Pelan-pelan ya, Molly

351 37 35
                                    

Satu alis Aiden menaik. Molly tengah telentang di atas sofa dengan selimut menutupi tubuhnya.

"Molly, kok tidur di situ?" tegur Aiden.

"Bukannya Mas tidak mau seranjang sama aku?" Molly balik bertanya.

"Nggak enak, Molly."

"Ya sudah kalau nggak enak."

"Nggak enak kalau nggak seranjang," lanjut Aiden... lembut?

Molly membawa selimutnya ke tempat tidur. Mereka berbaring berdampingan.

Aiden menghadap istrinya. "Molly, saya penasaran. Bagaimana kamu dan Kaisan melakukan... apa.... kamu dan dia.. sering.. atau... ah. Saya tidak tahu apa yang saya tanya."

Molly menoleh. Dihelanya napas panjang. Dia keberatan dengan topik tentang dia dan Kaisan. "Aku tidak mau bahas itu. Masa lalu ya masa lalu saja."

"Tapi saya tidak tenang."

"Bagaimana dengan Mas? Mas dulu...."

"Saya melakukan pertama kali dengan kamu."

"Serius?" tanya Molly ragu.

"Kenapa kamu tidak percaya?"

"Ya Mas jauh lebih dewasa daripada aku. Pengalamannya lebih banyak."

"Itu dia. Karena saya dewasa, saya harus bisa bertanggung jawab. Dan dulu saya dan tunangan sepakat untuk punya anak setelah nikah."

"Mas masih sedih dia pergi?"

"Entahlah, tapi yang jelas, kesedihan bukan yang saya rasakan sekarang."

"Apa yang Mas rasakan?"

"Kesal. Kecewa."

"Karena aku?"

"Molly, kamu tahu kenapa saya bisa semarah ini sama kamu?"

"Ya karena aku bohongi Mas Ai."

"Molly, kamu ingat kan, setelah tunangan saya pergi, saya sering ke rumah keluarga kamu. Saya butuh teman bicara. Tapi Cessa malah sibuk. Saya tidak menyalahkan dia. Saya tahu pekerjaannya menyita waktu.

Dan yang waktu itu ada justru kamu. Saya terhibur... saya merasa punya harapan bisa mencintai lagi. Karena itu saat kamu ajak saya nikah, saya tidak punya pikiran negatif apa-apa. Saya percaya sama kamu. Tidak pernah saya sangka kamu cuma anggap saya pria yang rapuh dan bod*h..."

"Mas... itu tidak sepenuhnya benar."

"Maksudnya?"

"Saat Mas mampir ke rumah, aku lagi galau-galaunya. Aku saat itu baru lulus kuliah. Dan aku hamil. Kaisan menghilang. Aku kalut, Mas. Aku ingin anakku punya bapak. Bukan sekadar bapak di mata hukum. Tapi juga bapak yang bisa sayang sama dia. Kulihat Mas orangnya baik. Aku.. aku ajak Mas nikah, deh! Ya memang salah sih. Aku tidak terus terang."

"Ini yang kamu katakan benar? Kamu tidak memanfaatkan aku yang sedang rentan waktu itu?"

"Nggak, Mas! Ketika itu aku sudah suka sama Mas. Aku tidak peduli mau Kaisan tanggung jawab kek, mau tidak, aku maunya sama Mas!"

Aiden tidak peduli. Perempuan berkata jujur atau tidak. Mengetahui Molly tulus menyukainya membuat Aiden bergair2h.

Dia mencium bibir Molly. Lama.

Mereka saling menukar tatap. Molly menarik napas panjang. "Kalau tidak pelan-pelan, aku tidak mau."

Molly nyaris tidak percaya. Pria itu memasukinya perlahan-lahan. Dan temponya semakin kuat.

Jeritan Molly lebih keras. Aiden menatapnya khawatir.

Senyum terulas di wajah Molly. "Mas.. oh.. jangan... jangan berhenti!"

Selanjutnya Molly merasa naik ke atas awang-awang. Aiden memuaskannya dengan cara yang diinginkan Molly.

Mereka terkapar dengan napas tersengal-sengal. Aiden menarik Molly ke dalam dekapannya.

"Pelan-pelan ya, Molly. Kita mulai lagi dari awal," kata pria itu memberi harapan baru untuk pernikahan mereka.

Sayangnya harapan itu tidak bisa diwujudkan dengan mudah. Kepercayaan mereka terhadap satu sama lain akan diuji lebih hebat.

** i hope you like the story **

Dont Ever Let Me Go | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang