu kembali mencuat kepermukaan.

Kehancuran hidupnya yang menyeret kehancuran keluarganya. Dunk tidak ingin mengingat apapun lagi.

Air matanya tumpah ruah tanpa bisa di kendalikan, kejadian itu tiba-tiba saja menghantui, melintas seperti bayangan di depan matanya.

Potongan potongan memori menyakitkan itu,

Dunk menyesalinya seumur hidup.





Wajah lugu miliknya diusap halus oleh tangan besar, mata bulatnya di tatap oleh mata sabit yang membuatnya kehilangan dirinya sendiri.

Suaranya lembut seperti bisikan angin pada pasir pantai. Bagaimana Dunk mampu menolaknya sementara hatinya bergetar.

Tubuh mungilnya ditelanjangi di sentuh halus dari setiap cela, Dunk gemetar di pembaringan mewah itu, bibirnya terbuka untuk tetap bernafas. Ia panik namun berusaha untuk tenang dalam cara paling amatir.

Ethereal-JoongDunkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang